5. Pernikahan Bisnis

6.7K 504 8
                                    

"Apa?" sungut Kamila, saat melihat Revan menatapnya dengan penuh kecurigaan sekembalinya dia dari restoran. "Sumpah aku cuma nyapa si Wisnu sama si gundik doang, abis itu pamitan," dalihnya sembari meletakkan tas tangannya di atas dasbord, lalu melembar heels ke bangku belakang.

"Yakin?" Revan menaikkan sebelah alis.

"Yakinlah."

"Terus itu apa?"

Tok! Tok! Tok!

"Kalina ... buka pintunya! Hapus foto itu sekarang!" Wisnu sudah berdiri di luar mobil yang dinaiki Kalina dan Revan, lelaki dengan setelan formal itu menggedor-gedor kaca satu arah yang melapisi kendaraan, lalu memanggil istrinya dengan suara tinggi.

"Kamu beneran nggak ngapa-ngapain, kan, Mil?" desak Revan yang membuat Kamila memutar bola mata kesal.

"Nggak. Udahlah, buruan cabut sekarang! Sebelum si Della sama Yayang koar-koar."

"Oke."

Revan akhirnya menyerah mendebat. Karena bagaimana pun identiknya fisik mereka, tak akan mengubah kenyataan bahwa Kamila dan Kalina adalah dua orang yang berbeda.

Mesin mobil pun dinyalakan, kendaran mewah itu melaju perlahan meninggalkan trotoar menuju jalan aspal.

"Buka kaca mobilnya!" pinta Kamila tiba-tiba.

"Buat apa?"

"Buka aja Revan nggak usah banyak tanya!"

Malas memperpanjang perdebatan, terpaksa Revan mengikuti keinginan Kamila. Sesaat setelah jendela terbuka Kamila mengulurkan tangan keluar dan mengacungkan jari tengah ke arah Wisnu yang masih berdiri kesal di tempatnya.

"F*ck you, Crocodile!"

***

"Gila, gila, gila! Apa, sih maunya si Lina? Bisa-bisanya dia tiba-tiba gabung grup WA, terus bertindak semaunya." Della menjambak rambut frustrasi sembari mengelus perut buncitnya yang bulan ini berjalan lima bulan.

"Ada yang janggal. Delapan tahun mengenalnya, aku nggak pernah menjumpai sikap Kalina yang begini. Dia berbeda, bukan cuma tatapannya, tapi cara bicara dan perilakunya juga makin berani." Yayang bertumpang kaki, tersenyum sinis sembari mengusap dagu. "Menarik, sekarang yang kita hadapi bukan lagi patung tanpa ekspresi, tapi Singa yang siap menerkam. Aku jadi semakin tertantang."

"Apa maksud Kak Yayang dengan semakin tertantang? Yang kita hadapi ini bukan cuma Singa, tapi orang gila yang sialnya cerdas. Siapa yang tahu kalau tanpa sepengetahuan kita, dia tiba-tiba melempar bom waktu yang siap meledak sewaktu-waktu. Kita semua sama-sama tahu, dia punya kartu, kartu AS masing-masing dari kita!" Della mengusap wajah kasar, lalu mengempaskan diri ke sandaran sofa. "Seandainya saja kita bisa membuat Papa dan Mama berpihak, mungkin keadaannya nggak akan seperti ini."

"Sulit, Della. Papa dan Mama sebenarnya tipe netral, sikap keduanya pada kita bisa dibilang sama, walaupun mereka cenderung nggak suka pada Kalina, karena kehadirannya tak cukup menguntungkan untuk kelangsungan bisnis keluarga. Tapi, bukan nggak mungkin kalau suatu saat nanti sikap mereka berbalik sembilan puluh derajat setelah Kalina berhasil mewarisi bisnis milik ayahnya di Surabaya."

Della mengangguk.

"Yah, aku emang nggak bisa memungkiri fakta pernikahan yang terjadi antara keluarga kaya 70% alasannya hanya untuk memperluas koneksi dan menjalin kerjasama antar perusahaan. Di usia yang muda ini aku bahkan sudah harus mengandung satu nyawa di perut ini. Kasarnya kita dijual demi kepentingan orangtua dengan dalih cinta akan datang seiring berjalannya waktu. Pada dasarnya pernikahan ini bisnis. Egois."

Menantu yang Diremehkan Ternyata Meresahkan Where stories live. Discover now