{5} Bar Fiddich

237 40 14
                                    

                     

                    ✔

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

                   

Jiwa Dewi Eirene sepertinya tengah bersemayam di kediaman glamour milik keluarga Namikaze. Hal demikian terasa seakan benar-benar nyata terjadi lantaran suasana damai yang selama ini telah sirna kini malah berangsur-angsur terbit kembali. Naru, lelaki bersurai pirang itu tanpa terduga pada malam ini mendadak saja menampakan diri di meja makan, padahal semenjak kehadiran Mei di keluarga mereka--dia sudah tak sudi lagi bergabung makan bersama di meja makan karena rasa muaknya yang amat membuncah terhadap wanita itu.

Namun, entah keajaiban jenis apa yang berhasil Dewi Eirene hembuskan kepadanya sehingga mampu membuat lelaki itu bersedia mengikuti acara makan malam, bahkan tampak santai menarik kursi di sebelah sang ayah yang berhadapan dengan si ibu tiri--lantas mendudukkan bokongnya di sana.

Tidak hanya Minato dan sang istri yang dibuat tercengang akan fenomena langka ini, pasalnya para pelayan yang tengah melayani mereka juga turut merasa heran kala mendapati kehadiran Tuan muda mereka mengikuti acara makan malam--yang mana hal tersebut sudah lawas dia tinggalkan. Terlepas dari semua itu, Minato dan sang istri berusaha tetap terlihat biasa saja, keduanya mengurungkan diri untuk bertanya mengenai alasan Naru yang mendadak sudi bergabung di meja makan, agar putranya itu tidak merasa risih hingga bisa menikmati makan malamnya dengan nyaman.

Dentingan alat makan yang beradu terdengar jelas memonopoli atmosfer ruangan. Ketiga insan berbeda usia itu tampak sibuk menikmati makanan masing-masing tanpa adanya niat membuka obrolan ringan. Hal yang serupa juga berlaku pada empat orang pelayan yang saat ini tengah berdiri di belakang kursi Minato--tepatnya di urutan sudut meja. Namun, keheningan itu akhirnya pecah jua ketika sang kepala keluarga memutuskan buka suara.

"Ekhem. Bagaimana Naru, apa kau sudah menerima tawaran kontrak dari salah satu agensi?" Laju pisau di tangan Naruto yang memotong beef steak kontan terhenti. Kepalanya sedikitpun tidak terangkat memandang wajah sang ayah dan malah memusatkan atensi pada botol saus Worcester yang ada di atas meja.

"Senyampangnya belum, Papa masih berharap agar kau bersedia bekerja untuk perusahaan kita. Posisi apapun yang kau kehendaki pasti akan Papa berikan. Bahkan jika kau menginginkan posisi CEO dengan senang hati Papa rela melepasnya untukmu, yang penting kau mau kembali bergabung di perusahaan kita."

Selepas mendengar penuturan sang ayah, Naru masih betah bergeming. Dia menjatuhkan garpu dan juga pisau di atas makanannya, lantas kemudian meraih air mineral dan meneguknya dengan tenang. "Sasuke ... teman masa kecil ku itu berniat merekomendasikan diriku kepada atasannya sebagai pengganti Sai. Kontrak Sai akan segera berakhir dengan perusahaan tempat Sasuke bekerja, aku sudah mengirim CV Fotografi-ku kepada Sasuke lewat email. Sekarang ... aku hanya tinggal menunggu kabar darinya. Namun, jika ditolak ... aku akan tetap melamar pekerjaan kepada agensi lain karena sampai kapanpun aku tidak berminat bekerja sama dengan perusahaan Papa lagi. Aku selesai, terima kasih makanannya." Naru bangkit dari kursinya, meninggalkan meja makan--beranjak menuju kamarnya dilantai atas. Minato meringis kecewa memandang punggung sang putra yang tengah menaiki anak tangga.

Mei yang melihat raut kekecewaan di wajah suaminya hanya kuasa diam merunduk, lantaran merasa bersalah bahwa dirinya-lah yang menjadi penyebab retaknya hubungan Minato dengan sang putra. Sementara para pelayan hanya mampu turut prihatin dengan batin mereka yang masih sangat berharap agar hubungan Ayah dan Anak itu kembali selaras seperti sediakala.

"Haahh. Dia bahkan belum menghabiskan makanannya. Tiga potongan kecil daging tidak akan mampu membuat perut kenyang. Ayame, antarkan sup sayur,nasi karage manis, dan juga segelas air putih ke kamar Naru. Pastikan dia memakannya karena dia mengidap maag, pola makannya harus teratur dan juga cukup. Pergilah! Tapi jangan katakan jika aku yang menyuruhmu, kau paham'kan Ayame?" Kurang jelas apalagi kasih sayang Mei terhadap Naru? Wanita itu bahkan detail memperhatikan pola makan putra tirinya, sampai-sampai dia menyadari bahwa hanya sedikit takaran makanan yang berhasil masuk kedalam lambung putranya itu.

"Baik Nyonya, saya mengerti." Ayame, kepala pelayan itu membungkuk sejenak kepada Mei, hingga kemudian menarik langkah menuju dapur demi mengambil sebuah nampan sebagai alas makanan yang akan dia bawa ke kamar si Tuan muda.

" Ayame, kepala pelayan itu membungkuk sejenak kepada Mei, hingga kemudian menarik langkah menuju dapur demi mengambil sebuah nampan sebagai alas makanan yang akan dia bawa ke kamar si Tuan muda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Senyap, itulah kondisi yang tepat yang mampu mencerminkan suasana di ruang kamar Naru. Lelaki bersurai pirang itu tengah merebahkan diri di ranjang empuk miliknya dengan kedua tangan yang disilang kebelakang dijadikan alas kepala, sembari kedua kelereng biru nya yang menatap langit-langit kamar.

"Kau sudah melihatnya'kan, Ma? Aku sudah melakukan sesuai keinginanmu. Mama datang lewat bunga tidur, aku sangat senang karena dapat bersua dengan Mama meski tidak nyata tapi setidaknya rinduku pada Mama lumayan terobati. Aku berusaha membangkitkan suasana hangat rumah ini yang telah mati seperti yang Mama inginkan. Namun sepertinya hal itu sukar aku tunaikan karena setiap melihat wajah wanita itu emosiku selalu membuncah dan semakin menaruh benci kepada Papa. Dia mengkhianati janji suci kalian dan aku sangat muak akan hal itu. Akan tetapi, jika memang Mama menginginkan aku dan Papa kembali dekat seperti dulu lagi, maka aku akan berusaha mewujudkannya meski harfiahnya hal itu amatlah sulit aku penuhi. Namun, jika dengan itu bisa membuat Mama bahagia di nirwana ... maka aku akan berusaha. Semua ini demi mu, Ma. Hanya untukmu." Naru mengalir umpama genangan air, tiap kata yang keluar dari mulutnya mewakili perasaan sayang dan kerinduannya kepada sang ibu--yang mana tadi siang menyambanginya walau hanya lewat delusi mimpi.

Kelopak mata sewarna madu-nya hampir saja menyembunyikan pancaran indah milik kelereng biru, namun rasa kantuk yang menghinggapinya spontan buyar seketika kala getaran dering ponsel menembus indera pendengaran. Naruto bangun dari posisi rebahan lantas meraih benda kotak yang tergeletak di atas nakas, keningnya spontan berkerut samar ketika melihat nama seseorang yang terpampang di layar ponsel.

Tanpa ingin membuang waktu, dia langsung menerima panggilan itu.

"Hallo? Tumben sekali kau menelponku malam-malam begini, ada apa?"

"Oke. Oke. Aku tidak ingin basa-basi, langsung ke intinya saja ya? Jadi begini, aku ingin kau segera datang ke bar Fiddich. Sasuke, Sai dan aku menunggumu disana, malam ini kita akan merayakan sesuatu yang spesial dan kuharap kau juga ikut bergabung bersama kami. Pesta tidak akan dimulai tanpa dirimu, My Buddy. Datang ya, kami menunggu. See you later... Buddy-ku sayang." Terkutuklah bagi si penelpon! Tanpa mendengar tanggapan Naru dia langsung mematikan sambungan secara sepihak, sehingga kontan membuat lelaki pirang itu berdecak geram lantas kemudian membanting kasar ponselnya di atas ranjang.

Naru mengusap wajahnya kasar, mendudukkan diri di sisi ranjang lantas meneguk setengah gelas air putih di atas nakas. "Cih, permainan apalagi yang kalian rencanakan, Brengsek..?!"





Fyi :

Makasih banyak kpd para pembaca yang masih setia^^

Dadah~

Sweet In Bitter [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang