{2} Itulah Gunanya Teman

294 44 4
                                    

                    

                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

                 

"Hey bro, lama tidak bersua. Bagaimana kabarmu? Apa semua baik-baik saja?" Sapaan dari teman lama sekaligus tepukan pelan di pundak berhasil mengalihkan atensi lelaki pirang dari layar ponsel miliknya. Netra jeladri nya menatap tenang ke arah si penyapa yang saat ini telah duduk di kursi, berhadapan dengannya

"Ya, seperti yang kau lihat saat ini. Secara fisik aku terlihat baik, namun jika menyangkut beban batin tampaknya benak ku tak sanggup lagi untuk menampungnya." Senyuman getir kontan terlukis di bibir sang fotografer, sehingga terlihat jelas bahwa beban pikirannya amatlah berat layaknya susunan beton sebuah bangunan.

"Haha... Apa-apaan itu sobat? Dilihat dari ucapanmu dan roman mukamu yang suram sepertinya kau sedang ada masalah. Sudah jangan ada lagi hiperbola! Katakan padaku, apa sebenarnya masalahmu, sehingga kau ingin kita bertemu?"

Lagi, untuk yang kedua kalinya bibir si lelaki pirang kembali terpahat senyuman kecil kala mendengar ucapan sang sahabat yang begitu sangat memahami dirinya. Sesuai dugaan, teman masa kecilnya ini teramat mengenal karakter dirinya walau hanya lewat air muka tanpa perlu mengatakan secara rinci perihal beban yang dihadapi.

"Pertama, aku ingin menghaturkan terima kasih karena kau sudah mau menemuiku, padahal skedul-mu sangatlah padat. "

"Astaga sobat, lama tidak bertemu ternyata menjadikanmu pribadi yang kaku. Santai lah bro, tidak usah formal begitu. Kayak sama orang yang baru kenal saja. Kita ini sahabat dari kecil susah senang kita arungi bersama, jadi sudah sepantasnya jika salah satu dari kita ada yang membutuhkan bantuan, yang lain harus turun tangan tak peduli sesibuk apapun dirinya." Lelaki bersurai eboni itu menjadi keheranan akan perubahan sikap sahabat pirangnya. Dia amat mengenal seperti apa karakter sang sahabat lantaran keduanya telah bersama sedari kecil. Ia ingat betul bahwa sahabatnya ini dulu adalah sosok remaja supel dengan segala keramahan berikut jua pribadinya nan hiperaktif. Sasuke juga sudah tahu perkara perihal meninggalnya kedua wanita yang dikasihi sang sahabat, ia cukup paham bahwa sahabatnya amat terpuruk bahkan sampai pada detik ini. Namun, Sasuke tidak menyangka bahwa rasa nestapa yang Naruto rasakan sampai membuat teman lamanya ini kehilangan pribadi harfiahnya dan menjelma menjadi pribadi lain nan amat dingin serta kaku.

"Hm, ya kau benar. Entah kenapa semenjak kepergian Mama dan dan Saara, aku merasa begitu hampa dan dengan sendirinya kehilangan pribadi diriku yang sebenarnya. Sampai-sampai pernah terlintas di benakku bahwa aku ingin mengakhiri hidup agar dapat berkumpul dengan mereka di nirwana sana." Mendengar pengakuan jujur dari sang sahabat membuat Sasuke tersenyum mahfum karena memahami kekosongan yang menyelimuti hati sahabatnya.

"Aku sangatlah paham bahwa kehilangan orang yang begitu kita sayangi amatlah menyakitkan. Aku juga pernah berada di posisi mu, kau pastinya tahu bahwa Ayah dan Ibuku meninggal 5 tahun yang lalu. Jadi, aku pun merasakannya nestapa nan amat mendalam seperti yang kau rasakan. Namun aku sadar seterpuruk apapun diriku saat itu, aku tetap berusaha untuk kembali bangkit dari kenelangsaan. Gunakan logikamu dan berpikirlah secara rasional! Bayangkan, jika kita kehilangan orang yang amat kita sayangi dan kita memilih mengakhiri hidup agar dapat bertemu dengan mereka. Maka harapan itu hanyalah angan belaka, kita tidak akan pernah bisa berkumpul dengan mereka karena kita masuk ke dalam nyala api lantaran Tuhan murka kepada orang yang tidak menghargai setiap tarikan nafas yang dia berikan. Sudah semestinya kau harus ikhlas, relakan kepergian mereka dan mulai lah membuka lembaran baru. Jika kau masih senantiasa berkabung seperti sekarang ini, aku yakin bibi dan calon istrimu itu pasti sangat tersiksa melihat dirimu yang belum bisa melepas kepergian mereka dengan lapang dada."

Sweet In Bitter [Hiatus]Where stories live. Discover now