07. Berakhir

23 2 0
                                    

Semua semakin jelas.

Itulah yang bisa kuceritakan pada postinganku kali ini sekaligus menjadi postingan terakhirku.

Permasalahan tahun baru kemarin beruntut panjang. Perkelahian anarkis sering terjadi yang membuat aku dan beberapa teman lain sangat tidak nyaman.

Hingga pertikaian terakhir menjadi titik untuk aku menyerah. Mungkin juga untuk kami semua.

Separah apa itu? Separah keadaan ruang tengah dan dapur kami hancur lebur.

Pecahan kaca memenuhi lantai, lembaran buku berserakan, bahkan alat tajam menancap mengerikan.

Sisiripi hilang kendali.

Malam itu ia pulang dengan wajah merah seraya memegang leher botol soju. Masuk dengan kasar, mendobrak pintu kamar paus biru dan melemparkan minuman keras tersebut tanpa ragu.

Sumpah serapah dan teriakan menggila terucap. Leher berurat yang tampak menunjukan ia telah diambang batas sabar.

Sembari memegang kepalanya yang terluka, paus biru mencoba menyelesaikan baik-baik. Memang pada dasarnya paus biru sosok yang tenang. Justru, dimata sisiripi, sepertinya sikap itulah serupa bensin baginya.

Satu pukulan mendarat pada pipi paus biru ikuti sisi satunya. Ia limbung dan terjatuh.

Kami berusaha melerai kala sisiripi bergerak untuk menindih paus biru dan menghajarnya kembali.

"dia tidur dengan lumba-lumba! dia menghianatiku..."

Kalimat itu yanv terus menerus di ulang sisiripi. Kami semua tercengang. Memandang paus biru yang ia sendiri menatap lelah sisiripi.

Sekali lagi, paus biru ingin mengupayakan penyampaian penjelasan. Aku tak mengerti nalarnya. Nyatanya, lawan bicaranya itu tidak ingin mendengar alasan. Emosi membuncah, pekat pikiran, ego menguasai.

Menyuruh paus biru keluar dari tempat itu segera. Aku menemaninya dengan narwal yang menemani sisiripi.

Sebelum pintu tertutup, sekilas siluet sahabat terbaikku dalam kondisi pilu. Air mata menggenang dipipi. Pelupuknya telah sembab benar. Telapaknya memerah karena terus menepuk lantai melampiaskan sakit hati.

Berada di koridor tangga. Tempat yang sepi dan cukup untukku berbincang dengan paus biru.

"sejauh apa hubunganmu dengan lumba-lumba?" tanyaku terus terang.

"tidak ada yang seperti itu..."

Jawaban mengelak itu membuatku meninggi, "kau tidur dengannya!"

"benar..."

"lalu?"

Dia mengacak rambutnya kasar. Mendongakan kepala dan menghirup nafas dalam-dalam. Melihat tepat pada dua mataku, ia menjawab, "fantasi bercinta..."

Aku, kehilangan kata-kata, akal, tulisan dan gairah pertemanan.

Ini terlalu gila.


Novae Angelish

Sea and SeeUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum