DuaPuluhEmpat

1.4K 193 12
                                    

🍁🍁

Shion kembali ke rumahnya dengan wajah murung. Harapannya masih belum diraihnya, kecewa untuk ke sekian kalinya.

"Shion." Suara Mei memanggil memaksa Shion menghentikan langkahnya menaiki anak tangga, "Kakashi bersikap menyebalkan lagi." Tebak Mei. Hanya pemuda itu yang mampu menjatuhkan suasana hati putri tunggalnya.

"Aku lelah, Ibu. Kita bicara nanti saja ya.." Pinta Shion tersenyum paksa.

"Kakashi sudah terikat denganmu manfaatkan kesempatan untuk mendapatkan hatinya."

"Hm." Shion menjawab dengan gumaman lalu melanjutkan langkah kaki menuju kamar. Shion butuh sendiri.

Setibanya di kamar miliknya Shion mengunci pintu lalu meluruh, duduk bersandar pintu. Matanya terpejam menikmati sesak di dada. Ada yang salah di sini ? Shion.. tidak merasa bahagia.

"Ibu bilang semua ini akan membuatku bahagia, tapi kenapa aku tidak merasa bahagia." Gumam Shion perlahan menitikkan air mata.

Shion selalu menurut pada ibunya, satu - satunya keluarga yang dimiliki. Karena Ayahnya tak mencurahkan kasih sayang untuknya. Dua saudara yang dia pikir akan menjadi teman terbaiknya justru tidak menerima kehadirannya.

Ibunya menjadi sosok yang berperan penting membentuk dirinya. Apapun Shion lakukan meski hatinya terusik. Shion tidak ingin mengecewakan ibunya. Shion takut dibuang jika ia mengecewakan wanita yang telah melahirkannya.

"Apa semua ini akan berbeda jika aku tidak menuruti Ibu mendekati Kakashi ? Apa semua akan berbeda jika aku tetap bersembunyi lalu mendekati mereka sebagai teman saja ?"

"Nasi sudah menjadi bubur, Shion. Kau telah melakukan apa yang kulakukan. Kakak perempuan yang kau kagumi takkan memaafkan dirimu. Fokus saja menjaga yang ada ditanganmu."

Di ruangan tanpa penerangan Shion berusaha menghentikan tangisnya. Shion teringat pada makhluk kecil ada di perutnya. Shion tak boleh merasa tertekan demi calon anaknya.

"Kelak Ibu akan menuntunmu agar tidak jadi seperti ibumu ini." Bisiknya seraya mengelus perutnya.

🍁🍁

Malam ini Hinata hanya ditemani putra semata wayangnya yang sudah terlelap, saat ini Sasuke tengah melakukan perjalanan bisnis. Mungkin terlalu lelah usai bermain dengan Hanabi jadinya Kei tertidur tanpa berbicara lebih dulu dengan ayahnya.

Jemari lentik Hinata menyingkirkan anak rambut pada dahi putranya. Wajah lelap Kei dia pandangi dengan mengulas senyum tipis. Syukur senantiasa Hinata panjatkan diberi anugerah indah ini. Dalam hati Hinata bertekad memberikan segala yang terbaik untuk Uchiha Kei. Hinata tak bisa memastikan hanya bisa mengusahakan kehidupan putranya jauh lebih baik darinya dan Sasuke.

Berbicara tentang anak Hinata teringat pembicaraan Hiashi dan Kou yang dicuri dengarnya. Topik pembicaraannya paling dihindari Hinata, mereka berbicara tentang pernikahan Shion dan Kakashi.

Masalah pernikahan sudah mengejutkannya, fakta tambahan tentang kehamilan Shion yang membuatnya paling kaget. Seingatnya, Kakashi bukanlah tipikal pria seperti itu.

"Kakashi meninggalkanmu itu karena kau membosankan."

Dengung suara Shion kala itu bergema di kepala Hinata. Istri Uchiha Sasuke itu menggelengkan kepala berusaha mengenyahkannya.

"Waktu yang kuhabiskan lebih banyak tapi aku tak memahami dirimu dengan baik, Kakashi." Gumam Hinata.

Hinata kira mendengar kabar mereka akan sangat menyesakkan, nyatanya kebimbangan Hiashi justru lebih menyita perhatiannya. Hinata selama ini menutup telinga tentang hal tersebut. Sayangnya, ia tak bisa abai kali ini.

Sekeras apapun Hinata menolak tetap saja Shion merupakan seseorang yang berbagi darah yang sama dengannya. Dia putri Hyuuga Hiashi juga. Sekarang ini Hinata telah menjadi orangtua, sedikit banyaknya memahami perasaan Hiashi.

Bayang wajah sang Papa telah berkerut, surai panjang kesayangannya telah memutih. Kesehatannya kerap kali bermasalah.

"Apa kau tidak kasihan dengan Paman Hiashi, Hinata ? Dia memang melakukan kesalahan, dia menyesalinya. Untuk membayar kesalahan Paman Hiashi memalingkan muka dari putrinya yang lain. Pikirkanlah itu baik - baik, Hinata. Sampai kapan kau menyiksa Papamu."

Hinata tersengguk. Tak ingin membuat putranya terganggu Hinata turun perlahan dari ranjang. Gawainya dia bawa. Hinata menuju lantai bawah.

Hinata menekan nomor satu yang merupakan panggilan cepat untuk suaminya. Butuh beberapa detik sampai Sasuke menjawabnya.

Begitu tersambung Hinata tak lagi menahan tangisnya. Di seberang sana Sasuke tentu panik. Berulang kali Sasuke bertanya dan meminta Hinata tenang dulu lalu berbicara. Butuh kurang lebih lima menit untuk Hinata mampu mengendalikan tangisnya.

Setelah itu Hinata mengatakan tentang pernikahan Kakashi dan Shion lalu Papanya. Sasuke mengakui telah mengetahui lebih dulu mengenai pernikahan mereka.

"Aku berniat mengatakannya sepulang dari sini." Sasuke terdengar menarik nafas panjang lalu kembali membuka suara, "Mungkin ini saatnya, Hinata."

"Benarkah ?"

Melelahkan ketika menyayangi sekaligus membenci di waktu yang sama. Hatinya sakit tapi tak bisa mengabaikannya.

"Sekarang apa yang kamu inginkan ?"

"Apa yang harus aku lakukan, Sasuke ?" Hinata balik bertanya. "Kalian terus memintaku berdamai. Tanpa tahu aku sudah berusaha keras mengenyahkan kebencianku khususnya pada Papa."

"Aku tersiksa menyayangi sekaligus membenci beliau, Sasuke. Beliau telah mengungkapkan penyesalannya tapi Sasuke kata maaf tak bisa membasuh luka."

Kenapa orang - orang dari masalalunya kembali hadir mengusik kedamaian hidupnya. Selama ini Hinata berhasil menutup mata, kini takdir memaksanya kembali bergelut dengan permasalahan belum usai.

"Kami hanya memberi dorongan padamu. Jika kamu mau melakukannya kamu bisa menganggap itu pemutus hubunganmu dengan masalalu itu. Sayang, bukannya kamu pernah bilang mampu memaafkan seseorang artinya kamu menang melawan egomu."



Only U  ✔️Where stories live. Discover now