[37] Lebih Dari Sakit

42 3 28
                                    

Denisa mengajak Arga ke sebuah taman yang terletak di tengah kampus Arga. Taman diyakini Denisa sebagai tempat yang nyaman dan menyejukkan, yang menciptakan kesan tenang dalam hati. Denisa berharap dengan berbicara di tempat yang dipenuhi oleh dedaunan hijau, dia dapat bicara dari hati ke hati kepada Arga.

"Kenapa kamu bawa aku ke sini, Sin?" tanya Arga kepada Denisa.

Pertanyaan yang sedari tadi menjadi momok bagi Denisa, akhirnya keluar juga dari mulut Arga. Denisa mencoba untuk menenangkan pikirannya, berusaha percaya bahwa semua akan baik--baik saja. Namun, tidak dapat Denisa sangkal bahwa dia menjadi sangat gelisah. Denisa yang penakut, mulai membayangkan kemungkinan terburuk tentang apa yang akan terjadi.

Sebisa mungkin Denisa memikirkan cara lain untuk melepaskannga dari perasaan gelisah, tanpa membuat Arga kecewa kepadanya. Akan tetapi, seperti tidak ada cara lain. Jika dia mundur untuk memberitahukan kebenarannya kepada Arga, maka Wildan dan Najwa yang akan menguak semuanya. Dan Denisa tidak ingin itu terjadi.

"Apa makna kebohongan untuk kamu, Arga?"

Arga langsung membelalakkan mata ketika Denisa menanyakan hal tersebut kepadanya. Kebohongan, jelas menjadi sesuatu yang teramat Arga benci. Arga tidak suka jila ada seseorang yang menutupi sebuah kebenaran darinya, terutama orang yang dicintainya. Seharusnya Denisa juga paham hal tersebut karena sudah berulang kali Arga tekankan.

"Kebohongan itu manis, tapi mematikan. Serendah apa pun tingkat kebohongan, ya pada intinya seseorang itu sedang berkhianat. Dan biarpun kebohongan tersebut dilaksanakan atas dasar kebaikan, tetap saja bulsit. Kalau memang benar dengan kebohongan, sesuatu akan membaik, mengapa tidak berikan bualan yang membuat seseorang terbang ke angkasa. Toh, itu akan membuat orang merasa sangat bahagia. Daripada setengah-setengah, tapi rasanya seperti ingin mematikan," jawab Arga, menjelaskan makna kebohongan yang sangat dibencinya.

Mata Denisa berkaca-kaca. Dia kagum sekaligus takut, mengetahui pandangan Arga yang cukup dalam mengenai kebohongan. Kepala Denisa lantas ditundukkan, dia akui bahwa dirinya salah. Atas nama rasa takut, dia sudah lancang menyembunyikan pesan dari Wildan, bahkan berani memblokir kontak Wildan dan Najwa. Jika Arga akan marah kepada Denisa atas hal ini, dapat diperbenarkan.

"Kebohongan apa yang sedang kamu sembunyikan dari aku, Sin? tanya Arga, dengan memberikan sorot mata yang tajam kepada Denisa.

Denisa tercekat, tidak tahu harus berkata apa. Dipandangilah mata Arga lekat-lekat, tampak ada sorotan yang berbeda dari mata Arga. Denisa makin kelimpungan. Insting Arga memang lebih kuat darinya, laki-laki tentu dapat mencium gelagat yang aneh dari Denisa hari ini.

"Bron, aku ...."

"Kamu tahu 'kan bahwa apa pun yang kamu lakukan, akan selalu aku maklumi? Tapi, tolong jelaskan mengapa kamu melakukan kebohongan itu. Apa kamu sudah tidak percaya pada ketulusanku dalam mencintaimu?" Tatapan Arga kian menusuk, membawa mereka dalam pembicaraan serius. Sebenarnya Arga tidak tahu apa yang disembunyikan oleh Denisa, tetapi sikap Denisa seolah memperjelas semuanya.

Denisa pasrah, dia tidak dapat mengharap banyak atas kejadian ini. Kalaupun Arga akan meninggalkannya seperti yang ada di mimpinya, dia ikhlas.

"Makasih, Bron, kamu masih lebih ingin mendengar alasanku, dibanding memaksaku untuk mengatakan sebuah kebenaran. Aku akui, aku ini lancang. Aku udah hapus pesan dari Wildan yang ingin mengajak kamu menyelesaikan masalah dengan Najwa, bahkan aku juga blokir kontak Wildan dan Najwa hanya agar mereka tidak bisa berkomunikasi dengan kamu. Bron, aku takut, aku enggak mau kamu direbut oleh Najwa atau siapa pun itu. Perasaanku enggak enak, aku enggak tenang. Aku berusaha menahan kecemburuanku, tapi enggak bisa. Aku buta atas ketakutan itu."

Bangish (Badboy Nangish)Onde histórias criam vida. Descubra agora