Chapter 15

409 83 0
                                    


"Dylan?" Jeno memastikan sekali lagi. "Gue gak pernah tau Jena punya temen yang namanya Dylan."

Heeseung menatap kosong ke arah gelasnya, "Gue juga gak pernah denger yang namanya Dylan, Kak." balasnya.

Sejak semalam, Heeseung, Jake, dan juga Arin memutuskan untuk menginap. Tak lupa Minju yang saat ini sedang bertugas seperti ibu rumah tangga. Sejak tadi mengurus pekerjaan rumah seperti memasak, merapihkan rumah, dan lain-lain.

Pagi ini Arin masih terlelap di sofa dekat lemari buku. Sementara Jake masih mengumpulkan nyawa sambil menimum kopi yang baru saja dibuatkan oleh Minju.

Jangan tanya Jeno dan juga Heeseung, mereka berdua tidak tidur sama sekali.

Jake meletakkan cangkir kopinya ke atas meja, "Gue, gue inget pernah denger nama Dylan. Tapi gue lupa."

Heeseung dan Jeno sama-sama menoleh dengan wajah seriusnya, Jake sampai dibuat merinding.

"Gue bakal coba inget-inget." lanjut Jake.

Jeno mengangguk, "Bangunin Arin, suruh makan dulu. Gue mau ke kantor polisi lagi." ucap Jeno sambil menunjukkan layar ponselnya yang menyala. Ada pesan baru dari pihak kantor polisi.

Minju tersenyum mengiringi langkah Jeno yang berjalan keluar rumah, kemudian meletakkan sepiring roti ke atas meja ruang keluarga. "Arin," panggilnya halus. "Sarapan dulu, Rin, nanti tidur lagi gapapa."

Sementara itu Jake melangkah keluar, disusul Heeseung yang terlihat masih sedikit penasaran.

"Dylan siapa?" tanya Heeseung langsung begitu berhenti tepat di sebelah Jake yang sedang memandangi teras rumah.

Jake menoleh, "Gue gak mau asal nebak, karena gue masih bingung."

Heeseung mendengus kasar, ia bersandar pada pilar yang berada di dekat pintu teras. Raut wajahnya suram, kantung matanya terlihat menghitam dengan rambut yang sedikit berantakan.

Akhir-akhir ini Heeseung sudah dibuat lelah dengan beban perusahaan baru, dan kini Heeseung semakin tidak bisa berisitirahat. Bagaimana tidak, gadisnya tiba-tiba menghilang. Tidak tiba-tiba sih, tapi diculik.

Keberadaan Na Jaemin pun sekarang tidak diketahui. Setelah di datangi lagi rumahnya oleh Jeno, Na Jaemin belum kembali.

"Atau mau coba ke tempat tongkrongannya?" usul Jake.

Heeseung mengangkat sebelah alisnya, "Tongkrongan? Siapa?"

"Dylan."

Heeseung mendecak, "Sebenarnya lo tau si Dylan itu spa enggak?"

"Dylan yang gue kenal, juga kenal lo."

Heeseung semakin bingung, ia melipat kedua tangannya di depan dada, "Siapa?"

"Jeon Wonwoo." Jake menolehkan kepalanya. "Atau, Dylan Matthew."

"Tapi--" Heeseung menggantung ucapannya. "Dia kan di Bali?"



• • • • •



Darren yang baru saja tiba setelah mengantar Jaemin ke suatu tempat langsung meneguk salivanya begitu mendengar jeritan Jena yang memohon untuk segera dibebaskan. Ia tidak berkutik, hanya berdiri menegang tepat di samping pintu kamar saudara kembarnya yang dijadikan tempat mengurung Jena.

Tak lama pintu terbuka, menampilkan sosok Wonwoo dengan senyuman lebarnya. "Thanks."

"Gue bantu lo biar Jena bisa tinggalin Heeseung. Bukan bantu lo buat apa-apain Jena." ucap Darren, kemudian menoleh dan menatap tajam ke arah Wonwoo yang saat ini sedang berada di "mode" Dylan.

"I didn't do anything." ucap Dylan. "Cuma ngobrol, negosiasi tentang apa yang bakal dia dapet kalo dia gak mau lepas dari Heeseung."

Selepasnya Dylan berbalik dan berjalan meninggalkan Darren sendirian di koridor rumah. Ia masih mendengar rintihan Jena dari dalam kamar.

