Prolog

35 1 0
                                    

Malam itu hujan deras tengah mengguyur Hanyang, salah satu tempat yang terkenanya di dalam istana tepatnya di kawasan Balai Gangyeongjeon, tempat tinggal Raja yang saat itu hanya terlihat dua orang di dalamnya.

Dua orang itu adalah Raja Jungseok yang sedang duduk di singgasana dengan putranya—Yi Hyeon, Putra Mahkota Jeonghae yang ada di hadapan sang raja.

"Apa aku salah mendengar jika putraku telah melakukan pengkhianatan?!" Suara Raja Jungseok menggelegar begitu saja ketika ia mengeluarkan suara mengalahkan hujan deras di luarr yang tak luput ia mengeraskan rahangnya karena menahan amarahnya. Raja Jungseok menatap putranya dengan tatapan kebencian, sebaliknya Jeonghae menatap balik ayahnya  tanpa rasa takut.

"Sepertinya anda telah salah paham..." ujar Jeonghae tenang, meski saat ini jantungnya sedang berdetak tidak karuan.

Perkataan Jeonghae dan sikap tenangnya itu membuat amarah Raja Jungseok menambah. Ia tidak memperkirakan jika putranya itu masih bisa tenang sekarang. 

"KESALAHPAHAMAN?!"

"Kau bilang KESALAHPAHAMAN?!" Raja Jungseok bangkit dari duduknya lalu melemparkan buku ke hadapan Jeonghae. "Apa ini? Perubahan Joseon Untuk Rakyat?! Kau bilang ini adalah kesalahpahaman?"

Jeonghae menunduk melihat sampul buku yang baru saja dilempar oleh ayahnya. "Saya tidak mengerti... kenapa anda menanyai hal kecil ini kepada saya? Lalu apakah kita salah jika melakukan perubahan untuk rakyat?" Tanya balik Jeonghae.

"Aku tidak butuh ALASANMU! Yang aku butuhkan adalah kejelasan dirimu mengikuti aturan 'orang asing' seperti mereka yang sudah melanggar peraturan di negeri kita!"

"Pemberontakan Putra Mahkota dimulai melalui 'Tujuan Mulia' yang ingin mengubah 'negeri' dan juga 'peraturan' yang telah turun-menurun ditaati oleh keluarga kerajaan dari nenek moyang kita! Pergeseran tahta menuju negara asing!  Ketika pewaris tahta telah tergila-gila dengan budaya asing yang tidak cocok dengan peraturan di negeri kita!"

"Dan pembunuhan yang akan dilakukan oleh Putra mahkota agar bisa menjadi Raja... apakah aku SALAH?!"

Jeonghae meremas kepalan tangannya.

kenapa kita harus berbeda pendapat?

Pertanyaan  itu berputar di otak Jeonghae. Ia tidak bisa membuka bibirnya, lidahnya terasa kelu untuk berbicara sekarang.

"Kenapa kau tidak menjawab, Seja?" Lamunan Jeonghae terbuyar kan. Ia lalu menghembuska napas panjang. "Kenapa anda mempersalahkan masalah ini lagi? Apakah kita tidak bisa berbicara baik-baik?" Ujar Jeonghae berusaha tetap tenang.

"Apa kau mengakuinya?" Tanya Raja Jungseok dengan tatapan mengindimitasi kepada Jeonghae. Karena Putra Mahkota tidak menjawab, alhasil Raja Jungseok memulai rencana lain.

"KEPALA JANG!!" Teriak Raja Jungseok menuju luar Balai Gangyeongjeon. Tidak lama kemudian muncul pria yang dipanggil Raja. Pria itu menundukkan kepala menunggu perintah.

"Tangkap Putri Mahkota dan Yi Yoon," perintah Raja Jungseok disanggupi oleh Kepala Jang, Jeonghae mendongak menatap ayahnya dengan kaget. "Apa kau baru mengakui ini perbuatanmu jika keluargamu terluka?" Ancam Raja penuh kemenangan.

"Tidak ada hubungan mereka dengan permasalah yang sedang terjadi, karena itulah saya tetap akan mengatakan saya tidak bersa—" kalimat Jeonghae terhenti saat mendengar teriakan putranya dari luar.

Yi Yoon menjerit memanggil ibunya. Bawahan Kepala Jang rupanya telah memisahkan Yi Yoon dari Putri Mahkota. Anak kecil itu terus meronta-ronta dari para prajurit Kepala Jang di bawah derasnya hujan. "Omma-mama!! LEPASKAN AKU!"

Jeonghae terdiam setelah mendengar jeritan putranya. "Lebih baik kau jujur saja, Seja. Sebelum banyak korban yang akan berjatuhan karena orang-orang yang melindungi mu," ujar Raja Jungseok bukan meminta, dengan nada yang penuh kesinisan. Ia bahkan tanpa ragu mengancam putranya menggunakan keturunannya sendiri.

"Anda hanya akan selalu menganggap saya  sebagai musuh, Abba-mama..." Jonghae berkaca-kaca setelah mengatakan kalimat tersebut. 

Perseteruan ini tidak akan pernah berakhir sampai mereka mendapatkan apa yang di inginkan. Akan ada banyak korban yang berjatuhan karena pertarungan mereka.

Tak ada yang selamat jika salah satu dari mereka masih hidup

Bertahan atau kau akan mati

A Destiny In SilenceWhere stories live. Discover now