DUA PULUH LIMA

1.7K 297 19
                                    

"Dia realistis. Memang nggak akan mudah bersamaku setelah Mama meninggal. Kamu tahu sendiri bagaimana aku sering menyendiri, nggak ingin dihubungi."

"Tapi pelan-pelan kamu mulai keluar dari cangkang duka itu. Ah, mungkin dia belum pernah kehilangan seseorang yang berarti dalam hidupnya. Jadi dia nggak bisa mengerti." Renae menarik napas panjang. "Kepergian seseorang yang kita cintai mengubah hidup kita dengan cara yang nggak pernah kita bayangkan sebelumnya. Hati dan dunia kita hancur. Tiap orang perlu waktu berbeda-beda untuk terbiasa dengan perubahan tersebut." Renae menatap murung ke depan, ke arah panggung yang tengah menampilkan kesenian kuda lumping.

"Waktu aku cemburu karena kamu bertemu mantan suamimu, aku takut masa lalu kalian yang indah akan membuatmu ingin kembali padanya. Atau ternyata kamu menyadari kalau ... berpisah dengannya adalah keputusan yang salah." Halmar menumpukan kedua siku pada lututnya dan meletakkan dagu di atas kepalan tangannya.

Renae mengerang dalam hati, susah payah dia mengubah arah pembicaraan, Halmar kembali ingin membahas Jeff dan masa lalu Renae bersama Jeff. Tetapi mungkin lebih baik Halmar mendengar cerita itu langsung dari Renae, daripada dari orang lain. Yang bisa saja melebih-lebihkan cerita atau memutarbalikkan fakta.

"Kamu tahu, Renae. Aku belum pernah mengakui kepada siapa pun kalau aku sangat cemburu. Aku takut kehilangan dirimu...."

"You cannot loss someone you never had," potong Renae.

"Aku belum selesai bicara, Renae." Halmar menanggapi dengan sabar.

"Sorry." Renae hanya tidak suka Halmar berpikir Renae adalah miliknya.

"Aku takut kehilangan dirimu dan kehilangan kesempatan untuk bisa bersamamu."

"Hidupku bersamanya sudah selesai dan aku nggak akan mencoba mengulanginya. Sekarang aku sedang memulai hidup baru tanpa melibatkan dia atau siapa pun yang berkaitan dengannya. Kecuali Alesha. Meski dia sepupunya Jeff, tapi dia sahabatku." Renae memejamkan mata sebentar sebelum melanjutkan. "Halmar, aku nggak bisa menjanjikan masa depan padamu. Pernikahan ... sangat jauh dari prioritasku...."

"Re...." Halmar meraih tangan Renae dan menggenggamnya. "Aku akan menerima apa saja yang kamu berikan padaku. Remah-remah hatimu, sisa-sisa cintamu, apa saja."

"Itu nggak akan cukup, Halmar. Karena aku ingin adil padamu. Aku ingin kamu tahu, seandainya sekarang aku siap memberikan seluruh hatiku, aku akan memberikan kepadamu. Hanya kepadamu. Kamu adalah pilihan pertama. Satu-satunya."

"Mengetahui itu saja sudah membuatku bahagia."

Renae menggeleng. "Aku nggak akan bisa memberikan masa depan yang kamu inginkan. Yang mungkin sudah kamu rencanakan."

"Sebelum kita membicarakan masa depan, Renae, gimana kalau minggu depan kita mencoba berkencan? Sekali saja? Kalau kamu nggak menyukai kebersamaan kita hari itu, beri tahu aku. Dan aku nggak akan lagi mengganggu hidupmu."

***

Menurut Elmar, pada kencan pertama Halmar harus bisa menunjukkan kepada Renae bahwa Halmar pandai membuat rencana. Baik jangka pendek maupun panjang. Mulai dari hal sederhana; seperti merencanakan hari Sabtu nanti akan menonton film apa atau hari Minggu jogging bersama di mana. Sampai rencana besar lima tahun ke depan; seperti menentukan lokasi rumah untuk ditinggali bersama setelah menikah. Seseorang, yang sudah dewasa dan siap menjalani hubungan serius, kata Elmar lagi, tidak boleh terus bertanya kepada pasangannya, apa yang harus mereka lakukan ketika mereka bersama. Namun harus mau berinisiatif dan mencari ide kegiatan yang bisa dinikmati bersama dan mempererat kedekatan dengan pasangan.

Kenapa Halmar sampai menelepon kakaknya dan meminta bantuan untuk mencari ide kegiatan kencan pertama? Karena Halmar tidak begitu kenal daerah sini. Tidak ada orang yang lebih tepat dimintai pendapat selain Elmar, yang berhasil membuat Alesha menerimanya dua kali. Waktu yang dimiliki Halmar untuk brainstorming tidak bayak. Seminggu ini Halmar sibuk menyimak dua webinar tingkat lanjut yang diadakan oleh InkLive lalu menilai dua pegawai yang kinerja dan sikapnya bisa menjadi panutan selama setahun ke depan berdasarkan performa mereka tahun lalu. Belum lagi menghitung investasi untuk menciptakan tenaga-tenaga pemasar masa depan.

The Promise of ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang