D & C: [29]

152 6 23
                                    

Gadis itu melangkah penuh keraguan menghadap seseorang yang sudah menunggu bagaimana hasil dari aksinya yang gagal.

Sebuah tendangan langsung saja meluncur saat baru saja ia menghadap temannya yang tengah memasang wajah menahan kesal.

"Sya," panggilnya di sela-sela menahan kesakitan.

"Gue sampe rela masuk BK biar lo gak ketahuan tapi mana hasilnya? Lo berani ngelanggar omongan gue?!" tanyanya dengan nada penuh amarah.

Tangannya bergerak menyeret tubuh Lily dengan menarik rambut gadis itu tanpa rasa kasihan sedikit pun. Lalu seseorang di sana memberikan sebuah kayu yang berukuran memang tak terlalu panjang.

Melihatnya membuat Lily menggelengkan kepala dengan wajah penuh memohon. "Jangan ... maaf," ucapnya lirih.

Sontak pukulan dari kayu panjang itu meluncur dengan mulus ke arah tubuh Lily hingga gadis itu memejamkan mata untuk menahan rasa sakit.

Tak hanya sekali atau dua kali, hingga pukulan ketiga, dia baru melemparkan kayu itu ke arah temannya dnegan berkata, "simpen kayu itu di tempatnya biar gak ada yang curiga."

Disusul tamparan keras yang tak lupa ia sematkan di tengah-tengah bergetarnya sekujur tubuh Lily. Hingga darah mulai terlihat dari hidung serta beberapa bagian tubuh gadis itu.

Masih belum juga dibuat sadar, ia melanjutkan aksinya dengan membuka botol minum yang masih utuh, untuk ia siramkan pada tubuh Lily.

"Sya, udah!" Ia menahan pergerakan temannya karena sadar bahwa aksi yang dilakukannya bisa menimbulkan akibat yang sangat fatal. Bisa jadi Lily terbunuh karena gadis itu tak memberikan perlawanan.

Akhirnya ia mengakhiri aksinya dengan meludah ke arah wajah Lily.

Lily sudah terbaring lemah tak berdaya. Samar-samar ia melihat dua orang itu yang masih memandanginya.

Ia pun tak mampu bergerak ataupun mengeluarkan panggilan permohonan maaf.

"Biar dunia adil. Orang kayak lo pantes jadi tempat orang kayak gue ngelempiasin semuanya," ujarnya memutuskan untuk mengakhiri, "untungnya gak ada yang peduli sama lo. Kakak lo juga gak pernah sepeduli itu sama lo, 'kan? Dia gak bakal tahu kalo adiknya jadi korban perundungan yang gue lakuin."

Tak ada raut bersalah yang terpajang. Dengan santai ia memberikan isyarat pada temannya untuk mulai pergi meninggalkan Lily sendirian di sana.

Lily tak benar-benar sendirian. Seseorang telah merekam jelas semua kejadian barusan. Dan kini, ia hanya tengah menunggu seseorang datang.

~~~

Langkah kaki lelaki itu bergerak dengan sangat cepat. Bagaimana mungkin ia membiarkan semua begitu saja saat sebuah pesan yang ia terima, memberitahukan keadaan sahabat yang sudah ia anggap sebagai adiknya.

+62*********

[Rea dirundung di belakang sekolah.]

Pesan dari nomor tak dikenalinya benar-benar membuatnya merasa khawatir. Tidak mungkin ia membiarkan Rea dalam keadaan seperti itu.

Hingga sampailah langkah kakinya menapaki tanah belakang sekolah. Pandangannya langsung menangkap sebuah tubuh yang terbaring lemah.

Cepat-cepat ia menghampiri untuk memastikan sangkannya. Dan memang benar, tubuh yang terbaring lemah itu bukanlah Rea, melainkan adik kandungnya.

"Ly ...," panggilnya penuh rasa khawatir. Hendak mengangkat tubuh adiknya itu untuk ia bawa, tetapi suara seseorang di belakang menghentikan pergerakan.

"Saya kira kamu tidak akan peduli. Saya memakai nama Rea agar kamu datang ke sini." Suara itu berhasil membuatnya menoleh dengan tatapan yang dihasrati amarah.

Diamond & CrystalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang