BAB 32 | Disturbing Dream

419 96 6
                                    

"Asteria Evergreen menikah dengan keturunan Navier, keluarga yang terkenal dengan hampir semua keturunannya memiliki elemen angin. Aku tidak tahu jelas ibumu adalah keturunan siapa, karena kisah Asteria Evergreen sudah berpuluh-puluh tahun berlalu. Namun sepertinya, kemampuan evolusi elemen milikmu ada kaitannya dengan kau seorang keturunan Navier."

"Bagaimana kau bisa tahu sebanyak ini?" Tanya Luna.

"Keluargaku, mereka menceritakan banyak hal tentang masa lalu. Cerita-cerita mengenai para leluhur keluarga." Lima melirik Luna, sesaat menghentikan ceritanya hanya untuk melihat ekspresi penasaran gadis itu "tentang anak kedua Evergreen atau adik Asteria Evergreen yang menikah dengan seorang Dagworth."

"Maksudmu, kau..." Luna menutup mulutnya, tak sanggup melanjutkan kata. Memandang Liam dengan sorot tak percaya.

Liam tersenyum penuh arti sebelum menjawab, jawaban yang sanggup membuat Luna tercengang untuk yang ke sekian kalinya. "Yah aku adalah keturunan Evergreen."

Ini benar-benar hari yang penuh kejutan bagi Luna.

"Kami terikat satu keluarga dengan leluhur yang sama, Evergreen, Navier, Dagworth dan Fletcher juga."

"Aku mengerti, jadi kita sepupu?"

"Ya, jika kau mengakuinya."

"Apa ini?" Luna terkekeh "kau tidak senang bahwa kita sepupu?"

"Aku tidak menduga kau mengartikannya seperti itu," kata Liam, tersenyum tipis "aku hanya memiliki perasaan netral tentang hal itu."

Raut Luna menjadi bingung, tidak paham sama sekali dengan perkataan Liam, tapi sepertinya Liam juga tidak berniat menjelaskan lebih banyak padanya. Jadi Luna mengedikan bahu, tidak melanjutkan dan kembali ke buku dipangkuannya.

"Sejarah elementis cukup panjang dari yang kuduga," kata Luna.

Liam melirik "memang, seperti layaknya sejarah manusia yang panjang."

"Tapi sepertinya tidak ada sejarah mengenai elementis pertama," ujar Luna.

"Tidak ada yang tau siapa yang pertama, tapi elementis sudah banyak sejak ribuan tahun, meski saat itu tidak sebanyak sekarang," kata Liam, menjelaskan.

Luna mengangguk paham "tapi selalu ada yang pertama bukan?"

"Menurutku juga begitu," timpal Liam.

Keduanya membaca buku-buku di rumah tua Evergreen cukup lama, sampai akhirnya Luna merasa matanya mulai lelah dan memutuskan untuk datang dihari lain untuk membaca sisa buku. Dia tidak bisa membawa buku-buku di sana karena merasa tidak berhak, jadi kembali di waktu lain, adalah pilihan yang tepat.

Liam mengantar Luna sampai di depan rumah, dan kemudian pamit. Dia juga berjanji akan kembali menemani Luna bila Luna ingin kembali ke rumah tua Evergreen. Luna melambai mengirik kepergian Liam.

Energinya terkuras cukup banyak hari ini, sementara dia harus memahami tentang kekuatannya, Luna juga harus menerima fakta bahwa salah satu teman baiknya adalah seorang penipu. Joy yang baik dan lemah lembut yang Luna kenal, siapa yang akan mengira bahwa sifat aslinya seperti itu. Luna seperti melihat orang yang berbeda.

Tiba-tiba, suara kukuan burng terdengar, mengambil atensi Luna. Dia melihat seekor burung berteger di pagar depan, matanya yang hitam pekat sesaat mengingatkan Luna pada seseorang. Namun Luna segera menggeleng, pikirannya terlali rancu, jadi dia tidak memikirkannya lagi dan segera masuk ke dalam rumah.

___

Kegelapan menelannya, tubuhnya ditarik paksa oleh sulur-sulur panjang yang melilit kakinya, membawanya ke dasar warna merah yang semakin lama berubah pekat dan menghitam.

Lalu, tiba-tiba saja, suara jeritan terdengar. Menghantam gendang telinganya. Api biru berkobar, membakar apa pun yang ada di tempat itu.

Seorang wanita bergaun putih tampak meraung, memelototi gaun putih yang di kenakannya dengan perlahan di timbuli bercak darah yang semakin lama semakin banyak, sehingga pada akhirnya merubah gaun itu menjadi merah-semerah darah.

Wanita itu meraung, lalu kemudian raungan itu berubah menjadi tawa keras. Jenis tawa melengking seperti orang yang telah kehilangan kewarasan.Lalu, gravitasi menariknya, menghempaskannya ke atas tanah yang di tumbuhi ilalang. Tinggi ilalang itu sama dengan tinggi badanya atau saat ini memang tubuhnya yang telah merosot menjadi kecil

"Zean!"

Zean berbalik cepat, pandangannya menyapu sekelilingnya, berusaha mencari asal suara lembut itu.

"Zean!"

Pada panggilan kedua itu, kakinya bergerak, berlari dengan cepat. Tangannya menyingkirkan ilalang penghalang untuk membuat celah.

Dia berlari dan terus berlari. Berusaha mencapai tempat di mana suara itu berasal. Namun ia tak pernah menemukannya. Seberapa cepat kakinya berlari atau seberapa jauh ia mencari, dia tak pernah menemukannya.

Zean tersentak, bangun dari tidurnya.
Langit-langit kamar adalah yang menyambutnya pertama kali ketika Zean membuka matanya. Iris hitam segelap malam itu berotasi, memandangi sudut-sudut ruangan yang remang, hanya ada satu  tempat yang disinari cahaya. Jendela yang tak sepenuhnya tertutup gorden sehingga meninggalkan cela bagi cahaya bulan menerobos masuk.

Kilasan dari mimpi yang baru saja dialaminya sungguh acak, sehingga Zean bahkan tak yakin tentang apa sebenarnya mimpi itu.

"Ah, sial!" Umpatnya, mengerang keras dengan kesal.

Zean menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya pelan. Ia masih memperhatikan keadaan kamar yang gelap dan hening. Sesaat dirinya mengira bahwa ini masih di asrama, tapi kemudian ingat bahwa sekolah telah diliburkan.

"Ahk..."

Tiba-tiba Zean meringis, merasakan sesuatu menusuk-nusuk lengannya. Rasanya juga seperti terbakar. Zean mencengkram lengan kirinya kuat-kuat, menekannya, seolah apa yang dia lakukan bisa menghilangkan rasa sakit yang tengah dideritanya. Tapi apapun yang dia lakukan, tidak memiliki pengaruh apapun.

Tubuh Zean kembali jatuh ke atas kasur. Dia menahan rasa sakit sekaligus menahan suara, tidak ingin seseorang terganggu oleh penderitaannya.

Zean memejamkan mata, berharap rasa sakitnya akan hilang dan dia bisa kembali tidur. Tidak enak rasanya jika mengantuk dipagi hari.

To Be Continued

To Be Continued

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.
The Frost Souls ✓Où les histoires vivent. Découvrez maintenant