Kisah ke - 5 🍁

376 49 5
                                    

Jungwon mendudukkan dirinya di kursi kelas, ia sudah berada di sekolah sekarang, mengingat hari ini adalah hari Senin, Jungwon sudah berada di kelasnya tepat pukul 06.00 pagi. Tentu belum ada siapapun di kelas nya, karena ini masih terlalu pagi. Tetapi Jungwon tidak peduli sama sekali. Toh, ia tidak punya teman, kan?

Jungwon mengeluarkan handphone dengan headset miliknya, menyetel lagu kesukaan nya untuk menghilangkan sepi. Jari Jungwon mengetuk di meja seiring dengan irama lagu yang ia dengarkan.

Matanya ikut terpejam mendengar suara indah dari lagu yang ia dengar, sampai kemudian ia harus membuka matanya ketika ada yang menepuk pundaknya. Membuat dirinya hampir terlonjak kaget.

"Hai!" sapa anak itu riang pada Jungwon.

Jungwon cukup terkejut, tapi detik berikutnya ia menetralkan kembali ekspresi nya. Tanpa membalas sapaan si anak itu, Jungwon kembali memejamkan matanya, menidurkan kepalanya di atas meja dengan menatap ke arah yang berlawanan dengan keberadaan si anak itu.

"Jungwon, kau baik-baik saja, kan?" Anak tadi duduk di kursi sebrang Jungwon. "Aku khawatir sekali. Kenapa kamu tidak membalas pesan ku?"

Anak itu —Sunoo— menghela napas saat tidak ada jawaban dari Jungwon. Sebegitu tertutupnya kah Jungwon? Sunoo hanya ingin berteman dengan nya, Sunoo hanya kasihan pada Jungwon yang selalu sendiri. Jika Sunoo ada di dekat Jungwon, anak itu pasti tidak akan di rundung lagi oleh Haruto dan teman-temannya.

"Terimakasih,"

"Huh?" Mata Sunoo membulat lucu ketika Jungwon berbicara.

Jungwon menegakkan kepalanya, menatap Sunoo dengan tatapan tulus. Tetapi masih tetap sama, tidak ada senyuman atau ekspresi yang Jungwon tunjukkan.

"Terimakasih sudah membantuku kemarin."

Senyuman Sunoo melebar, membuat kedua matanya menyipit seperti bentuk bulan sabit. "Sama-sama! Aku senang bisa membantu Uwon."

Kepala Jungwon sedikit miring, dengan alis yang terangkat satu. "Uwon?" tanyanya.

"Hu'um, Uwon. Bagus, tidak? Itu nama buatan dariku untuk mu. Sekarang kita teman, kan?"

Teman, ya? Enak tidak, sih, punya teman itu?

Tangan Sunoo terjulur ke depan Jungwon. "Jungwon, mari berteman denganku."

***

Jay menatap hamparan rumput hijau di taman ini. Sebelah tangan nya di masukkan kedalam hoodie yang di pakainya, sedangkan tangan sebelahnya lagi di gunakan untuk memainkan handphone miliknya.

"Jongseong!"

Jay mendongak menatap orang yang memanggil nya, bibirnya tertarik keatas membentuk senyuman. "Hai, Sunghoon."

Pemuda itu —Sunghoon—, mendudukkan dirinya di sebelah Jay. "Sudah lama menunggu?" tanyanya.

Jay menggeleng. "Belum lama," jawab Jay. "Kau apa kabar?"

"Aku baik. Kau sendiri bagaimana?"

"Aku juga baik."

Mungkin karena sudah lama tidak bertemu satu sama lain, membuat keduanya saling canggung untuk sekedar berbicara panjang lebar. Sunghoon itu sahabat Jay dari kecil sebelum Jay pergi ke Australia. Keduanya masih tetap berkomunikasi karena orang tua mereka bersahabat dengan baik. Hanya saja, setelah Jay sibuk dengan pendidikan nya, juga Sunghoon yang sibuk dengan karir nya sebagai ice skating jarang bagi mereka untuk saling bertukar kabar. Satu tahun saja bisa terhitung dengan jari berapa kali mereka berkomunikasi.

"Kenapa kau malah tinggal di apartemen?" Suara Sunghoon mengudara ketika kedua nya terdiam di temani oleh angin selama beberapa menit.

"Hanya ingin saja."

"Kedua orang tuamu sudah tau kau akan pulang?"

Jay mengangguk. "Sudah, tapi aku hanya memberitahu Mami saja. Aku ingin memberikan kejutan kecil pada Papa dan adikku," kekeh Jay di akhir kalimat.

"Eiy, kau ini so sweet juga, ya."

Jay hanya tertawa menanggapi. "Bagaimana ice skating mu? Pasti sekarang fans mu semakin banyak, kan? Perempuan pasti lebih dominan, sih."

"Tentu saja," ucap Sunghoon menyombongkan diri. "Tapi akhir-akhir ini, aku sedang tidak bersemangat."

"Eh, kenapa?"

Sunghoon terlihat menghela napas panjang. "Banyak sekali pikiran yang sedang mengganggu ku saat ini. Seakan-akan, semua beban di pundak ku itu semakin lama semakin bertambah."

"Hei." Jay menepuk pundak Sunghoon. "Kau harusnya bersyukur, Hoon. Semua yang terjadi di dalam kehidupan kita, pasti sudah di rancang oleh Tuhan."

"Hm, kau benar. Harusnya aku lebih bersyukur. Ya ... orang lain mudah mengatakan semua itu, tapi ini hidup ku, aku yang lebih bisa merasakan nya," ucap Sunghoon. "Oh ya, omong-omong, bagaimana dengan keahlian mu?"

"Memasak, maksud mu?"

"Ya tentu saja, memang apalagi keahlian mu selain memasak, huh?"

Keduanya tertawa, mengenang kembali bagaimana mereka saat kecil dulu. Menghabiskan waktu masa kecil lalu semesta membuat mereka terpisah selama beberapa tahun. Hingga kemudian hari ini, mereka kembali berkumpul. Bercerita tentang hal-hal yang mereka lewati tanpa satu sama lain.

Takdir semesta mana ada yang tahu. Ketika kita merencanakan A, semesta justru malah memberikan B. Sangat tidak sesuai dengan ekspektasi kita, tetapi di balik itu semua, ada hikmah yang sudah Tuhan berikan di dalamnya. Di setiap kejadian, pasti ada sesuatu yang sudah Tuhan rencana kan. Yang bisa jadi menjadi awal dari semuanya, bisa juga akhir dari segalanya.

"Oh iya Jay, ngomong-ngomong, kapan kau akan pulang ke rumah mu?"

"Mm, hari ini, maybe?"

"Mau ku bantu untuk berkemas?" tawar Sunghoon.

Jay terkekeh. "Memangnya kau kira untuk apa aku memanggil mu kesini jika bukan untuk membantu ku?"

"Astaga, jadi kau menjadikan ku pembantu dadakan, begitu?"

"Ya ... begitulah." Jay berdiri. "Tidak, aku bercanda, Hoon. Mau jalan-jalan dulu? Antar aku melepas rindu dengan negaraku."

"Let's go!"

***

Happy reading! 🧡

Kritik dan saran bisa di tuliskan disini ☺️

30 Desember 2021

Fear In Happiness [JayWon Brothership]Where stories live. Discover now