Naik Motor Berdua

429 35 1
                                    

"Jadi... yang kemarin kang Budi bilang bohong dong..??" Tanya Riska masih membahas tentang Budi.

"Lagian cowok mata kranjang kaya kang Budi lo percaya. Mana mau gue sama dia.." ucap Citra.

"Iyalah... mana mau lo sama dia. Orang tunangan lo ganteng banget kaya oppa oppa korea gitu." Goda Riska.

Citra mendelik kearah Riska. "Bukan itu alasannya Bambang..!!" Kata Citra sewot.

"Iye gue tau... soal Vita kan..??" Tanya Riska.

Citra mengingat kejadian dulu. Saat mereka masih SMK. Vita salah satu teman baik Citra itu menyukai Budi sejak awal masuk SMK. Mereka satu sekolah yang sama, namun Budi kelas 12 sedangkan Citra, Riska dan Vita kelas 10.

Meskipun berkali kali Budi sudah menolaknya tapi Vita tetap mengharapkan cintanya Budi. Padahal Vita tahu betul yang Budi suka adalah Citra. Sama halnya Vita. Budi pun selalu ditolak oleh Citra. Namun tetap saja mengejar ngejar Citra.

Sampai suatu hari kejadian buruk itu terjadi. Budi yang hendak menyebrang tidak tahu bahwa ada mobil yang melaju dengan kencangnya. Kebetulan Budi hendak menghampiri Citra yang sedang bersama Vita dan Riska di sebuah Cafe.

Citra dan Riska masih bercanda ria. Sampe mereka tidak begitu fokus saat Vita berlari keluar Cafe. Mereka mengira kalau Vita cuma mau pergi ketoilet. Sampai suara keras sebuah benda dan teriakan dari beberapa orang membuat fokus Citra dan Riska teralihkan.

Mereka berlari untuk melihat kerumunan yang ada diluar Cafe. Saat mereka sampai di kerumunan tak sengaja mereka mendengar suara seseorang.

"Korban meninggal ditempat." Kata orang pertama

"Kasihan sekali, sepertinya dia mau menyelamatkan pacarnya yang hendak tertabrak tadi." Tambah orang kedua.

"Beruntung sekali pacarnya itu bisa selamat karna ceweknya." Tambah yang lain.

"Korbannya Cewek..??" Tanya orang lain lagi.

"Iya... rambut panjang trus ada tahi lalat besar dibawah hidungnya." Jawab orang pertama.

Seketika Citra dan Riska mereka saling pandang. Perasaan mereka mendadak tidak enak. Segera mereka berlari dan melihat siapa sebenarnya korban tabrak lari itu. Mereka berharap tebakan mereka salah.

"Vitaaaaaa... maafin guee..." suara seorang pria membuat Citra dan Riska merasakan lemas dikakinya dan sesak pada dadanya. Dengan paksa mereka menerobos kerumunan itu dan melihat Budi sedang memeluk seorang wanita yang tergeletak.

Citra dan Riska mengenali baju itu. Segera mereka mendekat dan benar saja. Vita tergeletak tak bernyawa dengan berlumuran darah. Seketika mata Citra buram. Pandangannya menghitam dan pendengarannya samar terdengar sampai akhirnya Citra terjatuh dan tak sadarkan diri. Riska panik melihat Citra pingsan.

Segera dia menghubungi ayahnya dan meminta ayahnya membawa Citra kerumahnya. Sedangkan Riska dan Budi membawa Jenazah Vita kerumah orang tua Vita.

Sejak saat itu. Citra mulai menghindari Budi. Ia memang tidak pernah punya perasaan apapun pada Budi. Namun ia ingin menghargai pengorbanan Vita. Ia tidak mau menjadi penghianat untuk Vita.

Tak terasa air mata Citra menetes membasahi pipinya. Bumi melihatnya dan merangkul bahu Citra berharap bisa memberi Citra kenyamanan. Meskipun ia tidak tahu apa yang membuat Citra sampai menangis seperti ini.

"Gue mau tanya sesuatu boleh..??" Tanya Riska menatap Citra intens. Citra menganggukan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Riska tadi.

"Lo... beneran nggak pernah ada rasa untuk kang Budi..??? (Citra menatap Riska heran) maaf sebelumnya kalau gue tanya tentang hal pribadi gini. Gue cuma penasaran aja." Tanya Riska. Ia melihat perubahan raut wajah Citra yang menjadi tidak nyaman.

