Taman Komplek

2.8K 235 12
                                    

Zenais ingat betul apa yang Ayahnya katakan dulu ketika pemakaman sang Paman dahulu.

"Di dunia ini, banyak orang jahat. Jaga diri kamu, Zen."

Dan akhirnya, Zenais tumbuh menjadi seorang pemudi yang waspada.

Jika diibaratkan gelas, kadar pertemanan Zenais mungkin tak sampai di tengahnya. Jika dijumlahkan pun, mungkin temannya dari SD sampai SMA dapat dihitung dengan jari.

"Zen, taman komplek yuk! gue udah lama banget nggak jajan tahu bulat."

Salah satunya adalah gadis yang tengah merebahkan diri di kasur. Entah bagaimana caranya masuk ke rumah Zenais yang dijaga oleh satpam.

"Ngapain kesini? Bukannya mau berangkat sama nyokap lo?" Zenais melirik dari kursi gaming di pojok kamar.

"Galak banget. Gue padahal takut lo kangen sama Ciarachel Shamora yang paling cantik ini."

"Cuih, najis."

Namanya Ciarachel Shamora. Rumahnya dan Zenais berdekatan, hanya terhalang satu rumah saja. Achel -sapaan akrabnya- juga satu sekolah dengan Zenais. Berbeda kelas, namun masih satu jurusan.

"Ayo ih, beli tahu bulat!" Achel bangkit, langkah kakinya terdengar jelas oleh telinga Zenais yang tertutup oleh headphone.

Benar saja, Achel tanpa ragu menarik penyumpal telinga yang Zenais kenakan. Mencubit pelan pipi gadis yang asik bermain game di PC miliknya.

"Eh, apaan sih Chel? Beli aja sendiri, ngapain ngajak gua?" protes Zenais.

Acel mengangkat bahunya asal, "Suka rame abang-abang. Kalau sama lo kan, mereka takut." jawabnya, membuat Zenais berdecak sebal.

"Sendiri aja kali. Siapa juga yang mau godain lo." sahutnya tanpa memedulikan Acel yang kini justru menggoyangkan lengannya.

"Banyak anjir," Acel menunjukkan empat jarinya, "Bang Rahmat cilor, Pak Din ketoprak, Bang Sodri es cendol, dan Mas Jarwo es tebu. Mereka manggil gue mulu." gadis itu mengadu pada Zenais.

"Bodoh, itu mereka cuma nawarin lo buat beli." Zenais meletakkan headphone di lehernya itu ke meja. Pemudi itu mengambil jaket abu-abu yang ia sampirkan di ranjangnya. Melemparkan barang itu pada Achel.

Gadis yang dilemparkan jaket itu tersenyum meledek, "CIE, KHAWATIR KAN LO AMA GUE SEBENERNYA?" ledeknya, berjalan menghampiri Zenais, memukul pelan bahu gadis itu berulang kali.

Zenais kadang berpikir, Achel ini tidak ada jengahnya. Mau itu pagi, siang, atau malam, Achel akan seperti ini. Jika Ciarachel diam, ada dua kemungkinan. Antara lapar dan badmood yang sudah tidak tertolong.

Memutar kenop pintunya, Zenais membiarkan gadis itu melangkah lebih dulu.

"Oh iya Zen," ujar Achel, membuat Zenais menunggu perkataan selanjutnya.

"Hm?"

"Aku gak bawa dompet, pake uangmu dulu ya, hehe."

Zenais diam, tanpa berbicara, kini kembali masuk ke kamarnya, menutup pintu tepat di depan wajah Achel.

"IH ZEN!"


tbc

please just keeps everything here, don't bring it into real life.

Ciarachel Shamora

Zenais Hiranya Atharwa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Zenais Hiranya Atharwa

Zenais Hiranya Atharwa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Querencia |  ZeeshelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang