Ha?

954 180 29
                                    

Severus menghembuskan napasnya dengan pelan, ingin sekali ia menutup kedua telinganya dari suara yang berada tepat di samping telinga kirinya.

Ia mulai merasa menyesal telah menawarkan diri untuk menjemput anak cerewet yang kini sudah menempel di punggungnya layaknya seekor koala.

"-maksudku aku bukannya lemah 'oke? Aku hanya malas berjalan saja."

"Hm.." Severus menganggukkan kepalanya dengan malas, "saking malasnya, kau terus terjatuh setiap 3 langkah setelah kita berpijak di tanah."

Remianda mendecih dan memanyunkan bibirnya seraya ia menyandarkan dagunya di pundak Severus. Pipinya memerah mengingat berapa kali ia terjatuh dan tak bisa menyeimbangkan dirinya sendiri dikarenakan kepalanya yang pusing sehabis bertransportasi lewat portkey sialan itu. Alhasil, ayah baptisnya harus menggendongnya untuk mempercepat pergerakan mereka untuk mengembalikannya ke perawatan Madam Pomfrey.

Ia menutup kedua matanya, membiarkan hidungnya mencium aroma khas ramuan yang berada di baju ayah baptisnya itu. Pikirannya kembali terfokuskan pada sosok kembaran yang baru berpisah dengannya beberapa menit yang lalu.

Remianda membuka matanya dan bersuara pelan, "kau perlu untuk bersikap pada Harry lebih baik lagi, profesor."

"Kenapa?"

Remianda menutup matanya, "karena dia adalah anak-anak," ia mengindikkan bahunya dengan pelan seraya kesadarannya mulai direnggut oleh rasa kantuk, "dan anak-anak tak seharusnya menerima balasan atas perbuatan orangtuanya."

.

Severus menatap Remianda yang tengah tertidur pulas di ranjang pasiennya. Ia menatap paras dan rambut merah yang mengingatkannya pada Lily.

"Anak-anak tak seharusnya menerima balasan atas perbuatan orangtuanya."

Kalimat itu sukses membuat Severus berhenti sejenak untuk mencerna kalimat yang dilontarkan oleh Remianda, namun ketika ia ingin menanyakannya pada pelontar kalimat tersebut, ia malah disambut dengan dengkuran pulas dan liur di pundaknya.

"Banyak pikiran, Severus?"

Severus menoleh menatap atasannya yang tengah tersenyum padanya sembari berjalan mendekati Remianda yang tertidur, ia menaruh tangannya di dahi anak itu.

"Dia pasti kelelahan" komennya sebelum tersenyum menatap Severus, "melihat bagaimana kedatangan kalian, kuharap hubungan kalian sudah memiliki perkembangan."

Severus menajamkan pandangannya, pikirannya sontak kembali ke image dimana ia menggendong Remianda yang seperti koala di punggungnya.

"Anak itu kerap kali terjatuh dan aku-"

"Tak tega?" Sela Dumbledore dengan senyum dan binaran mata yang jahil.

Severus dengan tampang kosong tak melanjutkan perkataannya yang terpotong oleh atasannya yang kekanak-kanakan. Ia menatap sosok Remianda yang terbaring tidur di tempatnya.

"Hagrid bercerita padaku setelah ia mengantar Remianda," cerita Dumbledore dengan binaran jahil di matanya menghilang, "dia mengatakan bahwa Remianda bersikap berbeda."

"Anak-anak tak seharusnya menerima balasan atas perbuatan orangtuanya."

Dumbledore menatap Severus yang termenung, "dari ekspresimu, apa kau menyadarinya juga?"

Severus menatap Dumbledore sedikit lebih lama, dan mengindikkan bahunya dengan kedua tangannya yang terlipat di depan dadanya, "anak itu selalu berbeda setiap saat. Tak ada yang spesial. Dia memang selalu aneh."

Dumbledore berpikir sejenak, telunjuknya mengetuk meja di samping tempat tidur Remianda, "Aku rasa kita perlu untuk mengawasinya lebih dekat, Severus."

Severus mendengus, "kau dan aku sama-sama tau bahwa Sybill selalu berkata hal yang aneh, Dumbledore. Jangan bilang padaku bahwa kau percaya bahwa orang yang ada dalam ramalan konyol Sybill adalah Remianda."

"Severus, mungkin-"

"Tidak masuk akal jika ramalan itu menuju pada anak ini. Sybill dengan jelas mengatakan bahwa orang yang berada di ramalannya telah datang, jika ia merujuk pada Remianda, bukankah itu agak terlambat? Kenapa baru meramal sekarang? Kenapa tidak waktu anak ini baru lahir?"

Severus mengatur nafasnya, sudah lama ia tidak berbicara panjang lebar. Ia cukup terkejut dengan emosi yang ia rasakan sekarang. Ia cukup yakin kepala sekolahnya akan tersenyum dengan binaran matanya yang konyol dan mengejeknya karena bertingkah seperti bukan dirinya sendiri.

Namun Severus salah. Dumbledore hanya berdiri dengan senyuman sendu.

"Sedarah dengan harapan terakhir dunia," Dumbledore menatap Severus, "sejak dulu, bukankah Harry telah menjadi harapan terakhir kita?"

Mereka terdiam untuk waktu yang lama. Keduanya sama-sama tenggelam dalam pemikiran masing-masing hingga tak menyadari anak berambut merah yang mereka bicarakan perlahan bangun dari tidurnya.

"Profesor?"

"Apa yang kalian lakukan disini?" Remianda mengusap kedua matanya dengan acuh, menghilangkan kotoran matanya. Ia berkedip-kedip untuk menyesuaikan penglihatannya sebelum menatap kedua profesor yang hanya diam ketika ditanya.

Melihat diamnya mereka, perasaan tak enak Remianda muncul, "kenapa kalian hanya diam? Apa sesuatu telah terjadi selama aku tidur?" Melihat profesornya tetap diam, perasaannya semakin tak enak, "ada apa dengan kalian? Apa yang terjadi? Apa ada masalah? Kenapa kalian hanya diam?"

"Remianda," panggil Dumbledore dengan serius, "aku dan Severus telah berbicara. Ada sesuatu yang perlu kau ketahui.."

Jantungnya serasa ingin keluar dari tubuhnya. Ia tidak tau sejak kapan hatinya berdoa agar apapun yang dikatakan oleh Dumbledore tidak menyangkut keselamatan Harry.

Tolong jangan Harry

Tolong jangan Harry

Tolong jangan Harry

Tolong jangan Harry

Tolong jangan-

"Kau akan tinggal bersama dengan Severus."

"Oh syukurlah.." Remianda menghembuskan nafasnya dengan lega. Harry masih aman. Dumbledore hanya mengatakan untuknya tinggal bersama dengan Severus. Tak masalah. Ia hanya perlu tinggal bersama dengan... dengan... "DENGAN SIAPA?!"



Remianda Liliev Potter 2Where stories live. Discover now