Mau ramen?

3 1 0
                                    

21 Mei 20xx

Tengah malam aku terbangun. Tepatnya pada pukul 1 pagi. Perutku sakit karena ingin buang air kecil dan belum makan sesuap nasi dari pagi tadi.

Semua kosong. Tidak ada siapapun di kasur tempat tidurku selain diriku sendiri. Kehangatan yang aku mimpikan adalah hasil dari selimut yang menutupi diriku.

Hujan di luar masih ada. Sedikit lebih lebat dari sebelum aku tidur.

Ingin berniat langsung kembali tidur, semua itu sia-sia. Pedih sekali rasanya perutku sekarang.

Beranjak pergi ke dapur dan berniat merebus ramen, aku menemukan dia. Dia yang baru saja keluar dari kamar kecil. Masih memegang ganggang pintu yang sudah tertutup, dia menatap diriku. Terpaku pandang melihat satu sama lain.

Ternyata mimpiku adalah kenyataan. Bukan karena hanya rindu.

"Kau ingin makan ramen?"

Dari sekian banyaknya pertanyaan, yang terpilih pertanyaan itu. Aku tidak tau kenapa kalimat itu, spontanitas keluar begitu saja dari mulutku. Mungkin karena faktor lapar, jadi yang ada dalam pikiran itu saja.

Kami makan ramen bersama. Dia menjelaskan kenapa tengah malam dia datang ke rumah. Katanya, rindu yang dimiliki sudah kapalang membesar. Tidak kuat lagi untuk ditahan. Berhubung dia tau juga berapa nomor password rumah karena Dion sering datang. Dia juga menjelaskan kemana semingguan ini. Pulang kampung. Alasan yang sama dengan teman divisinya.

"Sesekali ajak aku juga ya ke sana, boleh?" maksudku ke kampung halamannya.

Dion mengunyah mie, sebelum aku mengatakan itu. Meminum air putih lantas menjawab, "Boleh...." dia menyumpit kembali mie, ingin bersiap disuap. "Tapi tidak janji."

Diriku otomatis menatapnya sinis dirinya yang sedang memakan ramen. Aku tau kok dia bercanda, jadi aku lupakan semua itu. Pasti nanti juga diajak.

Kami mengobrol banyak di meja makan. Membahas hal random yang memang aku sukai. Salah satu hal yang ingin aku dengar selalu dari Dion, yaitu suaranya.

Di meja makan sampai di satu kasur yang sama. Suaranya adalah hal candu yang ingin selalu aku dengar. Kali ini berpelukan sambil berhadapan. Dia mengalunkan lullaby. Bukan lagu, bukan juga story. Hanya suaranya yang memang aku anggap sebagai segala dari banyaknya serta semua cara pengantar tidur di dunia, yang paling ampuh bahkan tercepat untuk bisa tidur adalah suaranya.

Sebenarnya aku menahan diri untuk tidak tertidur, namun dia dengan sengaja lebih mengeratkan pelukanannya dan mengusap suraiku secara perlahan.

Dinginnya suasana, ributnya angin di luaran sana membuat semuanya terlupa.

Love Rain✔Where stories live. Discover now