Citra menggeleng. "Dari dulu sampai sekarang gue nggak punya rasa apapun sama kang Budi. Gue cuma nganggep dia teman saja. Sama seperti lo juga. Dan gue baik sama dia karna bapak gue kan udah dibantu banyak banget oleh orang tua dia." Jawab Citra jujur. Riska melihat dari sorot mata Citra.

"Gue percaya kok. Ya sudah... lo jangan nangis lagi yak. Vita nggak bakalan marah sama lo. Kan lo juga nggak ada perasaan apapun sama kang Budi. Apalagi sebentar lagi lo bakal nikah sama oppa Eun Woo.." goda Riska sambil mencubit gemas pipi Citra.

"Mana mau oppa Eun Woo sama gadis kampung kaya gue...??" Jawab Citra. Ia mengerti siapa yang Riska maksud. Namun Citra sengaja menanggapinya dengan hal lain.

"Ah.. elaaaahh... nggak dapat yang asli. Tapi kan lumayan dapat KW 1 nya... hehe.." goda Riska lagi.

"Sudah selesai ngobrolnya..??" Tanya Bumi pada Citra. Ia masih setia merangkul pundak Citra. Citra menoleh kearah Bumi dan mengangguk.

"Ris... sekali lagi selamat ya..." Citra memeluk Riska sekali lagi sebelum akhirnya mereka keluar dari tempat acara.

"Kunci motor kamu mana..??" Tanya Bumi pada Citra saat mereka sampai diparkiran.

"Buat apa..?? Saya bisa pulang sendiri." Tolak Citra sebelum Bumi menawarkan Citra pulang naik mobilnya.

"Saya tidak membawa mobil. Jadi biar saya saja yang membawa motornya. Kamu tinggal mbonceng saja." Jawab Bumi.

"Lah... kenapa saya harus memberi anda tumpangan..?? Salah anda sendiri tidak membawa kendaraan kesini." Tolak Citra. Citra sudah bertekad untuk menghindari Bumi. Tapi kenapa seolah olah Bumi selalu membuat Citra agar selalu bersama Bumi.

"Ini sudah malam. Tidak baik buat wanita keluar malam sendirian. Harus ada pria disampingnya untuk menemani dan menjaga si wanita."

Citra memanyunkan bibirnya. "Modus..! Dasar cowok..!! Dimana mana sama semuanya. Sukanya modus" gerutu Citra lirih tapi masih bisa didengar oleh Bumi.

"Kenapa kalian para Wanita selalu bernegatif thinking pada niat baik seorang pria..??" Tanya Bumi menyindir Citra.

"Soalnya kalian para pria selalu mencari kesempatan dalam kesempitan. Contohnya saja kejadian tadi, sebelum tadi dan kemaren juga." Jawab Citra tak terima disindir Bumi.

"Apa perlu saya mengulangi kejadian kemarin disini juga agar kamu mau menuruti kata kata saya..??"

Citra mendelik kearah Bumi. Ia menutup mulutnya dengan tangan kiri.

"Anda mengancam saya..??" Tanya Citra sewot.

"Bukan mengancam. Saya hanya ingin memastikan bahwa anda pulang dengan selamat." Jawab Bumi.

Setelah mereka menyelesaikan adegan debat yang panjang itu. Akhirnya Citra mengalah. Ia memberikan kunci motornya kepada Bumi. Lagi pula keadaan sudah cukup malam dan untuk sampai kerumah Citra harus melewati sungai dan sawah. Takut ada begal juga.

Mereka pulang dengan menaiki motor milik Citra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mereka pulang dengan menaiki motor milik Citra. Sebelum berangkat tadi. Bumi menarik tangan Citra untuk memeluknya. Alasannya karna untuk keselamatan. Padahal Citra mengerti betul bahwa Bumi selalu modus. Mencari kesempatan dalam kesempitan.

Sebelum Bumi mengantar Citra pulang kerumahnya. Ia mengajak Citra untuk dinner di cafe yang dekat dengan Villa tadi. Sebenarnya Bumi sungguh penasaran dengan cerita yang membuat Citra sampai menangis tadi. Namun ia tidak akan bertanya tentang itu. Ia hanya tidak ingin Citra menangis kembali karna mengingat cerita itu kembali.

Mr. Mulut Pedas (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang