Chapter 09 : Ketemu

29 14 1
                                    

"PUTRI dari pendiri Gardenea Group diketahui telah diculik oleh seseorang yang diduga mempunyai dendam terhadap perusahaan, saat ini upaya pencarian masih diteruskan dengan bantuan tim sar dan orang-orang bayaran".

"Ceo sekaligus pendiri Gardenea Group, yaitu Yohaness Gibrata mengumumkan bahwa siapapun yang menemukan putrinya akan diberikan hak penuh terhadap satu anak perusahaan besar."

Saga menghela napasnya, ayahnya sudah tahu pasti karena Gara yang memberitahukannya. Kapten pasukan khusus itu kemudian kembali memasukkan ponselnya dan mendekati seorang polisi.

"Yang lain belum ada kabar?" tanyanya.

Polisi itu menggeleng "Hari sudah mau gelap, sebaiknya anda beristirahat. Kami akan melakukan pencarian semaksimal mungkin" ujar polisi itu.

Saga kembali menghela napasnya, beberapa detik kemudian muncullah Gara yang kembali dengan membawa sebuah sarung tangan, hanya satu tidak ada pasangannya.

"Lo bawa sarung tangan?" Saga bertanya sambil mendekati Gara.

Gara menatap Saga dengan tatapan pilu "Gue.. Gue.. Ga bisa nyelametin Gavin" jawab Gara.

Saga membulatkan matanya karena terkejut "Maksud lo?".

"Tadi pas gue lagi cari Sava, gue liat orang dorong Gavin. Gue coba selametin Gavin tapi.. Cuman dapet sarung tangannya aja" jelas Gara.

Saga menghela napasnya, bukannya menemukan Sava, mereka malah mendapat korban jiwa.

"CARI GAVIN!! SEKARANG!!" perintah Saga saat itu juga.

Para petugas yang ada di sana segera berpencar mengikuti perintah Gavin.

•••

Sava masih setia mengikuti kemana arah Angga berjalan, dia tidak tahu sekarang ada di mana dan mempercayakan semuanya kepada Angga.

Lagi pula Angga itu teman dekat kakaknya, jadi menurut Sava, Angga itu pasti bisa dipercaya. Tiba-tiba saja Angga berhenti melangkah.

Sava sontak menabrak punggung lebar pria itu "Kenapa Kak?" tanya gadis itu kebingungan melihat Angga yang tiba-tiba berhenti.

"Kayaknya kita nyasar" jawab Angga.

Sava menghela napasnya diam-diam, lagi-lagi dia tersesat, tak apa karena setidaknya ada Angga di sini bersamanya.

"Kita coba jalan lurus aja ya" kata Angga dan Sava hanya mengangguk sembari mengikuti kemana perginya Angga.

Tak ada salahnya untuk mencoba berjalan lurus, bumi itu bulat, dan paling tidak mereka akan menemukan jalan raya atau semacamnya.

Tapi bukannya menemukan jalan raya atau rumah penduduk, mereka berdua malah menemukan sebuah jurang yang sangat dalam.

"Sava.." Sava menatap Angga "Ya kak?".

"Gue mau ngomong sesuatu boleh?" Sava mengangguk.

Baru saja Angga hendak berbicara, tiba-tiba seekor monyet turun dan membuat Sava terpeleset jatuh ke jurang. Untungnya Angga berhasil menahan tangan gadis itu.

Sava menghela napasnya "Kak.. Tolong tarik" pintanya putus asa.

"Dengerin dulu gue mau ngomong" Sava menatap Angga, firasatnya mengatakan sesuatu yang sangat buruk akan segera terjadi.

"Gue suka--engga, cinta gue cinta" Angga menatap Sava "Sama Sagara".

"Tapi Sagara lebih peduli lo".

Sava menggeleng "Kak jangan gini!" katanya.

Angga mengangguk "Tenang aja, lo jangan lepasin tangan gue" baru saja Sava hendak bernapas lega "Karena gue yang bakal lepasin tangan lo".

Tepat setelah kalimat itu, Angga melepaskan tanggannya dan membuat Sava terjatuh ke dalam jurang.

"Ahahahaha" Angga tertawa jahat, puas terhadap hal yang dilakukannya. Pria itu membalikan badannya, didapatinya hampir semua orang yang ikut mencari Sava.

Sagara langsung menarik kerah baju Angga yang terdiam sedang mencerna situasi.

"BANGSAT SIALAN!! BRENGSEK BALIKKIN ADEK GUE ANJING!!!" pekik Saga sangat emosi, padahal beberapa detik lagi dia bisa menyelamatkan adikknya.

"Sagara.. Lupain Sava, ada gue kok" Angga memeluk tubuh Saga.

Saga dengan kasar mendorong Angga "Bawa dia!!" suruhnya.

Angga langsung di seret pergi oleh polisi yang ada. Saga dan Gara mendekati ujung jurang itu, siapapun bisa melihat kalau dua orang itu sangat frustasi.

"SAVA!!!" pekik Saga berusaha mencari harapan.

Namun yang didapatnya hanyalah gema dari suaranya sendiri, tanpa sadar Saga mulai meneteskan air matanya. Dia kehilangan adiknya tepat didepan matanya, oleh orang yang dipercayainya.

Sama seperti Saga, Gara tentunya sangat frustasi. Hampir dua minggu teman dekatnya menghilang, dia menyadari perasaannya, tapi semuanya benar-benar sia-sia sekarang.

Gara terduduk, dia mulai menangisi kepergian Sava.

To be continued...

Don't Trust AnyoneWo Geschichten leben. Entdecke jetzt