Chapter 2: Permasalah yang terjadi

17 0 0
                                    

Jeonghae duduk di depan Raja. Rapat kabinet pun dimulai. Permasalahan yang sejak tadi Raja pikirkan telah menjadi kenyataan. Partai Namin sedang meributkan permasalahan pewaris tahta, dengan tanpa merasa bersalah mereka berseru di depan putra mahkota

"Jeonha... banyak rakyat yang meributkan masalah pewaris tahta," ucap Hwang Dae-hyung memulai rapat.

"Jadi, kalian ingin memulaikan rapat di pagi hari yang cerah ini dengan mempersalahkan pewaris tahta? Apa kalian merasa terbebani jika aku mengangkat Yi Yeon sebagai putra mahkota?"

Jeonghae diam mendengarkan perkataan ayahnya, ia sungguh penasaran ingin mendengar jawaban dari para penjabat juga

Hwang Dae-hyung memilih diam, sedangkan itu Partai Namin yang terpecah belah menjadi Soron dan Noron pun ribut.

Mereka bahkan tidak segan-segan memarahi satu sama lain dengan satu kubu sendiri di Partai Namin, sedangkan itu Partai Seonin yang sedari tadi terdiam segera membuka mulutnya.

"Apa kalian tidak sadar telah berbuat lancang di depan Jusang Jeonha!" Seru Moon Gyeo-il. Ia begitu muak mendengar keributan di aula Seonjeong.

Raja melirik Moon Gyeol-il dengan tenang.

"Ini bukan saatnya mendengar keributan kalian yang tidak ada habisnya," ungkap Yang Won-gyu penuh bijak melanjutkan perkataan Moon Gyeol-il. Penjabat partai Namin saling memandang satu-sama lain, ada yang merasa bersalah, tersinggung, marah dan bingung.

Karena keadaan tersebut menjadi runyam, Raja tertawa melihat raut wajah para penjabat Partai Namin yang bercampur aduk. Semua orang lantas menoleh ke arah sang Raja.

"Apa kalian sudah menyelesaikan ributnya?" Sengit tajam Raja kepada Para penjabat Partai Namin.

Mereka hanya bisa tertunduk kaku mendengar perkataan Raja. Hal ini malah membuat Jeonghae curiga dengan gerak-gerik mereka. Tidak bisanya Partai Namin begitu patuh kepada raja. Bahkan Yoon Jung-hyun sejak tadi hanya menunjukkan raut ekspresi kebingungan.

"Lanjutkan, Mentri Yang," perintah Raja setelah suasana menjadi hening. "Sepertinya ada berita yang menarik bisa kudengar untuk pagi ini, bukan sebuah permintaan yang membuat telingaku terasa panas," sindir Raja melirik tajam Partai Namin.

Putra Mahkota tersenyum sinis. Ia tidak menyangka ayahnya begitu berani menantang langsung Partai Namin.

Sepertinya mainan mereka untuk Abba-mama telah habis.

Gumam Putra Mahkota tertawa dalam hati. Akan tetapi, ia masih merasakan keresahan yang akan datang. Partai Namin tidak akan membiarkan siapapun termasuk raja, menginjak harga diri mereka. Jika saja partai Namin saat ini tidak mengalami perpecahan, mungkin ayahnya akan di permainkan oleh mereka.

🔸🔸🔸

Song-hwa tersenyum senang melihat kehadiran kakaknya yang telah lama tidak berjumpa.

"Orabonie, bagaimana keadaanmu?" Tanya Song-hwa setelah mereka berdua duduk. "Saya baik-baik saja, Mama. Bagaimana dengan anda?"

Sejenak Song-hwa terdiam mendengar pertanyaan balik sang kakak. Ia ingin sekali mengungkapkan kekhawatiran dan kekesalan yang di alaminya di istana. Namun, sekuat tenaga ia berusaha menepiskan pemikirannya itu.

"Aku baik, Orabonie. Hanya saja, aku bosan di istana. Dulu aku selalu melatih diriku dengan panah, namun sekarang sepertinya tidak bisa," ungkap Song-hwa sedih.

"Maka dengan begitu, saya membawakan anda panah sesuai permintaan anda, Mama," Song-hwa mengangkat alisnya dan sontak wajahnya menjadi ceria. "Benarkah Orabonie?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 28, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

A Destiny In SilenceWhere stories live. Discover now