Chapter 2

22 8 20
                                    

Sebelum masuk ke dalam hutan Eyther yang terletak di tengah kota Meriah. Haden menitipkan mobil di rumah paman Ryu. Rumah pria itu terletak lima belas meter dari hutan. Paman Ryu adalah teman ayahnya. Ketiga anak muda itu sekarang tengah berada di tengah hutan. Mereka berjalan di jalan setapak tanah, yang lebarnya kurang lebih tiga meter.

"Menurut paman Ryu, tanaman yang kita cari ada di sini," ucap Haden memasang pose berpikir.

"Baguslah, kalau begitu jadi kita tidak perlu masuk ke hutan yang lain lagi," sahut Sava seraya menatap ke sekeliling.

"Menurutku hutan ini tidak terlalu menyeramkan," ungkap Eisha setelah menyapukan pandangan ke sekitar yang tampak indah dan juga bersahabat, tak ada hal yang menakutkan.

''Kau benar, aku pun berpendapat begitu," timpal Sava yang mengangguk setuju.

"Iya, memang dilihat dari luar hutan ini tidak menyeramkan, tetapi sebenarnya hutan ini menyimpan bahaya," sanggah Haden.

"Hah? Apa maksudmu? Haden?" tanya Eisha mengernyitkan dahinya dengan ekspresi bingung. Sava juga menatap Haden menuntut penjelasan.

Haden menoleh sebelum menjawab. "Kata paman Ryu, di sini ada banyak jebakan."

"Jebakan?" beo kedua gadis yang berusia delapan belas tahun itu secara bersamaan. Haden mengangguk mengiakan. 

"Tetapi apa buktinya? Kita sama sekali tidak terkena jebakan?" tanya Eisha balik.

Ya, bila di sini memang ada banyak jebakan. Mengapa tidak terjadi sesuatu? Paling tidak salah satu jebakan mengenai mereka, batin Eisha.

"Iya, aku juga sependapat dengannya," ucap Sava menoleh menatap Eisha yang berjalan di sampingnya.

Haden pun akhirnya terdiam memikirkan perkataan kedua temannya yang tampak masuk akal.

Apa yang dikatakan Sava dan Eisha itu memang ada benarnya. Mana mungkin hutan seindah ini mengandung bahaya? pikir Haden.

Keheningan menguasai langkah ketiga anak muda itu. Mereka sibuk berada di dalam pikiran masing-masing.

"Apa mungkin paman Ryu hanya mengerjai saja?" ucapnya dengan pelan.

"Hah, sudahlah tak usah dipikirkan lagi," ujar Haden mengendikkan bahu tak peduli.

Haden mengambil secarik kertas abu abu dari dalam kantong celananya. Berisi nama tanaman yang harus dicari. 

1. Orthosiphan Spicatus,
2. Limbago,
3. Loster,
4. Oxlipe,
5. Axlin Balanz

Beberapa jam telah berlalu tanpa menemui hal yang membahayakan membuat ketiganya semakin percaya jika perkataan menakutkan itu hanya untuk membuat mereka ketakutan.
Empat tanaman telah berhasil ditemukan dan diletakkan di dalam keranjang rotan.

Mereka memutuskan istirahat sejenak di bawah pohon yang rimbun dan sejuk. Rasa lelah dan letih sedikit terobati. Eisha sedang mengusap cairan bening yang mengalir di wajahnya. Ternyata mencari tanaman di hutan itu banyak menghabiskan tenaga dan membuat kaki pegal juga. Ketiganya mengambil botol yang dibawa, lalu minum beberapa tegukan menghilangkan dahaga.

Sava memberikan cup cake kepada Haden dan Eisha. Mereka makan bersama-sama sambil sesekali minum air. Cuaca tidak terlalu panas cenderung bersahabat, tak lama kemudian terdengar suara kicauan burung bernyanyi yang membuat ketiganya mengantuk.

"Kenapa aku merasa mengantuk sekali? Apa mungkin faktor kelelahan?" Eisha berusaha untuk mempertahankan kesadarannya, tapi dia tetap kalah. Dia akhirnya tertidur seperti Sava dan Haden yang sudah lebih dulu tertidur.

Sweet LoveWo Geschichten leben. Entdecke jetzt