MEMORIES

143 40 4
                                    

"Hal yang paling sering diingat ialah masa lalu. Sedangkan yang selalu difikirkan itu masa depan."

Jakarta 6 juni.

Jreng.

Jreng.

Evening shadows make me blue

When each weary day is through

How I long to be with you, my happyness

Sebuah petikan gitar dan nyanyian menggema diseluruh penjuru kafe. Suaranya yang merdu pun mampu menenangkan suasana hati para pengunjung. Dia menyanyi bukan tanpa alasan, tapi karena dia sedang merindukan seseorang. Lewat lagu itu dia bisa merasakan ketenangan. Dia emang sering menyanyi dikafe tersebut. Hitung-hitung untuk menghibur dirinya sendiri dan juga para pengunjung.

Every day I reminisce

Dreaming of your tender kiss

Always thinking how I miss my happiness

Seorang gadis yang menyanyi tadi melanjutkan nyanyiannya sambil memejamkan kedua matanya, menikmati disetiap lirik yang ia ucapkan.

A million years it seems

Have gone by since we shared our dreams

But I'll hold you again

Semua ingatan tentangnya bersama dengan sang kakak terus berputar bagaikan kaset yang rusak. Safa menggigit bibir bawahnya, mencoba untuk menahan sakit dihatinya.

There'II be no blue memories then

Wheter the skies are gray or blue

Any place on earth will do

Just as long as I'm with you, my happiness

Semakin lama safa menyanyi, semakin sakit pula yang ia rasakan dihatinya.

Wheter the skies are gray or blue

Any place on earth will do

Just as long as I'm with you, my happyness...

Safa mengakhiri nyanyiannya dengan senyuman manis.

Prok.

Prok.

Seluruh pengunjung kafe bertepuk tangan.

"Suaranya bagus banget ya"komentar salah satu pengunjung kafe.

"Iya, lagunya mengkhayati banget. Gue jadi ikutan sedih"ucap yang lain.

Safa meletakkan gitar nya ditempat semula, kemudian bangkit berdiri.

"Terima kasih"ucapnya.

Setelah itu dia langsung turun dari atas panggung, menuju meja dekat jendela dan mendudukinya. Safa membuka ranselnya, mengambil sebuah album foto. Tangannya perlahan membuka album tersebut secara perlahan. Lembaran demi lembaran dia buka, hingga tak sadar jika air matanya jatuh membasahi pipi kala melihat foto dirinya yang tengah tersenyum bahagia sambil dipeluk oleh sang kakak tercinta yang sudah pergi untuk selama-lamanya.

"SAFA"sebuah teriakan keras langsung menyadarkannya kedunia nyata. Dengan cepat dia menghapus air matanya.

Safa menoleh kesumber suara dan mendapati alma yang sedang berlari ke arahnya bersamaan dengan keno yang berjalan santai dibelakang alma.

"Huh..huh..huhhhh"begitu sampai dimeja safa, alma langsung ngos-ngos-san seperti sesudah lari maraton.

"Gi-gimana? Apa l-lo udah huh..nyanyi huh..huh"tanya alma masih dengan napasnya yang tak beraturan.

"Atur dulu napasnya al"peringat safa.

"Tau tuh, kek orang berpenyakitan asma aja"sahut keno sambil memutar bola matanya malas.

Alma mengikuti petunjuk safa dengan mengatur napasnya terlebih dahulu. Setelah dirasa nafasnya sudah kembali seperti semula, dia kembali melanjutkan kalimatnya tadi yang sempat terputus.

"Gimana? Lo udah nyanyi kan?"ranyanya.

"Udah"jawab safa.

"Yahh.."alma mendesah kecewa.

"Padahal gue udah lari dari rumah sampai sini, tapi pas udah sampai malah udah selesai"lanjutnya dengan muka yang setengah ditekuk.

"Heleh. Lari dari rumah sampai kesini apanya, orang tadi lo kesini sama gue naik motor"cibir keno.

"Sampai sini naik motor?"tanya alma.

"Bukannya ditengah jalan tadi motor lo mogok dan nyuruh gue buat jalan kaki! Bahkan gue sampai lari kesini. Tapi kenapa lo bilangnya sampai sini naik motor?"alma bersidekap dada.

Keno menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. "Ya, tapi kan lo tadi dari rumah gue bonceng al"

"Tapi tetep aja ujung-unjungnya lo nurunin gue dipinggir jalan! Dan berakhir dengan gue yang lari sampai kesini" bantah alma.

"Terus kenapa tadi lo bilang lari dari rumah sampai kesini? Kan udah jelas lo larinya dari jalan cempaka no empat sampai ke kafe ini"ucap keno yang membenarkan.

Alma menghela napas lelah. Berdebat dengan keno tidak ada gunanya. Terpaksa dia harus mengalah. "Iya deh, iya. Serah lo aja"

Safa yang mendengar itu pun hanya bisa tersenyum. Dia memaklumi keduanya. Karena memang alma sama keno itu kalau disatuin pastinya bakalan adu bacot dan berakhir dengan salah satu diantara mereka yang mengalah. Dengan keterpaksaan pun alma lah yang harus mengalah disetiap kali mereka adu bacot.

"Gemes deh"keno mencubit gemas kedua pipi tembem alma.

"Aww..sakit lah bodoh!"alma menepis kasar tangan keno dan hendak memukul punggung cowok itu, tapi dengan cepat keno menghindar.

"Gak kena. Wlee.."keno memeletkan lidahnya ke arah alma, kemudian dia langsung berlari.

Alma langsung tersulut emosi kala keno menjulurkan lidahnya. Merasa diejek akhirnya alma pun mengejar keno dengan emosi yang berkilat dimatanya. Bukannya keno merasa takut, justru dia semakin ketawa. Menurutnya menjaili alma itu adalah hal yang bisa membuatnya terhibur.

Keduanya lari mengelilingi meja tempat duduk safa. Safa yang melihatnya hanya menggelengkan kepalanya sambil ikutan tertawa melihat tingkah kedua sahabatnya.

Dan entah sejak kapan, semakin lama alma dan keno yang saling kejar-kejaran bisa membuat safa teringat dengan sang kakak yang dulu sering menjailinya dan berakhir kejar-kejaran sambil tertawa seperti apa yang alma dan keno lakukan.

Dia menghela napas panjang. "Aku kangen sama kak reza"ucapnya lirih sambil melihat foto reza yang terpampang jelas didalam album foto tersebut.

Padahal kepergiaan sang kakak sudah lima tahun lamanya, tapi safa masih belum bisa menerimanya. Safa memang sangat menyayangi kakaknya, dan oleh karena itu dia selalu merindukannya. Karna cuma reza lah yang bisa mengerti tentang dirinya.

B E R S A M B U N G

Senja Terakhir [REVISI]Where stories live. Discover now