Chap 03

49.9K 4.7K 150
                                    

Satu minggu berlalu dengan sangat berat, tubuh kecil Ziel sudah memiliki beberapa luka serta lebam. Beruntung si imut Ziel mampu melewati itu semua meski keadaannya tidak baik, tapi ia selalu menampilkan senyuman manis seakan ia sangat baik baik saja. Siang hari ini, eyang Ine memberikan ayam goreng untuk Ziel makan sesuai dengan permintaannya saat tiba di rumah besar ini, yang selalu Ziel panggil paman, dan orang itu bernama Brian Baskara. Pria dewasa itu melangkahkan kakinya dengan angkuh menuju sumber suara yang terdengar sangat ramai meski pun hanya ada dua suara yang berbicara.

Brian menjatuhkan piring yang berisikan nasi dengan ayam goreng yang sedang di nikmati oleh Ziel. Anak itu menatap sendu makanannya yang berserakan di lantai, matanya sudah berkaca kaca karena ayam gorengnya tidak lagi dapat di makan. Padahal Ziel baru memakannya dua gigitan.
"Ayam goleng Ziel, hiks..." Ucap Ziel yang terselip isakan. Brian mengabaikan kesedihan Ziel yang sebenarnya adalah anak kandungnya sendiri, ia menarik dengan kasar tangan kecil Ziel dan membawanya keluar rumah. Bahkan Brian menghempaskannya hingga Ziel tersungkur di aspal jalanan.

"Kau anak pembawa sial! Lebih baik kau pergi sekarang dari rumah ku ini! Aku tidak perduli kemana kau akan pergi, yang ku inginkan secepatnya kau beranjak dari sini! Aku tidak ingin anak dan istri ku melihat kehadiran mu dan membuat keluarga ku hancur berantakan. Cepat pergi dari sini!" Usir Brian dengan nada tinggi.

"Jangan paman, jangan usil Ziel... Hiks... Hiks... Nanti Ziel tidul dimana?" Mohon Ziel dengan air mata yang berlinang.

"Terserah mau tidur dimana aja, di pinggir jalan pun aku tidak perduli! Cepat sana pergi, sebentar lagi anak dan istri ku akan datang! PERGI!" Brian lebih meninggikan suaranya pada kata terakhir yang ia ucap.

Dengan sesegukan Ziel melangkahkan kaki kecilnya keluar dari rumah besar itu tepat di hari ulang tahunnya. Di saat bersamaan ada sebuah mobil mewah yang memasuki rumah tersebut. Ziel menghentikan langkahnya dan ia berbalik untuk melihat, jujur saja Ziel merasa kagum dengan mobil tersebut. Dan dari mobil mewah itu yang berwarna merah, keluarlah seorang anak remaja laki laki dan seorang wanita cantik yang lebih tua.

"Tadi aku lihat ada anak kecil yang sedang jalan keluar, siapa dia pa?" Tanya anak remaja tersebut kepada Brian.

"Oh anak itu, dia tadi kesini minta makan. Udah papa kasih tadi sekalian kasih uang, kasihan lihatnya, masih kecil tapi sudah minta minta begitu." Jawab Brian kepada anak satu satunya itu yang bernama Samuel, seakan Brian tidak memiliki anak lagi dan melupakan sosok anak kecil yang sudah satu minggu berada di rumahnya.

Mereka semua berjalan masuk ke dalam rumah, di iringi senyuman merekah yang membuat Ziel di kejauhan merasa iri.
"Kenapa kalian pulang sangat cepat? Bukan kah kalian berencana akan pulang beberapa bulan lagi?" Tanya Brian kepada istri dan anaknya.

"Perubahan rencana, dan juga aku sangat merindukan mu." Jawab Elsa selaku istrinya Brian.

"Pa, kenapa anak tadi tidak di biarkan saja untuk tinggal disini? Dari pada dia harus hidup di jalanan dan kesulitan seperti itu, kan kita bisa mengadopsinya, dengan begitu aku akan memiliki seorang adik." Seru Samuel.

"Sam benar sayang, aku juga kasihan melihatnya tadi." Saut Elsa.

"Kalau kalian mau kita bisa pergi ke panti asuhan dan mengangkat seorang anak." Ujar Brian.

"Tidak, lupakan saja. Aku mau ke kamar dulu, istirahat, aku lelah. Bye ma, pa..."

"Iya sayang, istirahat lah." Brian memberi kecupan di kening sang anak sebelum Samuel pergi menuju kamarnya. Lalu Brian merangkul Elsa dan membawanya menuju kamar mereka.

Sementara Ziel, anak itu berjalan tak tentu arah. Ia merasa mengantuk, dan ia melihat ada halte bus yang tidak ada seorang pun yang berada disana. Ziel berlari dan ia memutuskan untuk tidur di bangku itu, mengistirahatkan kakinya yang sudah mulai merasa pegal akibat berjalan cukup jauh.

Di saat Ziel membuka matanya, hari sudah gelap. Bukan karena sudah malam, tapi sore ini awan terlihat sangat gelap, dan seketika hujan turun dengan sangat lebat. Ziel merengkuh kakinya, ia merasa kedinginan, selain itu perutnya juga terasa lapar. Ziel ingin makan, tapi dia tidak punya uang untuk membelinya. Dan tenggorokan Ziel juga terasa kering, anak itu pun memutuskan untuk berdiri, lalu menadangkan kedua tangannya di bawah rintikan hujan. Setelah tangannys terisi penuh dengan air hujan, Ziel pun segera meminumnya, anak itu melakukannya lagi dan lagi hingga ia merasa hausnya telah hilang. Setelah itu, Ziel kembali tiduran di bangku dengan merengkuh kedua kakinya. Berharap udara yang dingin ini tidak mengenai tubuhnya.

Keesokan paginya Ziel terbangun karena mendengar suara beberapa orang yang mulai berdatangan di halte tersebut. Orang orang menatapnya dengan iba, dan itu membuat Ziel berlari meninggalkan halte tersebut. Entah mengapa Ziel merasa takut.
Ketika Ziel berada di sebuah taman, Ziel melihat ada seorang remaja perempuan membuang sisa rotinya ke tempat sampah. Tubuh Ziel bergerak dengan sendirinya ketika perempuan tersebut sudah menjauh, Ziel mencari sisa roti itu. Senyumnya mengembang ketika di tangannya sudah terdapat sisa roti yang di buang tadi. Dan dengan lahapnya Ziel memakan roti tersebut hingga kandas. Perut kecil Ziel masih merasakan lapar, akhirnya ia memutuskan untuk mencari sisa makanan di tempat sampah lainnya.

Dan tak terasa sudah satu minggu berlalu, Ziel sudah sangat berjuang keras di usianya yang ke enam tahun untuk bertahan hidup.
Namun sekarang ia sudah lelah, tubuhnya sangat lemas, kepalanya juga terasa sakit sejak pagi tadi. Ziel duduk di pinggir trotoar, angin malam yang dingin sudah tak terasa lagi oleh Ziel. Selama satu minggu ini ia berjalan kesana kemari tak tentu arah, mencari sisa makanan ke tempat sampah satu ke tempat sampah lainnya, sangat sulit mendapatkannya, Ziel terkadang hanya bisa makan sisa roti dua hari sekali. Pernah sekali ada seorang pria dengan seragam sekolahnya, membelikan Ziel makan dan juga air mineral. Setelah itu Ziel tidak pernah lagi bertemu dengan pria tersebut.

Ziel yang sedang duduk, ia terus memegangi perutnya yang sangat sakit seakan akan ada puluhan pisau yang menusuk nusuknya.
"Sssh... Pelut Ziel sakit... Kepala Ziel pucing... Mama, mama dimana? Tolong Ziel ma, Ziel sakit ma..." Gumam Ziel dan ia mencoba memejamkan matanya dan mengeratkan pegangannya pada perutnya yang sakit itu.

Tak lama setelah itu, bertepatan dengan mobil mewah berwarna hitam melaluinya, tubuh Ziel ambruk. Mungkin Ziel sudah tak sadarkan diri, terbukti ia tidak merespon ucapan seseorang yang memanggilnya. Dengan sigapnya, orang tersebut membawa tubuh kecil Ziel ke dalam gendongannya, lalu memasukkannya ke dalam mobil dan mobil tersebut melesat cepat.

Baby Ziel (Ended)Where stories live. Discover now