10 - Pesan dari Masa Lalu

29 10 15
                                    

Flashback 10 tahun yang lalu

Malam Festival Tahun Baru, Ibukota Oliver, 1 Januari 1443

"Ibu! Di sana ada pertunjukkan teater terbuka! Ayo kita ke sana!" Seorang anak kecil perempuan bersurai jingga menarik-narik tangan seorang wanita yang punya warna rambut sama dengan wajah semangat.

"Haha, kamu tampak bersemangat sekali. Tapi apa kamu tidak mengajak kakakmu juga?" tanya wanita yang adalah ibunya itu.

"Yah, soalnya kakak ikut ayah sih, jadinya dia sibuk." Gadis kecil yang bernama Felicia itu lalu membuat wajah masam. Dia memang sangat dekat dengan kakaknya, sehingga mengikuti festival pada kesempatan ini baginya terasa sepi dan kurang menyenangkan.

Ibunya tertawa kecil sambil mencubit pelan pipinya karena Felicia tampak menggemaskan saat bibirnya monyong. "Benar juga, ya, Ibu sampai lupa kalau kakakmu akan jadi ksatria resmi seperti ayah."

Suatu hari putra sulungku akan jadi ksatria! Dia semakin keren seperti ayahnya saja. Hiks, sebagai ibu aku jadi terharu.

"Ibu, kenapa Ibu melamun sambil senyum-senyum seperti itu?" Pertanyaan putrinya membuyarkan lamunan sang wanita.

"Oh, ohohoho, maaf. Ibu sepertinya asyik memikirkan sesuatu. Ekhm, kalau begitu, ayo kita pergi ke teater bersama! Nanti kita akan beli oleh-oleh juga di sana."

Ibu dan anak tersebut lalu saling memegang tangan dan pergi dengan gembira ke tempat yang dimaksud. Sementara di sisi lain, tampak dua orang laki-laki tengah mengamati mereka dari jauh.

"Sepertinya mereka bersenang-senang di sana," kata seorang pria dewasa yang punya surai coklat dan manik bak api.

Dia melihat ke arah anak laki-laki di depannya sambil tersenyum tengil. "Bagaimana perasaanmu di kali pertama kau pergi ke festival sebagai penjaga dan bukan pengunjung, hm?"

Anak kecil laki-laki bersurai jingga itu lalu memakai topi logamnya. "Aku merasa... sangat keren dan tampan!" Dia tersenyum lebar saat mengatakannya dengan percaya diri.

"Bagus! Itu baru putraku!" Pria itu sama-sama tersenyum lebar dengan putranya. Ia terlihat bangga.

"Salah satu syarat untuk menjadi prajurit yang baik adalah kepercayaan diri dan tekad yang kuat. Kau sudah memenuhi syarat pertama," kata pria itu.

Anak laki-laki itu--Atristan mengangguk lalu mendengarkan dengan seksama.

"Dua, kau harus bisa melindungi orang-orang yang harus kau lindungi. Lalu tiga, kau harus mau berusaha agar menjadi kuat!" lanjut pria berbadan tegap berseragam baja itu, "Tinggal dua syarat itu saja yang harus kau penuhi untuk menjadi prajurit sempurna. Peganglah janji ini untuk bekalmu di masa depan nanti!"

"Siap, laksanakan Sir Ayah!"

"Bagus! Sekarang, kamu boleh lanjut berkeliling! Yang semangat ya, Atristan!"

"Baik!"

Anak laki-laki yang bernama Atristan itu kemudian berjalan dengan tegap meninggalkan ayahnya. Sang ayah melihat punggung putranya yang menjauh dengan senyum simpul. Sampai sebuah perasaan tidak enak merasuki hatinya.

Apa ini perasaannya saja atau dia memang melihat seekor ular di bawah kaki keramaian?

Manik apinya terus fokus mengamati ular bayangan itu. Dia mulai waspada. Dia kemudian mengambil sikap kuda-kuda dengan halberd kepunyaannya. Ular bermata merah itu meliuk-liuk dengan lihai tanpa disadari oleh orang-orang sampai ia menyadari bahwa dirinya sedang diperhatikan.

[BL] Galathea I : Kubea [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang