Bab 11

137 20 6
                                    

Tanpa perlu diumumkan, semua orang membelah jalanan rerumputan. Menuju api unggun yang telah menyala dengan gagahnya. Begitu pula kalanya Mila, dia bersemangat mendesak teman-temannya supaya keluar segera.

Seperti biasa, Nazwa menyembul dengan pasmina, Acha yang bergelora ria bersama bando pom-pom merah di kepalanya, dan Tiara membawa boneka kecil agar bisa dipeluknya manja, juga Fahira yang tampak ala kadarnya.

Fahira terlihat tidak semangat, hanya memasang wajah lesu. Biasanya jika berurusan dengan kakak kelas cogan, ia dan Acha yang paling bergembira. Saat ini, kengerian yang ada di otaknya. Fahira merasa tatapan tajam dan sinis cewek-cewek yang menjadi tetangganya barusan ditujukan untuknya.

Langkah mereka mengekori Mila yang berjalan paling depan. Fahira yang lamban, tertinggal paling belakang. Sepanjang jalan gadis mungil itu menunduk, seolah sekitarnya tidak ada yang bisa dipandangi selain pijakan berpasir. Tak lama Fahira terhuyung beberapa senti, ada yang menabrak punggungnya dengan sengaja. Terbukti pada saat ia bergerak ke samping, tersangka tersebut tidak mau berhadapan menampakkan diri. Terus melangkah seakan tidak bersalah.

"Kenapa, Fah?" Sadar temannya itu memekik pelan, Tiara menatapnya heran.

Fahira mengukir senyum tanpa beban, "Nggak, tadi ada semut hampir kepijak."

Mereka menganggut-anggut lalu kembali lanjut berjalan. Tiba di lokasi perkumpulan, kelima gadis itu duduk berdekatan. Semua tingkatan kelas bergabung membentuk lingkaran yang di tengahnya terdapat api unggun. Orang-orang hening mendegarkan bapak bertubuh gempal mengeluarkan perkataan yang mengarahkan kegiatan terakhir kemah malam ini. Urutan demi urutan perwakilan kelas disebut, bersiap menampilkan sebuah seni yang mereka inginkan.

Lontaran panggilan berikutnya kepada kelas 11 IPS 1. Mereka sepakat menunjuk Mila dan Satria -sepasang mantan kekasih- untuk tampil bersama. Keduanya tidak keberatan, Mila memang jago bernyanyi dan suara Satria pun tak kalah bagus. Fahira, Nazwa, Acha, dan Tiara sempat memberi semangat Mila sebelum berhadapan dengan banyak orang.

Satria duduk dengan gitar di tangannya, didampingi Mila yang berdiri karena kursi hanya ada satu. Khusus yang memainkan alat musik. Satria mulai memetik instrumennya, terdengar nada merdu dari bibirnya.

"Coba tanya hatimu sekali lagi
Sebelum engkau benar-benar pergi
Masih kah ada aku di dalamnya?
Karena hatiku masih menyimpanmu..."

Pembawaan lagu dari cowok itu seketika menghipnotis banyak pasang mata. Beberapa menyadari bahwa Satria menikmati suaranya sendiri. Ia seperti hanyut dalam ilusi. Bernyanyi sambil memejam mata, menjadikan semua orang terlena.

"Kisah kita memang baru sebentar
Namun kesan terukir sangat indah
Ku memang bukan manusia sempurna
Tapi tak pernah berhenti mencoba
Membuatmu tersenyum
Walau tak pernah berbalas
Bahagiamu juga bahagiaku...
Saat kau terlalu rapuh
Pundak siapa yang tersandar?
Tangan siapa yang tak melepas?
Ku yakin aku
Bahkan saat kau memilih
Untuk meninggalkan aku
Tak pernah lelah menanti
Karena ku yakin kau akan kembali."

"Bang Sat nggak berhenti merem dari tadi," bisik Fahira pada Acha yang di sebelahnya.

Acha menggerakkan kepalanya ke atas dan ke bawah beberapa kali, "Lo sadar, nggak, sih, sebenernya Satria itu masih sayang sama Mila?"

Tidak salah lagi, sebagai teman dekat Mila dan Satria, Fahira membenarkan opini Acha. Ganti-ganti pacar yang dilakukan Satria menjelaskan bahwa cowok itu tidak mampu menetapkan tambatan hatinya. Juga Mila yang setelah berbulan-bulan akhirnya bisa melupakan Satria sepenuhnya.

Alunan syahdu menyambut telinga mereka. Mila melanjutkan bagiannya, "Ada engkau dalam setiap doaku
Sungguh aku rindu berbagi tawa
Kini kita tidak lagi menyapa
Biarlah hanya dari kejauhan
Melihatmu tersenyum
Walau tak pernah berbalas
Bahagiamu
Juga bahagiaku..."

Sebersit Rasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang