A

916 155 1
                                    

"Bangunlah, [Name]-chan. Apa kamu nggak kangen dunia luar? Apa mimpimu lebih indah hingga enggan bangun?"
Emma selalu mengatakan hal yang sama setiap pagi selama 3 bulan terakhir pada seorang gadis yang terbaring di ranjang rumah sakit dengan kepala di perban

"Maaf, [Name]-chan, aku buka buku diary-mu tanpa ijin. Aku pikir kamu bakal nulis kisah cinta atau semacamnya, ternyata cuma ada resep makanan kesukaanmu dan kakakmu. Oh! Aku juga mencoba membuat sesuatu dari resep itu. Lihat!"
Emma mengangkat kotak makan dengan puding caramel isi buah stoberi.

"Aku harap, kamu bisa mencicipinya, [Name]-chan."
Setelahnya, Emma bangkit dari duduknya. Ia melangkah pergi dengan meninggalkan puding buatannya pada meja sebelah ranjang. Walau ia setia menunggumu bangun dari koma, ia tak dapat menemanimu terlalu lama. Ia tak ingin menambah luka pada hatinya setiap menatap wajah damaimu.

"[Name]! Aku datang."
Selang beberapa menit kepergian Emma, sang kakak datang. Ia selalu bersikap jika kamu akan menyambutnya, walau kamu sedang koma.

"Maaf. Maafkan aku. Aku bodoh. Aku bukan kakak yang baik. Nggak bisa melindungimu. Selalu melibatkanmu dalam bahaya. Tapi di lubuk hatiku, aku sangat menyayangimu. Jadi [Name], bangunlah. Aku kangen, nih. Apa kau nggak kangen?"
Bahkan sang kakak, Hanma Shuji selalu merasa bersalah disetiap kedatangannya.

"Permisi, perawat!"
Emma memanggil seorang perawat yang kebetulan lewat didepannya.

"Dimana pasien di sini? Apakah dipindah?"

"[Name] kemana?"
Sewot Mikey dari arah belakang perawat itu. Sang perawat menetralkan detak jantungnya.

"Maaf, pasien 104 telah pergi."

"Apa?"

"Maksudnya bukan mati, kan?"

"Jangan nangis, Emma!"
Sepanjang perjalanan menuju tempat pemakaman, Emma tak dapat membendung air matanya. Ia tak menyangka kamu akan pergi secepat ini.

"Ini salahku, Mikey. Kalau [Name]-chan nggak menggantikanku, dia pasti masih ada di sini. Mimpinya masih panjang, Mikey. Katanya dia ingin membahagiakan kakaknya yang badung―"

"Ini semua salahku!"

"Ini bukan salahmu, Emma. Ini juga bukan salah Miki. Bukan salah siapapun."

"Bahkan aku bisa dengar suaranya, Mikey."

"Sangat jelas, Emma. Halusinasi kita bekerja di saat sedih."

"Kalian nggak halu!"
Merasa pundaknya di tepuk, mereka berdua berbalik.

"[Name]/ -chan?"
Kalian saling berpelukan layaknya telet*bis.

"Bukan kau yang mati? Lalu kenapa kita disuruh kesini?"

"Ziarah ke tempat pelaku pementungan kepala Hanma [Name]."

"Aku senang kamu sehat sekarang."

"Aku senang kamu masih setia, Emma."

"Jangan nekat lagi, [Name]-chan!"
Emma membawa kepalamu pada dadanya. Ia mendekapmu erat, seolah takut kehilanganmu.

"Badanku gerak sendiri."

"Awas aja, jika kamu nekat hingga nyawamu hilang. Aku akan nyusul kamu."

"Jangan, dong! Kasian Miki, ntar malah jadi gila."

"Hanma juga tambah gila, kalau kamu mati."

THE END!














Apa ini, cuk?

Udah pendek, ga jelas pula. Hadeh!

Meng-yuri bersama Emma udah selesai.

Makasih buat [Name]-san-tachi yang udah ngikutin cerita ini dari awal.

Maaf, kalau ceritanya pendek atau kurang memuaskan.

Jangan lupa baca ceritaku yang lain, ya! Siapa tau tertarik!

Sekali lagi,
Terima kasih banyak dan mohon maaf sebesar-besarnya.

HuangParkLee

15/11/21

Kanojo [Sano Emma]✔Where stories live. Discover now