DuaPuluhDelapan

928 175 62
                                    

🍁🍁

"Hanabi," Teguran Hiashi berikan kala melihat Hanabi bersikap tidak sopan pada Shion.

"Papa, kenapa biarkan anak itu kesini ?" Tatapan Hanabi menajam. Terlihat jelas Hanabi sudah terbawa emosinya. "Aku yakin mendengar Papa menjanjikan tidak akan membawa anak itu ke rumah."

"Jangan bersikap kasar pada Ayah, Hanabi. Ini bukan salah Ayah. Aku yang ingin..."

"Aku tidak bertanya padamu, sialan." Desis Hanabi melirik tajam Shion.

Shion diperlakukan seperti itu cukup kaget hingga tanpa sadar dia mengambil langkah mundur.

"Dia hanya bertamu."

"Dengan membawa tas besar. Bertamu atau menginap." Cecar Hanabi.

Hiashi merasa pening. Dirinya salah perhitungan. Harusnya Hanabi kembali dari tugasnya dua hari lagi makanya Hiashi mengizinkan Shion datang. Shion ingin melihat kediaman ayahnya, Hiashi mendengar itu pun merasa miris. Ia kira tidak salah mengizinkan Shion barang sejenak melihat kediaman ayahnya.

"Aku tidak tahu apa yang dipikirkan Papa. Papa dan Kakak tidak baik - baik saja, bukannya berusaha memperbaiki Papa malah kembali ingkar janji." Ujar Hanabi pedas. "Papa ingin menghancurkan keluarga ini sehancur apa lagi."

Tatapan milik Hanabi bagai pisau mengoyak jantung Hiashi.

"Hanabi.... bagaimana pun Shion anak Papa. Salahkah seorang ayah memenuhi keinginan kecil putrinya." Hiashi lelah dengan semua ini.


Hanabi menghela nafas. Lalu dia melangkah ke dalam rumah tempatnya tumbuh. Rumah yang menyimpan sejuta kenangan indah keluarganya. Rumah yang meninggalkan jejak sentuhan ibundanya di setiap sudutnya.

"Jangan jadi seperti Kakak, Hana. Kembalilah ke rumah. Berbaikanlah dengan Papa."

Kalimat Kakaknya itulah yang membawa Hanabi kembali ke rumah. Kalimat yang dilontarkan Hinata dengan nada bergetar. Kalimat yang diucapkan Hinata tanpa memandangnya.

"Aku pulang, Pa." Seru Hanabi begitu memasuki ruang keluarga. Hiashi terlihat jelas kaget akan kepulangan anak bungsunya. Lalu senyum tulus terukir di wajah Hiashi.

"Selamat datang kembali, Hanabi." Jawab Hiashi seraya menyongsong putrinya. Direngkuhnya tubuh Hanabi. "Selamat datang kembali, anakku. Terimakasih.... Terimakasih sudah mau kembali pada Papamu ini."

Hanabi hanya merengkuh balik orangtua tunggalnya. Ada rasa sesal bercokol di hati Hanabi. Tidak seharusnya dia bersikap jahat seperti itu. Seharusnya Hanabi mencoba memahami posisi beliau lebih dalam lagi.

Dan pikiran Hanabi kembali jernih usai tiga hari menjauh dari Hiashi. Terimakasih Hanabi ucapkan pada sang kakak.

"Jika kau disini Papa akan sendirian, Hanabi. Kembali dan temanilah Papa."

"Kenapa Kak ? Kenapa kakak tidak mau melakukan ini juga. Papa mengharapkanmu kembali membuka hati. Papa pasti ingin merengkuh kembali putri kesayangannya." Batin Hanabi sendu.

Mudah memberi nasihat tapi tidak dengan menjalankannya. Hinata sendiri membuktikannya.

🍁🍁

Pertemuan yang tidak diharapkan datang. Di luasnya pusat perbelanjaan ini Hinata kenapa bisa bertemu dengan pasangan Hatake. Rasanya Hinata menyesal menolak ajakan Ibu mertuanya tadi. Mood Hinata anjlok seketika.

"Kak Hinata." Suara Shion terdengar riang.

"Hinata."

"..."

"Lama tidak bertemu, Hinata." Kakashi terlihat canggung.

Hinata masih tidak bersuara. Melihat Kakashi dan Shion didepan mata kilas balik pengkhianatan berputar di kepala Hinata.

Gambar perkumulan Kakashi dan Shion di apartemen itu. Karena perkumulan mereka membuat Kakashi melupakan janjinya pada Hinata. Membuat Hinata menunggu di tengah turunnya salju.

Sakitnya pengkhianatan itu kembali merengkuh Hinata.
Alhasil sorot mata Hinata menajam. Terpancar jelas kebencian disana. Lakon dari kehancuran hatinya ada didepan mata.

"Hinata."

Kakashi tersentak melihat sorot mata yang sama seperti dia mematahkan hati Hinata dulu. Disitu Kakashi tahu kenapa Sasuke bersikeras menolak mempertemukannya dengan Hinata. Luka itu masih mengangga, amarah itu masih membara. Tidak baik untuknya mengusik. Kakashi pun berniat membawa Shion menjauh tapi dia terlambat.

"Kakak. Aku senang sekali bertemu denganmu." Shion tidak menutupi rasa senangnya. Di masa kehamilan ini Shion ingin melihat saudara perempuannya. Tuhan baik mengabulkan keinginan bertemu saudara seayahnya ini. "Aku ingin sekali melihatmu, Kak Hinata. Sepertinya anakku menginginkan disentuh olehmu."

Kakashi merutuki ketidakpekaan Shion akan situasi yang ada. "Shion."

Tidak mau membuat keributan Hinata bermaksud pergi.

"Kakak." Shion mencekal tangannya. "Aku..."

Sentuhan Shion pada tangan Hinata reflek disentaknya. Sentakkan kuat itu membuat Shion hampir terjatuh andai Kakashi tidak sigap menangkapnya. "Jangan menyentuhku, menjijikkan." Desis Hinata tajam.

"Sikapmu sudah keterlaluan. Hampir saja kau mencelakai Shion." Tanpa sadar Kakashi menaikkan suaranya.

"Aku tidak peduli. Salahkan sikap lancangnya." Balas Hinata dingin.

"K-kak Hinata." Degup jantung Shion naik. Hampir saja dia jatuh.... Itu membahayakan janinnya.

"Mau sampai kapan kau membenci kami, Hinata. Semua sudah berlalu. Kau sudah mendapat kebahagiaan, bukan ? Kenapa... Kenapa kau masih menggenggam kebencian itu. Tidak bisakah kau memaafkan kami." Seru Kakashi. Dia ingin semuanya selesai.

"Ah, sepertinya kau sudah lupa seperti apa aku ini, Hatake Kakashi." "Memaafkan ? Tidak semudah itu, Hatake Kakashi. Setiap melihat wajah kalian, aku selalu dibawa kembali di hari aku tahu pengkhianatan kalian. Di hari yang seharusnya kau habiskan waktu untuk membeli cincin pertunangan."

"Bawa sampai mati rasa bersalah kalian." Tukas Hinata melangkah pergi.

🍁🍁

29012022

Only U  ✔️Where stories live. Discover now