44. sebuah Mimpi (22)

203 32 4
                                    

Sidang perceraian Seokjin dan Jisoo resmi di gelar hari ini, di hadapan seluruh para menteri, mereka menyaksikan raja mereka terlihat begitu tersiksa, sudah sangat jelas jika sedari awal Yang Mulia Ibusuri menjadikannya boneka untuk mengendalikan seluruh kerajaan, Kim Junmyeon juga datang sebagaimana ia di undang secara langsung oleh Ibusuri,

Jika berpikir Jennie tidak menceritakan segalanya pada Junmyeon itu salah, setelah bertemu dengan ibunya, Jennie langsung berlari menuju kediaman para pangeran guna bertemu dengan kakak tirinya, Jennie berpikir Junmyeon sangatlah baik, maka dia bisa menghentikan ketidakadilan ini, namun ternyata salah, Junmyeon hanya tersenyum dan menggeleng untuk menanggapi permintaannya,

Begitupun dengan NamJoon yang sekarang hanya diam saja, apa yang membuatnya berubah?

"Oppa, kau hanya diam melihat ini terjadi? Lihat Jeandara , dia bahkan tidak ingin keluar dari kamarnya" linangan air mata Jennie sedikit menggoyahkan hati NamJoon namun seperti halnya permainan kartu, Ibusuri sudah memegang kartu mati nya, ia tak mungkin membiarkan Ibusuri menghancurkan rahasianya selama ini, namun disisi lain ia tidak bisa membuat orang lain terluka,

"Jennie, dengarkan oppa, kebahagiaan Jisoo noona bukan disini, kau tidak bisa membiarkannya terluka lebih lama disini, setidaknya dia akan mendapatkan kebahagiaan dan kehormatan yang bisa Junmyeon berikan, hanya Junmyeon yang bisa memberikannya"

"Oppa menyerah? "

"Ada saatnya kita harus menyerah untuk hidup yang lebih baik, Junmyeon adalah pria yang baik, kau tau itu kan? Jeandara juga akan mengerti "

Disisi lain, Jisoo berdiri dengan senyum menghiasi wajah cantiknya, bukan karena ia bahagia dengan perceraian ini, melainkan ungkapan cinta yang sangat tulus dari Seokjin, hari sebelumnya mereka menghabiskan waktu bersama, dengan anak anak yang berlarian di ladang dandelion bermain tanpa peduli hari esok apa yang akan terjadi,

"Aku Terima" ucap Jisoo tulus, setetes air jatuh dari pelupuk mata Seokjin, ini bukan harapannya, anggap saja dia jahat, tapi nasip seluruh kerajaan ada di tangannya, rakyat tak akan mau jika raja mereka cengeng dan lemah,

Setelah hakim Jeon benar-benar mengetuk palu di tangannya, kaki Jisoo serasa lemas, disusul suara dari wakil Jung yang membacakan beberapa hak yang harus ia terima setelah perceraian dari Seokjin,

"Sebuah rumah di pusat kota, 10 kotak perhiasan, 10 peti uang, dan 50 ekor sapi"

Setelah sidang perceraian berakhir, Jisoo segera pergi meninggalkan ruang sidang, ia bergegas menuju kamar milik kedua anaknya,

"Jiandra, Jeandara" terlihat kedua bocah itu hanya tertunduk lesu di atas ranjang masing-masing, Jisoo dengan cepat memeluk keduanya, Jiandra yang paling keras menangis ia berharap ini hanya mimpi buruk, ia tidak pernah menginginkan ini, berbeda dengan kakaknya, Jeandara hanya diam berpikir mungkin bersama ibu dan ayahnya adalah permintaan yang mahal, bahkan raja pun tidak sanggup memberikannya,

"Aku ingin ikut eomma,, " parau Jiandra terdengar menyakitkan, Jisoo tak kuasa untuk mendengarnya,

"Anniyo, Jiandra adalah calon raja, pewaris tahta Dinasti Kim, jangan membuat rakyat sedih dengan keputusan mu"

"Aku tidak mau jadi raja, aku mau bersama eomma, appa dan Jeandara"

"Pangeran, kau bisa datang ke istanaku kapanpun kau mau, kau akan menjadi putraku juga kan? " Jiandra menatap sengit laki-laki di ambang pintu, membuat Jisoo beralih menatapnya juga, terlihat kebencian di mata anaknya,

"Ahh, itu benar, Jiandra bersama Appa disini, jika merindukan eomma dan adikmu kau bisa datang ke istana lama, eomma ada disana sayang"

kecupan manis di kening Jiandra bukan menghilangkan kesedihannya, justru malah membuat bara di hatinya semakin menyala, kemarahan yang tak bisa ia bendung segera berlari ke arah tindakan kasar yang ia lakukan, ia berlari menjauh dengan membanting pintu kamarnya, tak menanggapi perkataan calon ayah tiri, yang ia inginkan hanya sendiri,

"Maafkan sikap putraku, pangeran"

"Dia hanya belum terbiasa"

.
.
.
.
.
.

Kim Taehyung bergerak perlahan membuka pintu kamar Irene, ia berjalan mengendap-endap memastikan kondisi sekitar, hanya ada satu pelayan yang berjaga di samping pintu,

Sebenarnya apa yang ia lakukan?

Tentu saja menjalankan hal yang sepertinya tidak berguna, ia selalu datang kesini untuk memastikan raut wajah Irene yang sibuk menjahit di kursi balkon,

Hanya itu,,,

Semenjak kejadian ia tak bisa mengendalikan dirinya, Taehyung sedikit merasa bersalah, wanita mana yang mau di ajak bercinta sebagai alat membayangkan wanita lain, kecuali Jalang, dan Irene bukan Jalang, ia adalah Tuan Putri yang terhormat dan menjujung tinggi harga dirinya, Irene spesial,,,

Tapi Taehyung tidak, dia merasa sikap Irene saat ini sungguh membuatnya tak nyaman, terkadang ia akan merasa sok akrab jika bertemu dengan istrinya, padahal sudah jelas jika Irene sudah tidak peduli dengan atensinya,

"Pangeran mencari sesuatu? " tanya seorang pelayan langsung mendapatkan pelototan darinya, sekarang Irene juga menatapnya tidak suka, terlihat dari auranya yang dingin, membuat Taehyung bergidik,

"Ini kamarku juga, kenapa kau bertanya? "

"Hai,,, kau sedang apa? " Lagi-lagi Taehyung serasa berbicara dengan angin, jadi begini rasanya di abaikan, rasanya tidak nyaman dan sedikit ngilu di bagian ulu hatinya,

"Akhhh" Jari manis Irene tertusuk jarum, Taehyung dengan cepat berlari menghentikan pendarahan dengan caranya, memasukkan jari Irene ke dalam mulut,

Tak sadarkah Taehyung jika sikapnya yang menyebabkan jantung Irene berdetak 2 kali lipat lebih cepat?

"Aku baik-baik saja" dengan canggung ia menarik tangannya dari genggaman Taehyung, ia tidak mau jatuh lagi

"Bisakah kau bersikap seperti biasanya? "

"Seharusnya kau bahagia setelah aku menjauh"

"Tidak sama sekali,,, kau tau seperti ada yang hilang dari diriku, Irene,,, jangan akhiri apapun saat kita belum memulainya, aku mohon beri aku kesempatan, kesempatan terakhir,,, "

"Ku mohon"

"Tuan putri,,,, ku mohon" kali ini entah apa yang membuat Taehyung mau berlutut untuk meminta kesempatan pada Irene, tapi bukankah ia sudah mengatakannya dengan jujur, bahwa ada yang hilang dari dirinya saat Irene berubah sikap seperti ini, ia tidak menyukainya,

"Aku mohon bantu aku melupakan Lisa, dia sudah bahagia aku juga ingin bahagia, ku mohon tolong aku,,, "

Senyum kotak khas milik pangeran termuda itu mengembang sempurna, ia melompat ke atas kursi dan memeluk Tuan Putri dinasti Bae dengan sangat erat, begitupun Irene yang tertular dengan senyumnya




𝙍𝙚𝙞𝙣𝙠𝙖𝙧𝙣𝙖𝙨𝙞 𝓦𝓲𝓽𝓱 𝓑𝓵𝓪𝓬𝓴𝓫𝓪𝓷𝓰𝓽𝓪𝓷 Where stories live. Discover now