Serpihan 1

33K 1.6K 120
                                    

Serpihan 1

Apa yang kau lihat, bukanlah hal yang sebenarnya kau lihat. Karena hal yang sebenarnya, berbeda dengan apa yang kau lihat. -Kai-

Bandara Incheon, Korea Selatan - 13.44 KST

Sepatu kets merah maroon itu mulai membawa kaki si pemilik untuk berjalan perlahan menapaki lantai Bandara Incheon, Korea Selatan. Tangannya menggeret sebuah koper berwarna abu-abu metalik dengan tangan satunya lagi mencoba untuk menghidupkan ponsel miliknya. Tak ada ekspresi senang yang tercetak se-inchi pun di wajah manis khas Indonesia itu.

"Via."

Merasa namanya dipanggil, gadis itu menoleh dan mendapati seorang wanita dengan umur kira-kira seperempat abad tengah melambai ke arahnya. Dia tersenyum singkat, membalas sapaan hangat darinya.

Wanita lain yang tadi menyapa itu berlari mendekat, "Gimana perjalanannya?" sapanya menggunakan bahasa Indonesia dengan lancar. Mengapa aku berkata demikian? Karena wanita yang kini tengah mengambil alih koper gadis tadi berwajah sangat korea dengan kulit putih pucat.

"Kayaknya aku jetlag deh. Dan juga sister, aku lapar." Gadis tadi mengelus perutnya sambil merajuk manja pada sister-nya itu. Ya, mereka saudara. Meski mereka memiliki wajah yang berbeda dan keturunan berbeda, yakinlah bahwa mereka bersaudara.

Singkat cerita, gadis dengan wajah korea tadi bernama Han Yoora. Ibu kandungnya berkata bahwa ia memiliki wajah tersebut dari sang Ayah yang berkewarganegaraan Korea. 10 tahun yang lalu, Ibunya menikah dengan lelaki lain berkewarganegaraan Indonesia yang kita ketahui sebagai Ayah kandung dari Via, nama gadis itu.

Yoora sudah membawa adiknya menuju apartemen dengan mobil jazz putih miliknya. Sang adik yang semenjak tadi hanya menunjukkan ekspresi datar kini mulai menaruh perhatian pada sang kakak.

"Sister..."

"Kenapa?" Yoora hanya menjawab singkat, matanya tetap fokus ke jalanan.

"Sebenarnya pekerjaanmu apa? Kalau dilihat dari mobil dan pakaian yang kau kenakan, bayarannya terlihat tinggi."

Yoora menghentikan mobilnya, bukan karena pertanyaan adiknya melainkan lampu merah. "Kenapa tanya gitu. Aku kan udah bilang kalo-"

"-Ya aneh aja gitu, 5 tahun kakak tinggal di tempat ini dan udah bisa beli barang-barang mewah seperti ini. Apa di Korea memiliki bayaran yang tinggi untuk pekerjanya?"

"Anggap saja begitu." Yoora memilih mengiyakan, ia kembali melajukan mobilnya.

Via terlihat tak puas dengan jawaban sang kakak, tapi memlih diam sambil berpura-pura menikmati pemandangan yang tersuguh melalui jendela. Sebenarnya, ia tak terlalu suka Korea.

"Ini." Via mengalihkan perhatiannya kembali pada sang kakak. "Ponsel buat kamu gunakan di sini. Nomor dan semua hal-hal penting sudah kakak urus semua."

"Gimana kabar nenek?" Yoora kembali bersuara.

"Nenek baik, ada paman sama bibi yang siap jagain mereka."

"Ayah sama Bunda?" suara Yoora terdengar lirih.

"Mereka baik, setiap seminggu sekali aku selalu datang bawa bunga kesukaan Ayah dan Bunda ke makam."

Setelah jawaban itu terlontar, suasana menjadi hening dan canggung. Memori masa lalu tentang kecelakaan maut yang merenggut nyawa Ayah dan Bunda mereka perlahan muncul ke permukaan.

"Nanti-" Yoora mencoba mencairkan suasana, "-kakak anter kamu langsung ke apartemen kakak. Tinggal di situ sebentar karena ada beberapa hal yang kakak harus urus di kantor. Kalau butuh sesuatu, hubungi nomor kakak yang ada di ponsel tadi. Dan juga jangan keluar sendirian. Korea tidak seperti yang kau lihat dalam drama."

Sasaeng Fans [EXO]Where stories live. Discover now