0.0 : Naskah

9 1 0
                                    

Seorang perempuan berusia 20-an akhir menatap bayangannya di cermin besar dengan senyum indah menghiasi. Terlihat dia memainkan gaun panjang kuningnya seolah menari meski gerakan abstrak. Tanpa di sadarinya ada laki-laki yang memperhatikan di daun pintu dan memiliki senyum manis seperti dirinya. Jika tidak ada deheman dari seorang bapak tua mungkin mereka akan menikmati suasana itu sepanjang malam.

"Kok belum pulang, Anggun?" Perempuan bernama Anggun itu tersenyum pada bapak tadi kemudian kembali melihat cermin depannya.

"Aku suka di sini, apalagi kacanya," ucap Anggun dengan tangan tetap memainkan gaunnya.

Bapak tersebut menoleh pada laki-laki yang memiliki nametag 'Bagus' dan menanyakan hal serupa, bedanya Bagus gelagapan menjawabnya sebab tidak ada alasannya masih di dalam ruangan berukuran 3x4 itu selain melihat perempuan yang disukainya.

"Eem... itu saya tunggu Anggun selesai," jawabnya pelan karena takut orang yang dimaksud mendengar walau percuma.

Anggun yang tengah memainkan gaun, menoleh pada Bagus dan Bapak itu secara bergantian dengan senyum yang tidak luntur. Kemudian, Ia memegang tangan laki-laki tersebut secara tiba-tiba yang membuat Bagus terkejut dan berlari meninggalkan ruang rias serta Bapak tadi.

Selama berlari tidak sedikit pun Anggun melepas genggaman tangannya dan Bagus juga tidak berniat lepaskan tangan mungil yang terpaut di jarinya. Entah arah mana yang dituju keduanya yang jelas malam itu keduanya sama-sama mengukir senyum indah nan manis. Belum lagi, hujan gerimis menambah kesan romansa yang mereka ciptakan.

Tidak lama suara gemuruh membuat keduanya terperanjat, Anggun yang merasakan sakit pada jantungnya membuat tautan tangan itu terlepas dan menaruh tangan di dada kirinya. Bagus yang bingung dengan situasi ini hanya bisa terdiam hingga beberapa saat kemudian Anggun terlihat lemas, laki-laki tersebut membawa Anggun dalam punggungnya.

Malam yang begitu sunyi bahkan kendaraan tidak ada yang lewat belum lagi daerah ini dikenal terpencil, taxi baru akan terlihat beberapa kilometer ke depan. Di sisi lain, Bagus terus berlari membawa Anggun dalam remang-remang jalanan dan dia merasa lelah tidak ada dalam kamusnya.

Setelah beberapa kilometer, Bagus bisa melihat cahaya klinik yang masih menyala. Sambil mengatur nafas, dia melihat ke belakang dan ternyata Anggun sudah pingsan dengan banyak keringat. Melihat dengan panik Bagus kembali berlari dengan lebih cepat.

Tibanya mereka depan klinik, perawat dan dokter-dokter segera membawa Anggun dari gendongan Bagus untuk diberi pertolongan pertama. Bagaikan waktu berjalan lambat, Bagus yang memperhatikan dari jauh melihat para petugas medis ikut berkeringat saat memeriksa Anggun. Lalu, beberapa saat kemudian dia melihat semuanya seperti menyerah lalu mulai lepas peralatan yang jadi penunjang hidup Anggun.

Tidak terima dengan otaknya yang paham situasi tersebut, Bagus berlari ke arah ranjang Anggun dan membangunkan perempuan cantik itu secara paksa.

"Anggun, bangun ya... BANGUN!" Bagus menoleh pada salah satu dokter sambil menahan tangisnya dan berucap, "Dok, bang ... bangunin Anggun," ucapnya lemah.

Para tenaga medis melirik satu sama lain lalu menatap Bagus dengan pandangan iba dan menggelengkan kepalanya pertanda tidak bisa.

Bagus terduduk lemas di lantai dengan tangan yang masih terpaut tangan Anggun. Dan Ia menangis sejadi-jadinya.

END

"La, yang bener aja dong. Masa gini endingnya? Terus gue baca sampe 70 part kalo ujungnya mati ngapain lo buat seakan-akan bakal happy ending, sial," oceh perempuan yang memakai baju Mickey mouse.

Lala atau Paula sang pemilik naskah mengambil minum kemudian noleh ke arah perempuan tadi dengan senyuman sumringah. Sedangkan, yang ditatap menatap Paula sebal.

"Justru itu menariknya, gue buat terbang terus hantam! Lagian dari awal gue enggak ada niatan buat jadi happy, sih." Paula menaruh gelasnya dan menatap jendela yang menampilkan pemandangan cerahnya siang hari. "Karena hidup gue aja kaga happy," lanjut Paula pelan.

Terasa sunyi, Paula balikan badan dan melihat bahwa teman semasa sekolahnya tersebut menatap dia bingung. Tidak ingin terasa canggung Paula meninggalkan perempuan itu sambil melemparkan kacang yang Ia ambil dari meja makan.

"PAULA!"

Nothing: U en MiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang