4

76.6K 958 13
                                    

Suara pisau dan tatakan kayu bertabrakan siang ini, suara didihan air bersamaan dengan kepulan asap mengepul di udara.

Don meraih pinggang kecil itu, memeluknya erat.

"Membuat keusilan apa lagi kali ini?" bisik Don pada telinga Lody dan diakhiri dengan kecupan lembut di tengkuk.

"Bikin ramyeon...Daddy mau? Bayar 5000 won!" ucapnya sembari memasukan beberapa potong sayur dalam panci.

"Bayar 1 juta won untuk semalam" sahut Don sambil tertawa.

"Dih..." Lody mencibir.

Perempuan itu beranjak dewasa seiring waktu, meluluhkan hatinya yang dulu sekeras batu. Apa itu maaf, apa itu minta tolong...Don tak pernah mengenalnya. Ia terbiasa hidup berhadapan dengan para pebisnis yang haus uang, kekuasaan dan tentu saja wanita.

Lody mengenalkan semua pada Don, bahwa ia harus berterimakasih ketika Lody datang ke kantornya dengan masih memakai seragam membawakannya coklat yang ia beli di toko kelontong. Mengenalkan kata maaf pada Don saat Don tak sengaja merusak penjepit rambut kesayangannya dan mengenalkan Don pada kata "I Love You".

"Apa?" Lody merusak lamunan Don.

"Tidak, makanlah aku temani. Setelah ini aku harus pergi bertemu seseorang..."

"Siapa? Daddy sudah janji padaku tidak akan kemana-mana hari ini!" Lody mendelik.

"Dengan siapa? Lelaki perempuan? Dimana? Sampai jam berapa?"

Don sudah sangat terbiasa dicecar pertanyaan seperti itu.

"Dengan laki-laki, 45 tahun. Di cafe tempat kita biasa makan...kau bisa menelpon staff disana memastikan aku benar disana nanti. Mungkin 2 atau 3 jam" jawab Don sembari menyesap kopi dinginnya.

"Oohh..." Lody menjawab singkat.

Don suka menemani Lody makan, seperti ia bisa mengingat semua hal saat hubungan di luar wajar ini bermula.

.

.

.

.

.

"Bagaimana kursus biolamu? Menyenangkan?" ucap Don yang berbaring di sebelah Lody.

"Mereka cukup baik..."

Mata Don tidak bisa lepas dari dua buah gundukan yang tidak besar tetapi tidak juga kecil, sepertinya pas dengan telapak tangannya.

"Apa kau keberatan saat aku mengusap punggungmu saat tidur?" Don memejamkan matanya, bersiap untuk jawaban terburuk.

"Nyaman..." jawab Lody singkat.

"Aku mau nyaman lagi..." imbuh Lody.

Don mencari-cari kebenaran dari ucapan bibir perempuan di hadapannya.

"Aku bisa tidur sangat nyenyak saat itu...ta-tapi kalau tidak bisa juga tidak apa-apa"

Don meraih pinggang perempuan itu, memeluknya erat, mengecup puncak kepalanya dan menghirup aroma shampo dari helaian rambutnya.

"Dengan syarat, diam." ucap Don.

Perempuan itu mengangguk.

Don menarik selimutnya hingga sebatas bahu, menyibak baju perempuan itu lalu mengusap pelan punggung hangat Lody.

Don menahan ciumannya di kening, memastikan bahwa Lody harus merasa aman saat hal 'nyaman' itu terjadi. Don membuka kaitan bra dan melepaskannya dari badan Lody.

Merengkuhnya dalam-dalam, sedang Lody hanya terdiam dan sesekali mengusak wajahnya pada dada milik Don. Don mengusapnya perlahan, terkadang memberi tekanan dan sesekali menancapkan kukunya disana. Saat kuku itu ditancapkan dan jemari itu bergerak, lenguhan kecil dari mulut Lody keluar.

Don merebahkan tubuh mungil itu, mengunci tatapan mata Lody dengan tatapan matanya. Ia mengecup singkat bibir Lody, perempuan itu terkejut tetapi ia ingin lebih dari itu.

Don mulai menyingkap baju piyama itu hingga dada, mengusapkan jarinya pada perut, pinggul dan dada Lody.
Sesekali jemarinya mengusap dada di sela dua buah dada yang ranum itu.

Lody meremas baju tidur Don, di dalam pikirannya berkecamuk. Ia takut tetapi ini membuatnya nyaman, kupu-kupu beterbangan di perutnya, sedikit geli tetapi ia menyukainya. Mulutnya sedikit terbuka, menahan nafas tak jarang mengeluarkan suara entah apa namanya tetapi ia tidak bisa menahannya.

Ia memejamkan matanya, merasakan jemari milik lelaki yang terpaut usia begitu jauh darinya. Hangat, lembut dan Lody merasa aman dari apapun saat jemari itu berada di atas tubuhnya.

"Ngghh..."

Suara itu kembali muncul dari bibirnya saat Don perlahan mengusap puncak buah dadanya, dengan jari sesekali dengan lidah milik lelaki itu.

Don mengusap buah dada itu perlahan lalu meremasnya begitu pelan. Ia bisa mendengar jantung Lody berdetak begitu kencang, ia merasakan remasan pada bajunya pun terasa lebih kencang. Ia mengulanginya beberapa kali sampai suara itu berulang-ulang memasuki telinganya.

"Sakit?" ucap Don pada perempuan kecil itu yang sedang bersembunyi di dadanya.

Lody hanya menggeleng cepat, ia tak berani melihat Don. Ia tak tahu kenapa harus begitu, tetapi rasanya ia tak berani melihat lelaki itu.

"Tak apa...kau bisa memeluk ku jika belum merasa nyaman melihatku" ucap Don sambil terkekeh lalu disambut dengan pelukan yang begitu erat dari Lody.

"Apa kau suka yang seperti tadi?" tanya Don sembari mengusap bahu kecil Lody.

Sekali Lody mengangguk.

Don tak menanyakan apapun lagi, ia mengusap punggung Lody hingga perempuan itu jatuh tertidur dalam pelukannya. Ketika Lody berhasil tidur dengan nyenyak, saat itulah Don harus segera pergi ke kamar mandi dan menuntaskan nafsunya yang membumbung tinggi.

.

.

.

.

.

"Kau bilang sudah minum susu untuk menambah tinggi hm?" ucap Don pada Lody yang saat ini berdiri di hadapannya.

"Mereka berbohong! Mereka bilang bisa menambah tinggiku sampai 10 cm tapi Daddy lihat aku tidak berubah sama sekali!" gerutu Lody yang memasangkan dasi berwarna biru gelap dengan hiasan tiga garis berjajar pada Don.

"Jangan membuat ribut atau kekacauan selama aku pergi hm?" Don menyentil hidung mungil Lody.

Perempuan itu hanya mengangguk singkat. Turun dari tempat duduk yang ia pakai untuk berdiri memasangkan dasi.

Semua kecupan singkat dari Don pada bibir ranum milik Lody sebelum ia pergi.

"Hati-hati...jangan pulang larut..."

Suara Lody terdengar lirih, ia tidak ingin ditinggal tetapi urusan pekerjaan tidak boleh ia halangi atau campuri.

"Baik nona kecil..."

Don memeluk lalu meremas dua bongkahan pantat milik Lody gemas.

"Sakit!" pekik sang pemilik.

Don hanya berlalu sambil tertawa senang.

Our SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang