tujuh menit

244 35 3
                                    

Di antara kemungkinan yang akan terjadi, Kinan sama sekali tidak pernah mengira ia akan kembali. Kembali ke tempat dimana ia menangis untuk pertama kalinya. Dua belas tahun lamanya, ia lari dari kota yang enggan lagi ia sebut sebagai rumah. Lucunya lagi, ada begitu banyak hal yang dapat membuatnya kembali, namun Kinan tidak pernah mengira sesuatu yang membuatnya kembali adalah hal yang sama yang membuatnya memilih hengkang dari kota kelahirannya.

Ya, bapak adalah alasan Kinan kembali.

Bapak meninggal dunia tadi malam, dan Kinan tidak tahu harus merasa seperti apa. Dua belas tahun Kinan lari, pergi jauh meninggalkan Bandung dan segala pahitnya kenangan yang ada didalamnya, dan di sini lah ia, menatap kosong rumah dua tingkat yang cat nya telah memudar dimakan waktu. Rumah yang menjadi saksi bisu dimana Kinan kecil harus melihat keluarga kecilnya berubah menjadi malapetaka yang masih menjadi mimpi buruk baginya sampai sekarang. Dan Bapak adalah sumber dari segala luka yang meradang nyeri dihati nya. Orang bilang untuk tidak mengungkit keburukan seseorang yang telah meninggal dunia, doa kan saja yang baik-baik, biar di lapangkan kuburannya. Tapi Kinan tidak bisa membohongi diri sendiri, kembali ke tempat yang pernah ia sebut rumah masih menjadi PR baginya, karena nyatanya ia masih juga belum berdamai, masih sakit. Kalau bisa memilih, Kinan enggan untuk kembali, tapi semalam Ibuk memohon kepadanya untuk datang. Ibuk bilang kalau ia tidak mau datang atas dasar inisiatif diri sendiri maka datang lah, mewakili Ibuk.

Kinan tidak mengerti bagaimana Ibuk bisa lapang dan masih peduli kepada laki-laki yang telah menghancurkan hidupnya. Laki-laki yang membuatnya menderita hingga harus berakhir mendekam di rumah sakit jiwa beberapa tahun belakangan ini. Sebab, seberapa kuat Kinan berusaha untuk belajar memaafkan Bapak seperti yang Ibuk lakukan. Kinan tidak akan pernah selapang ibu. Sebab sampai ini ia masih ragu, masih setengah hati memaafkan semuanya.

Ia hembuskan satu hela napas, rumah bapak kini ramai di sesaki sanak saudara, keluarga dan teman-temannya serta mereka-mereka yang ikut berduka. Samar-samar ia dapat mendengar isak tangis dari dalam rumah, Kinan selalu membenci kematian, ia juga tidak pernah menyukai kata pergi, sebab kedua hal tersebut selalu mendatangkan nyeri yang entah kapan bisa hilang.

"What does is it feel to coming back?" Suara familiar perempuan di sampingnya menyapa halus gendang telinga Kinan.

Kinan menoleh, mendapati sosok perempuan bersurai sepunggung di sampingnya tersenyum tipis. Itu Amira, sahabatnya sewaktu SMA.

Kinan menarik kurvanya pelan, "Aku enggak kembali, cuma singgah sebentar. Antar Bapak ke tempat peristirahatan terakhirnya."

Amira menghela napas panjang, lantas merengkuh bahu ringkih Kinan, "Masih sama, Bandung belum jadi tempatmu buat pulang, ya? Btw, turut berduka cita ya, semoga Bapak di tempatkan di tempat paling baik."

"Bandung emang bukan lagi tempat aku pulang, Ra. Terlalu sakit kalau lama-lama disini. Tapi makasih doanya."

Nyatanya Kinan masih tidak mengerti, ia tidak tahu harus merasa seperti apa ketika tahu Bapak tidak lagi ada di dunia. Campur aduk, sukar di jelaskan. Tapi yang ia tahu, semalam tepat jam 11, kala tante Dina mengabari kalau Bapak sudah pergi, ada sesuatu yang hilang dari Kinan. Hampa ia rasa, sedikit nyeri.

Kinan masih tidak mengerti, jikalau ia enggan kembali, maka kenapa ia malah mencari flight tercepat yang bisa membawanya ke Bandung. Karena ia telah janji ke Ibuk untuk datang, kah? Atau ia yang memang ingin segera ketemu Bapak?

Kinan tidak tahu. Atau mungkin ia saja yang enggan mengakuinya.

"Mau masuk sekarang?" Ujar Amira membawanya kembali dari ruang pikirnya.

Kinan dengan jelas melihat mata Amira, seolah-olah netra hazel Amira mengirimkannya ketegaran. Setelahnya, Kinan mengangguk seiring derap kakinya melangkah masuk. Pekarangan rumah penuh kursi untuk tamu, bendera kuning tepat di tiang rumah, dan suara samar tangis yang semakin jelas saat langkah kakinya tepat berada di depan pintu.

subuh tadi, gagak beri kabar kalau dia sudah matiWhere stories live. Discover now