[44] Koin Cinta

20 3 9
                                    

Setiap manusia pasti berproses. Begitu pulang dengan Arga, dia berproses setiap harinya untuk menjadi seseorang yang lebih dewasa dari sebelumnya. Dahulu ketika belum ada Denisa di hidupnya, Arga hanyalah anak laki-laki yang penuh emosi dan tidak mau berbaur dengan sekelilingnya. Banyak orang yang meninggalkannya karena tidak tahan dengan sifat Arga yang suka seenaknya sendiri. Namun, keadaan membaik ketika Arga menjalin hubungan dengan Denisa. Denisa tidak hanya memberikan cinta kepada Arga, tetapi hal positif yang tidak pernah Arga dapatkan di kehidupannya.

Arga mulai bertanggungjawab pada piluhannya, dia menjadi seseorang yang siap menekan ego demi kewajiban yang harus dipenuhinya. Kini, tidak hanya emosi yang menyatu dengan dirinya, tetapi kobaran mimpi yang siap diwujudkannya.

"Udah siap buat UAS?" tanya Najwa yang secara tiba-tiba menghampiri Arga.

Arga menganggukkan kepala. "Gue enggak pernah merasa lebih siap daripada ini."

Najwa membalas Arga dengan senyuman. Kemudian gadis itu berjalan menuju kursi yang Wildan tempati. Senyuman senyum berseri keluar dari wajah Najwa, lantas dia menghampiri Wildan.

"Udah ingat 'kan perjanjiannya?"

Wildan menganggukkan kepala. "Kamu bisa lihat mata aku, Na. Udah item kayak panda karena semalam berusaha memahami materi. Ditambah aku bawa obat sakit kepala karena kepala aku jadi rawan pusing setelah menguatkan hati untuk terus belajar."

Najwa terkekeh mendengar ucapan Wildan. Bukannya gadis itu ingin menertawakan kesengsaraan Wildan, tetapi dia merasa bahagia atas pengorbanan yang telah Wildan lakukan.

Tidak lama kemudian, dosen masuk ke ruang kelas. Beliau mengatur bangku supaya saling berjauhan agar mahasiswanya tidak saling berbagi sontekan. Kemudian bangku diatur menjadi urut dari presensi yang terkecil, agar sistem UAS menjadi rapi. Setelah semua beres, baru dosen membagikan kertas yang berisi pertanyaan.

Arga mengamati pertanyaan tersebut dengan saksama. Sebenarnya soalnya tidak begitu sulit, kebanyakan tentang analisis. Namun, terdapat teori manajemen yang luput dari ingatannya. Itulah yang membuat Arga harus memutar otaknya dengan lebih giat.

Sebisa mungkin Arga menuliskan jawaban paling benar, dari sekian banyak pertanyaan yang perlu diselesaikannya. Dia mengandalkan ilmu analisis supaya pertanyaan tersebut dapat terselesaikan dengan cepat. Namun, ketika Arga sedang fokus, ada sebuah fenomena yang menarik perhatiannya.

Reza yang berusaha meminta jawaban dari Wildan, sama sekali tidak digubris laki-laki itu. Alih-alih menggubris, Wildan malah terlihat stres dengan pertanyaan yang ada dan sama sekali tidak meminta bantuan dari teman-temannya untuk menyelesaikan pertanyaan yang ada.

Arga merasa ada keanehan pada Wildan. Tidak biasanya Wildan berbuat hal ini, pasalnya dia paling tidak tahan pada soal yang susah. Arga rasa, ada sesuatu yang berhasil membuat Wildan jinak.

"Waktu kalian tinggal lima belas menit lagi. Bagi yang sudah selesai, harap balik jawaban kalian dan silakan tinggalkan kelas," ucap sang dosen, memberikan aba-aba.

Kesadaran Arga untuk segera menyelesaikan ujiannya, akhirnya kembali. Dia buru-buru menyusun jawaban yang tepat agar tidak kehabisan waktu. Namun, hal berbeda dilakukan oleh Najwa. Gadis itu sudah berdiri dan mencium tangan dosen, sebelum pergi meninggalkan kelas.

Arga menggeleng-gelengkan kepalanya, Najwa memang luar biasa. Selalu cepat dalam mengerjakan ujian, tetapi selalu mendapatkan IP yang luar biasa. Menurut Arga, otak Najwa sangat encer.

"Baik, waktu habis. Silakan balik jawaban kalian dan tinggalkan kelas ini."

Mata Arga seketika terbelalak ketika waktu mengerjakan ujian sudah habis, tetapi ada satu pertanyaan yang belum dijawabnya. Arga segera menuliskan apa yang ada di otaknya untuk memenuhi lembar kosong. Entah benar atau salah, yang penting dia tidak mengosongkan jawaban.

Bangish (Badboy Nangish)Where stories live. Discover now