Delapan Belas

74 12 0
                                    

Dengan hati-hati Sean melangkah, menyusul Rein tanpa membawa apa pun untuk melindungi dirinya. Ia berhenti di samping ambulan. Namun, tidak ada siapa pun di sana kecuali Key. "Ke mana dia?" gumamnya.

Sean memejamkan mata lalu mengeratkan gigi guna menekan rasa takutnya. Perlahan ia membuka mata, dan melanjutkan langkah. Dalam waktu yang sama terdengar suara perkelahian dari arah terowong tengah jembatan yang sudah tidak dioperasikan lagi. Segera Sean berlari menuju ke tempat tersebut.

Lagi-lagi tidak ada siapa pun di sana. Sean memutar bola mata menelusuri sekeliling. Namun, tetap saja tidak menemukan seorang pun di lokasi tersebut. "Apa aku salah dengar?" ia bertanya pada diri sendiri.

Saat ingin berbalik, tiba-tiba saja sesuatu menyengatnya dari belakang. Membuat Sean tersungkur tak sadarkan diri.

"Pria nakal," ujar Kiyong sembari menyeret tubuh Sean ke suatu tempat. Ya, pria itu adalah Kiyong.

Di sisi lain, Aera baru saja selesai membaca pesan yang ia terima. Sontak ia menggengam erat ponsel di tangannya.

"Kalau begitu mari kita masuk," ajak Do Hyun.

Sodam dan Herin mengangguk. Namun, tidak dengan Aera. "Kalian duluan saja. Kurasa aku meninggalkan sesuatu di mobil, " ujarnya kemudian keluar dari rumah sakit tersebut.

"Ayo!"

Mereka bertiga pun menuju ke ruang tempat Jesok di rawat. Begitu sampai di depan ruangan tersebut, tiba-tiba saja Sodam menghentikan langkahnya, lalu memeriksa ponsel. "Sudah kuduga," ujarnya.

"Hah? Kau bilang apa?" tanya Herin.

Sodam tidak menjawab, sebaliknya ia malah menunjukkan navigasi yang terdapat di ponselnya. Herin membulatkan mata.

"Tunggu. Tapi sejak kapan kau memasang alat pelacak di mobil, Senior?" Herin menatap penuh introgasi.

Perlahan Do Hyun mendekat untuk melihat. "Memangnya itu lokasi siapa?" tanyanya.

"Nanti akan kujelaskan. Apa kau punya kendaraan?" Sodam balik bertanya.

"Eum. Tapi itu hanya sebuah motor tua," jelas Do Hyun sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Bisa kupakai? Aku harus menyusul Senior," ujar Sodam.

"Tentu." Do Hyun pun memberikan kunci motornya.

"Aku ikut," ujar Herin.

"Kalau kau ikut siapa yang akan membuat laporan? Lagi pula jika kita meninggalkan penyelidikan hari ini maka unit dua akan mengambil alih semua kasus. Kurasa kau mengerti maksudku," balas Sodam panjang lebar, sebelum mengambil kunci. "Aku pergi." Ia pun meninggalkan rumah sakit tersebut.

Herin mendeham pelan, pasalnya saat ini suasana sangat canggung. "Ayo!" Do Hyun mengangguk. Mereka berdua pun masuk ke ruangan tersebut.

Sementara itu, di kantor pusat, tengah di gelar konferensi pers. Tentunya membahas tentang kasus kematian Zeigas yang di sangkut-sangkutkan dengan kasus lima tahun lalu.

"Saya mewakili kantor pusat kepolisian kota Goyang, ingin menyampaikan bahwa kasus kematian ketua unit satu tidak ada sangkutannya dengan kasus lima tahun lalu," terang Tn. Nam, selaku komisaris polisi. "Saya harap tidak ada media mana pun yang menerbitkan artikel-artikel yang memicu kontroversi, karena kasus ini sedang di usut. Sekian dan terima kasih." Tn. Nam pun meninggalkan tempat tersebut.

Tn. Kim menatap lekat ke arah Tn. Nam. 'Sebenarnya apa yang dia rencanakan?' batinnya.

***

Aera menghentikan mobil tepat di jembatan Hanam. Perlahan ia keluar, dan melangkah menuju gerombolan warga. Garis polisi juga sudah terpasang di tkp. Dengan perasaan yang bercampur aduk Aera menyibak naik garis polisi lalu masuk. Semua petugas yang berjaga langsung memberi hormat.

The Investigation: Playing With Blood (Random)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang