03. SEBUAH SENYUMAN

28 20 12
                                    

Naya bergegas keluar dari kelas setelah selesai mencatat. Tadi ia ditelfon Papanya, katanya ia bakal dijemput sopir. Naya memang belum diizinkan nyetir mobil sendiri. Papanya itu sangat khawatir.

Ia terheran kala melihat parkiran ramai murid-murid yang berkerumun. Nayapun menghampiri salah satu murid yang melintas di sampingnya.

"Eh, sorry. Ada apa sih itu?" Tanyanya mencegat seorang perempuan berkacamata tebal, rambutnya dikepang dua. Dia berniat pergi dari kerumunan itu.

"Ee... It.. Itu... Ada anak se- sekolah sebelah" Jawabnya tergagap, tatapanya menunduk. Sambil sesekali membenarkan letak kacamatanya, yang sebenarnya tidak apa-apa. Dia dikenal sebagai murid nerd disekolah tersebut, masuk lewat jalur beasiswa.

Naya mengangguk lalu mengucapkan terimakasih kepada si nerd tadi. Setelah si gadis nerd itu berlalu, Naya pun menghampiri kerumunan karena ia juga penasaran.

Ia terkejut saat melihat seorang yang amat ia kenal tengah berdiri didekat mobilnya. Didepannya ada teman Aldi yang nggak dia tau namanya siapa, karena hanya orang itu yang belum mengajaknya bicara.

"Bang Kala." Teriaknya sedikit kencang, sehingga membuat semua pasang mata menoleh kearahnya heran.

Tak mempedulikan tatapan bingung murid-murid lain, Naya lantas berjalan cepat kearah abangnya itu. Ia kesal dengan abangnya itu. Seolah tak melihat keadaan sekitar ia malah dengan ringan tangan mencubit perut Sekala.

Sekala mengaduh palsu. Karena cubitan sang adik kesayangannya itu tidak terlalu sakit. Malah terasa geli menurutnya.

"Ngapain kesini? Nakal baget sih jadi orang. Kan aku udah bilang nggak usah jemput aku, kan ada Mang Jojo yang disuruh papa." Omelnya masih mencubiti abangnya itu.

"Aduh dek, udah dong nyubitin abangnya. Malu tau diliatin orang." Cegah Sekala saat tangan Naya bergerak ingin mencubitnya lagi.

Naya baru sadar kalau perhatian semua orang sepenuhnya ada pada dirinya. Bahkan kini seorang Raka yang tidak pernah menatap perempuan itu, malah menatap lekat Naya. Naya tersenyum kearah Raka dan teman-temannya.

Seketika dunia raka berhenti. Detak jantungnya berpacu cepat. Raka terpaku dengan sebuah senyuman manis Kanaya Rinai Callisto.

"Lo nggak nyaman ya dengan kehadiran abang gue? Maafin ya, temannya Aldi." Tanpa melunturkan senyumnya, Naya meminta maaf kepada Raka.

Aldi nyengir. Ia merasa diatas angin. Naya menyebut Raka dengan namanya, teman Aldi. Ingat temannya. Aldi merasa bangga.

"Nggak perlu minta maaf dek. Udah ayo pulang. Ini Bang Zero udah muncul, katanya kangen sama dia." Sekala tak suka melihat adiknya malah meminta maaf kepada musuhnya itu.

Naya sudah menoleh kebelakang abangnya. Zero tersenyum menatap adik perempuan sahabatnya, yang sudah ia anggap adik sendiri itu. Zero merentangkan tangan, Naya langsung menghambur memeluknya. Selama 3 hari ini Zero tidak nampak bersama teman-teman abangnya yang lain. Ia kira mereka sedang musuhan, ternyata tidak. Sekala mengatakan kalau Zero sedang kerumah neneknya diSurabaya, tentu saja Sekala berbohong. Ia tak mungkin memberitahu adik kesayangannya itu kalau Zero dipenjara.

Sekala menatap Raka dengan tatapan benci. Sedangkan Raka masih menatap Naya. Tatapannya seolah terpaku pada gadis baru itu.

"Aldi, Tama, Radit, Bryan, El, sama Temennya Aldi?" Panggil Naya agak ragu saat memanggil Raka, karena sedari tadi dia menatapnya lekat. "Gue pamit pulang dulu ya. Sekali lagi maafin kelakuan abang gue sama teman-temannya."

Lalu ia masuk kedalam mobil Sekala.

Ia melambaikan tangan kearah mereka. Dibalas lambaian tangan juga oleh Aldi, Tama, Radit, Bryan, dan El. Raka masih menatap mobil Sekala, diikuti motor Zero, Arya serta Arga dibelakang nya.

"Buset. Kok bisa sih Naya adek kakak-an sama Sekala." Ujar Aldi masih terheran-heran. "Si Sekala bakal sering kesekolah kita kalo kayak gini." Lanjutnya dan dijawab anggukan serempak Tama, Radit dan Bryan.

El menatap sahabat sedari kecilnya yang kini masih berdiam menatap belokan tempat mobil Sekala menghilang. Dari tadi ia memerhatikan Raka yang menatap Naya lekat. Ini tak seperti biasanya.

El menepuk pelan pundak sahabatnya itu. Raka menoleh, El mengajaknya kemarkas Betrix, ada hal penting yang harus mereka bicarakan dengan anggota lain.

Aldi, Radit, Tama, dan Bryan sudah jalan duluan. El masih menunggu Raka yang kini memakai helmnya.

"Rak, lo nggak papa kan?" Tanya El memastikan keadaan Raka. El menyadari, raut wajah Raka sedikit pucat dan datar. Ya walaupun setiap hari si Raka ini memasang wajah datar juga sih, tapi ini berbeda.

Raka menggeleng pelan.

"Jangan bohong Rak. Gue udah barengan sama lo dari dalam kandungan. Gue tau lo lagi kenapa-napa." El kini sudah melepas helm nya lalu mendekati Raka yang masih duduk diatas motornya.

"Senyum dia El." Kata Raka pelan, kepalanya sedikit menunduk. Ia lalu melepas helm nya juga.

Raka sangat benci ketika suasana hatinya memburuk dan Elmanuel menyadarinya. Maka Raka akan menjadi lemah didepan sahabat kecilnya itu. Dan Raka benci menjadi lemah.

"Senyum siapa Rak? Kebiasaan banget sih jadi orang, kalo ngomong setengah-setengah mulu." Omel El karena tak mengerti maksud Raka.

"Senyum dia hangat. Kayak senyum orang itu." Ucap Raka masih menatap sepatunya. El lagi-lagi berdecak sebal. Ia tau siapa orang yang dimaksud Raka.

"Naya maksud lo?" Tanya El, dibalas anggukan pelan oleh Raka.

"Gue udah susah payah lupain semua tentang dia, malah hari ini gue liat senyum yang amat mirip dengan senyum miliknya, tepat didepan mata gue. 10 tahun gue habisin buat lupain dia. Gue harus apa El? Luka gue belum sepenuhnya sembuh." Raka menatap mata sahabatnya itu. Menuntut jawaban darinya.

"Lo pengen luka lo sembuh kan Rak?" Tanya El, dibalas anggukan pelan Raka.

"Maka lo harus mengiklaskan Rak. Relain apapun yang pernah dia buat dulu. Emang nggak gampang Rak, tapi lo harus sadar. Disisi lo masih ada Ayah lo, ada Kakak lo, ada gue Rak. Ada sahabat-sahabat kita, mereka ikut andil juga dalam kehidupan lo. Dan kita semua akan selalu dukung lo sampai lo baik-baik aja. Gue bakal nemenin lo, selalu Rak." Ucap El panjang lebar.

Raka menunduk lebih dalam, ia mendengar semua yang dikatakan El. Bahkan kata-kata seperti itu tak jarang diucapkan oleh Ayahnya, Kakaknya, dan bahkan El sendiri.

"Thanks El." Dan selalu itu juga jawaban seorang Raka. El sudah hafal sekali. Ia berdecak malas dan kembali kemotornya, memakai kembali helmnya dan berlalu meninggalkan Raka.

Raka menghembuskan nafasnya kasar. Lalu ia mengusul El menuju markasnya.

Tbc...

Vote dan coment nya kakak...

LUKAWhere stories live. Discover now