Bab 19 - Menolak masa lalu

101 7 0
                                    

Lampu merah terasa sangat lama bagi Juan yang tengah terburu – buru untuk menjemput Rani di apartemennya. Ia sengaja tidak mengabari Rani bahwa hari ini Ia sudah mulai bekerja seperti biasanya. Juan melihat jam tangannya, masih pukul 06.20 WIB. Ia tersenyum tipis.

“Masih cukup waktu,” batinnya.
Juan segera tancap gas sesaat setelah lampu berubah menjadi hijau. Ranger Rovernya Ia pacu membelah jalanan ibu kota yang masih agak lengang karena masih pagi.

Walau begitu Ia tetap memacu mobilnya dengan cepat, takut kalau Rani sudah berangkat duluan. Maklum lah, Rani menggunakan transportasi umum, Ia akan terlambat jika tidak berangkat lebih awal.

“Juan?” ujar Rani yang terkejut saat melihat Juan sudah berada di halaman apartemennya.

“SURPRISE,” ujar Juan sambil tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang rapih.

“Aku sengaja datang pagi – pagi untuk menjemput Kamu. Kita ke kantor bareng ya?” lanjut Juan.

“Kamu benar – benar sudah sehat? Seharusnya Kamu tidak perlu repot – repot untuk menjemputku,” kata Rani yang masih mengkhwatirkan keadaan Juan.

“Seperti yang Kamu lihat, Aku sudah sembuh Ran. Gips di kakiku pun sudah di lepas,” jawab Juan yang langsung menunjukkan kakinya yang sudah tidak menggunakan penyangga lagi.

“Yuk berangkat,” imbuh Juan sembari membuka pintu mobilnya untuk Rani.

“Terima kasih,” ucap Rani kemudian masuk ke dalam mobil.

Juan mulai mengemudikan mobilnya dengan santai, sepertinya Ia tidak ingin cepat – cepat sampai ke kantor. Ia masih ingin berlama – lama dengan Rani.

“Ran, hari ini Kita evaluasi proyek rumah Risa ya? Aku dengar proyek sempat dihentikan selama Aku sakit?” kata Juan saat ditengah perjalanan.

Rani tak langsung menjawab. Ia bingung harus mulai menjelaskan dari mana bahwa Ia sudah tidak terlibat dalam proyek tersebut.

Selama Juan sakit, proyek dihentikan sementara karena Risa tidak ingin rumahnya dikerjakan oleh orang lain selain Juan.

“Ada apa Ran? Ada masalah dengan proyeknya?” tanya Juan menoleh ke arah Rani yang terdiam, sesaat kemudian Ia kembali fokus pada jalanan.

“Juan, Kamu sendiri saja yang pergi ke rumah Risa. Aku tidak bisa ikut kesana,” jawab Rani ragu – ragu.

“Kenapa?”

“Sebenarnya waktu itu Pak Anton sudah ingin mengatakan padamu, tapi Aku cegah. Aku takut Kamu kepikiran dan akan menghambat kesembuhanmu,” kata Rani bertele – tele.

Ia masih sibuk menyusun kalimat apa yang pas untuk menceritakan yang sebenarnya pada Juan.

“Katakan ada apa Rani?”

“Risa sudah bicara dengan Pak Anton, Dia ingin mengganti semua design-ku dengan design orang lain,” ungkap Rani masih terdengar ragu.

“Alasannya apa? Bukan kah sebelumnya Kita sudah deal dan tidak ada masalah dengan desainnya,” kata Juan mempermasalahkan alasan Risa.

“Aku sendiri tidak mengerti,” sahut Rani yang berpura – pura tidak tahu dengan alasan Risa yang sebenarnya.

Ia tidak ingin memperkeruh keadaan dengan mengatakan yang sebenarnya, biarlah Juan sendiri yang akan menemukan jawabannya.

“Oya Ran, weekend Kamu ada acara nggak?” tanya Juan mengganti topik pembicaraan.

“Belum ada sih, memangnya kenapa?” tanya Rani penasaran.

“Kalau Kamu nggak keberatan, Kamu mau nggak ikut Aku ke acara pernikahan sepupuku di Manado. Aku ingin menunjukkan kampung halamanku ke Kamu. Kalau Kamu mau, Sabtu pagi Kita berangkat, Minggu sore Kita sudah kembali ke Jakarta,” ujar Juan sambil terus menyetir dan sesekali menoleh kearah Rani.

Jodoh Pilihan EyangWhere stories live. Discover now