AB&GP|07

8.5K 580 21
                                    

"Lagi ngomongin saya dari belakang ya?"

Mereka serempak menoleh ke sumber suara. Dan mendapati orang yang mereka bicarakan tengah berdiri menjulang tinggi di hadapan mereka dengan tangan yang terlipat di dada. Pria itu tersenyum manis, tapi entah kenapa terasa pahit dan menyeramkan bagi Brigitta yang sejak tadi terus menjelek-jelekkan orangnya langsung di depan hidungnya sendiri.

"Pak Haidar??"

Tubuh Celine membeku. Sementara Brigitta hampir terjengkang jika tidak berpegang pada tangan wanita di sebelahnya. Wajahnya perlahan memutih dengan tatapan yang meredup takut.

"P--pak kenapa Anda bisa ada di sini?" Brigitta bertanya dengan tergagap. Apalagi melihat perubahan wajah Bosnya yang semula tersenyum manis kini tengah menatapnya tajam bak leser yang mematikan. Brigitta takut, sungguh! Ingin rasanya dia mengubur dirinya sendiri atau berharap lantai yang dipijaki berubah menjadi lumpur lapindo yang bisa menelan dirinya di detik ini juga. Tapi fantasi tak masuk akalnya hanya bisa menjadi angan-angan belaka, karena sampai detik ini Brigitta masih berdiri di dalam lift bersama Bosnya yang kejam itu.

"Bukannya lift ini dikhususkan untuk para karyawan seperti kami ya, Pak?" Brigitta berusaha mencari alasan yang masuk akal.

Haidar menyeringai. Dia menunjuk pintu lift dengan tatapan yang semakin menyeramkan. "Apa kamu lihat di sini ada sebuah kertas atau note yang bertuliskan bahwa Haidar Candra Kusuma tidak diperbolehkan menaiki lift ini???!" Pria itu menyentak pelan, membuat Brigitta semakin mengerut ketakutan. Dia beringsut mundur. Memepet tubuh Celine yang kaku.

Brigitta menggeleng cepat. Mampus! Mati gue!!! Mana tadi dirinya sempat menyebut bos ketusnya ini brengsek lagi. Astaga! Kenapa mulut lo lemes banget sih, Brig!! Udah tau Bos besarnya ini punya mulut yang super duper pedes ngalahin cabe satu ton, masih aja nyari gara-gara!!

Brigitta terus merutuki dirinya sendiri sembari memukul mulutnya beberapa kali. Jatah cutinya masih 3 bulan lagi dan dia tidak ingin mempercepat atau memperpanjang masa cuti yang telah di tentukan atau dengan kata lain dia tidak ingin mendapatkan cuti selamanya. Dia sudah merasa nyaman bekerja di sini dan enggan mencari pekerjaan lain. Apalagi sepupunya pernah mengatakan pada dirinya, bahwa masa sekarang mencari pekerjaan itu sulitnya minta ampun. Dan Brigitta tidak mau susah payah mencari pekerjaan baru yang belum tentu sreg juga di hatinya.

Walaupun tengah di hantam ketakutan yang warbyasah, Brigitta mencoba memberanikan diri. Dia mendangak menatap Bosnya yang menjulang bak tiang listrik di depannya. "Apa bapak mendengar semua yang saya katakan?" cicitnya menyerupai tikus yang terjepit di pintu.

"Kamu menyebut saya dengan nada suara yang lantang. Apa kamu pikir saya memiliki masalah pendengaran?!"

"Kan bisa saja, Pak." Brigitta langsung menutup mulutnya sendiri. Mampus! Makin berabe nih urusannya.

Haidar semakin melotot marah. Brigitta meringis. Mulut oh mulut kenapa lo nggak bisa diajak kerja sama sih?!

"Lo nggak keluar? Pintu lift-nya udah terbuka." Hingga suara Celine membuat Brigitta punya kesempatan untuk kabur dari amukan bosnya ini.

Brigitta menatap Celine penuh damba. Malaikat gue! Batinnya berbinar senang. Kemudian menatap Haidar penuh penyesalan yang dibuat-buat. "Maafkan saya, Pak. Saya tau saya salah, tapi jangan pecat saya ya, Pak?" pinta Brigitta dengan tatapan memohon, "saya lagi hamil. Kalau bapak pecat saya, anak saya mau makan apa, Pak? Apa bapak bersedia memberi tunjangan saya tiap bulannya? Kalau itu sih saya setuju-setuju aja hehehe."

Celine berdecih mendengar penuturan penuh drama Brigitta. Tanpa perempuan hamil itu bekerja, Celine yakin Brigitta tidak akan mengalami krisis moneter di rumah tangganya. Mengingat suaminya yang bekerja sebagai kepala devisi marketing di salah satu perusahaan manufaktur terbesar dan tersukses di Indonesia. Dengan jabatan itu Celine yakin, Brigitta masih bisa hidup makmur seandainya dia benar-benar dipecat oleh Haidar.

Annoying Boy & Good PapaWhere stories live. Discover now