Bab 5

1.9K 206 17
                                    

Lima

Setelah memadamkan lampu, Ayuning buru-buru meluncur ke balik bedcover berwarna hitam yang terhampar di atas lantai berkarpet cokelat tua—--di dekat tempat tidur ukuran king size.

Sial, sial, sial, jadi majikan baruku adalah salah satu bos di perusahaan tempatku bekerja—ralat, di bekas perusahaan tempatku bekerjaArggh! Ayuning berteriak kesal dalam hati. Seharusnya ia bertanya terlebih dahulu pada temannya yang memberikan pekerjaan ini, nama keempat anak majikannya!

Jantung Ayuning makin berdegup kencang saat mendengar suara pintu dibuka, lalu matanya menangkap seberkas sinar dari celah-celah bedcover yang sedikit ia singkap—untuk jalur oksigen—karena ia mulai merasa pengap.

Tuhan, Tuhan, semoga si bos berengsek itu masuk ke kamar mandi atau ke mana saja, jadi aku bisa segera kabur dari sini dan membatalkan pekerjaan ini!

Lalu tiba-tiba—bruuk!—Ayuning merasakan sesuatu yang berat menimpanya. 

"Empuk dan hangat... rupanya Ibu menambahkan bantal-bantal lagi."

Jantung Ayuning seolah meledak. Ia berusaha keras agar tidak bergerak dan bernapas. BeratSiaaaalll!

"Rasanya kantor seperti kuburan saja, sebab si Gempal tidak ada, jadi tidak ada yang bisa kuejek dan kuhina...."

Apa katanya?! Ayuning tidak bisa menahan napas lebih lama lagi. Ia akhirnya menyingkap bedcover untuk mengambil oksigen banyak-banyak, membuat mata cokelat keemasan mantan bosnya itu membelalak terkejut.

"Ge-ge-gempal?!"

Ayuning mendorongnya hingga pria itu terduduk di karpet. "Bukan gempal, tapi gemuk!" teriaknya lega. Akhirnya ia dapat menyuarakan isi hatinya selama ini. Ia tidak suka Karan menjulukinya Gempal! Kata gemuk lebih enak terdengar di telinganya!

"Bagaimana bisa kau ada di kamarku? Kau mau balas dendam padaku? Tapi... aku kan tidak memecatmu, kau sendiri yang resign!"

Ayuning bangkit berdiri sambil memelototi mantan bosnya. "Aku di sini untuk bekerja sebagai nanny, tapi sepertinya aku akan membatalkan niatku karena ternyata bosku yang baru adalah kau!" Ayuning merasa puas karena bisa menunjuk-nunjuk Karan.

Biar saja, biar dia marah-marah sekalian kepada Karan, menumpahkan semua emosinya selama ini, karena ia kini bukan anak buah Karan lagi. Selama ini ia hanya mampu memendam semua rasa marah, kesal, dan sedihnya karena selalu ditindas Karan di kantor.

"Jadi kau... nanny yang baru?"

"Kau dengar tidak, berengsek, aku akan membatalkan niatku menjadi nanny di rumah ini!"

Karan diam saja mendengar kata berengsek yang Ayuning semburkan kepadanya. "Kau sudah menandatangani kontrak kerja sebagai nanny?"

"Sudah."

"Memangnya kau tidak baca, kalau kau harus membayar denda sepuluh juta jika keluar dari pekerjaan ini sebelum enam bulan?" tanya Karan yang sudah berdiri menjulang di hadapannya.

Apa? Ayuning mengerjapkan mata lalu menatap Karan seraya menelan ludah. Tubuhnya terhuyung ke belakang. Sepertinya ia tidak menemukan point itu dalam surat kontraknya, tetapi ia tidak yakin. Menyesal ia hanya membaca sekilas karena menurutnya surat kontrak kerjanya tidak seribet di perusahaan. Lagi pula ia tidak memegang surat kontrak kerja itu karena hanya sang majikan yang menyimpannya. Double sial!

"Baca, tapi tidak teliti?"

Ayuning mundur saat Karan bergerak mendekatinya. Pikirannya masih kalut karena mendengar soal uang sepuluh juta itu. Dari mana aku bisa mendapatkan uang itu?

The Nanny and I by EmeraldWhere stories live. Discover now