Darren mendengus, melempar helmnya sebelum ia bergegas masuk ke dalam kamar.

Matanya membulat begitu melihat Jena meringkuk di pojok kasur dengan rambut yang terlihat sangat berantakan.

"Pergi." lirih Jena begitu melihat sosok Darren yang sedang berjalan mendekatinya. "Please, pergi. Gue udah nurut."

Darren tertegun, sebelum akhirnya ia mematung di satu titik. "Gue Darren, bukan Dylan." ujarnya. "See? Suara kita beda, kan?"

Jena mengangkat kepalanya, menggeleng kasar dengan raut takut yang kentara. Darren menoleh, lagi-lagi mendapati makan pagi Jena yang sama sekali tidak tersentuh.

"Dylan marahin lo karena gak makan?" tebak Darren. Ia melangkah mendakat, sampai mendudukkan tubuhnya di dekat Jena.

Jena menggeleng, "Dia Kak Wonwoo. Bukan Dylan."

Darren tersenyum tipis, "Gue Inyeop, bukan Darren." balasnya. "Mungkin lo udah tau gue dari Jaemin. So, yeah. Gue kembaran Wonwoo. Lebih tua, tujuh menit."

Jena hanya diam, menelisik wajah Darren yang memang mirip oleh Wonwoo. Hanya saja, mata Darren sedikit lebih tajam. Air mukanya pun lebih hangat ketimbang Wonwoo yang datar dan dingin.

"Dia gak ngapa-ngapain lo kan?" tanya Darren, memastikan. Ia membenarkan rambut Jena yang sedikit berantakan.

Jena menggeleng dengan wajah pucatnya.

"Bagus deh." Darren menghela nafasnya.

"Kenapa lo baik?" tanya Jena tiba-tiba. "Tapi lo juga jahat."

Mata Darren melirik, ia menggeser tubuhnya agar semakin nyaman di atas kasur. "Ini satu-satunya cara paling manusiawi yang Dylan buat untuk ngerebut lo." jawab Darren. "Dia cuma mau nyekap lo sampe akhirnya lo nyerah dan choose him instead of Lee Heeseung."

Jena justru tertawa kecil, ia menelungkupkan kepalanya lagi ke atas lutut. "Masih ada ternyata, orang seberlebihan ini." sarkasnya.

"Dylan emang orang yang gak bisa ditebak. Segala cara dia lakuin buat dapetin apa yang dia mau. Segala cara." Darren mempertegas kalimat terakhirnya. "Dan tugas gue, selalu mastiin Dylan untuk gak berlebihan. Gue janji, lo bakal baik-baik aja asal nurut sama apa yang dia minta."

Jena tersenyum tak percaya, "Kalo dia minta gue untuk bunuh diri gimana? Gue harus nurut juga?"

"Enggak. Dylan gak akan separah itu sama orang yang dia sayang." sela Darren.

Jena memajukan kepalanya, hingga kini ia berhadapan langsung dengan wajah Darren. "Lo, Kak Wonwoo, ataupun Jaemin, sama aja." bisiknya. "Kakak gue pasti bisa bawa gue pulang."

"Yes." Darren mengangguk-angguk. "Jeno dan pacar lo udah tau lo ada dimana. Tinggal nunggu mereka dateng dan tarung sama timnya Dylan. Gak banyak, cuma lima orang."

Kedua mata Jena melebar begitu mendengar kata Tarung dalam ucapan Darren. "Lo bilang gue bakal bebas kalo gue nurut, terus kenapa masih ada tarung?!"

"Gak semudah itu, dengan lo setuju untuk ninggalin Heeseung, gak bikin dendam Dylan ke Heeseung hilang." jelas Darren. "Dia tetep mau ngehabisin Heeseung."

"Gak." Jena mendorong bahu Darren, ingin beranjak dari kasur namun tangannya di tahan. "Lepasin!"

"Dengerin gue dulu!" Darren meninggikan suaranya.

Jena menciut, kembali duduk di sebelah Darren yang kini menatapnya intens.

"Gue tau, Heeseung gak selemah itu untuk langsung tumbang di depan Dylan." Darren memindahkan pandangannya hingga menatap tepat ke manik Jena. "Gimana pun keadaannya, lo harus percaya kalo gue bakal ngelindungin lo."

Let Her Choose || Lee Heeseung EnhypenHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin