⛔24

24 7 12
                                    

Semua yang pernah diberikan Iris kepadanya, hanya satu yang belum dia buka. Sebuah barcode yang merujuk pada link soundcloud. Kala itu, Jihoon lagi capek banget, tidak sengaja menemukan itu diatas meja. Iseng saja dibuka. Ternyata, ada satu file bertuliskan: Dari Iris, Untuk Jihoon - didengar ya.

Jihoon tidak berpikir lebih jauh mengingat surat yang pernah Iris tulis kala itu adalah ungkapan yang tak pernah tersua dari mulutnya.

Untuk sesaat, dalam hitungan detik yang terus berlalu tersebut, suara gadis itu terdengar. Membuat Jihoon tanpa sadar menahan napas. Astaga. Dia merindukan gadis itu.

Suaranya. Wajahnya. Binar matanya. Tawanya. Senyum manisnya. Semua, bahkan ketika gadis itu menangis dan meminta maaf yang seakan tiada akhir padanya.

Meski tak memiliki hubungan spesial, lelaki itu selalu merasakan kehangatan ketika dia merasa dekat dengan gadisnya. Ingin rasanya, hanya untuk sekali, Park Jihoon bersikap egois. Dia ingin selalu dekat dengannya. Selalu memperhatikannya. Selalu tahu kabarnya. Tapi faktanya, Jihoon tidak bisa. Ada tembok besar yang dibangun gadis itu kuat-kuat, seolah dia tidak bisa mendobraknya sekuat apapun si lelaki berusaha.

"Ji," panggil si gadis saat itu. "Lo tau nggak kalo hal kecil itu bisa mengubah dunia?"

"Gimana bisa? Dunia terlalu besar untuk diubah hanya dari hal kecil, Ris."

Tapi, Choi Iris hanya tertawa kecil sambil memberikan sebuah balasan, "Buktinya ada kok."

"Apa emangnya?" tanya Jihoon kelewat serius.

"Di dunia gue, sudut pandangnya mulai berubah ketika lo ada."

Kala itu, Jihoon terkesiap. Mendadak mulut besar yang selalu mengeluarkan kata balasan apapun kondisinya itu terdiam.

"Awalnya, gue nggak percaya ketika ada orang yang benar-benar peduli sama orang lemah kayak gue ini. Kayak... siapa sih orang yang mau peduli sama cewek membosankan kayak gue?"

Jihoon lantas menggeleng. "Lo cantik, Ris. Gue nggak bosen liat muka lo."

"Ish, bukan itu!" Iris merengut, menatap sang lawan bicara dengan sebal. "Makasih, ya? Buat nggak capek bilangin cewek bebal dan membosankan kayak gue."

Tanpa pikir panjang, dengan senyum yang tidak bisa tertahan, Jihoon mengangguk pelan. "Sama-sama," katanya. "Jangan kesel kalo gue bawelin lo terus."

"Nggak kesel kok. Tau nggak kenapa?"

"Nggak tuh."

"Lo lagi bawel itu lebih lucu dari ibu-ibu komplek," kata Iris terkekeh pelan. Kalau yang bilang begitu barusan adalah Kim Junkyu, dia bakal mengomeli lelaki itu habis-habisan. Tetapi, karena presensi di hadapannya adalah orang kesukaannya, maka Jihoon hanya pura-pura sebal. Lalu tertawa setelahnya.

Bait demi bait lirik terdengar dari suara senandungnya yang terdengar lembut, tanpa sadar, Jihoon menangis. Entah karena suara Iris yang terlalu rindu ia dengar, atau karena lirik yang terdengar begitu pilu. Seolah semua yang ingin Choi Iris sampaikan disalurkan lewat lagu tersebut. Lagu yang hanya bisa mengobati ketika Jihoon merindukannya--tapi disaat yang bersamaan, cowok itu seolah dihujam jarum ketika memahami liriknya.

I know you'll find,
someone who,
gives you the time I didn't give to you
I'm running low
I'm sorry but I have to go

Itu didukung ketika Iris pergi ke negara tetangga untuk mengobati penyakit jiwanya. Gadis itu di dampingi oleh adik dari ibunya. Katanya, perawatan jiwa di rumah sakit yang berada di Singapura sangat bagus. Itu sebenarnya berita yang sangat baik. Tetapi, dalam prosesnya, Iris tidak di izinkan untuk bertemu orang-orang yang dapat memicu emosinya terlalu dalam.

Sayangnya, Park Jihoon termasuk salah satunya.

Satu-satunya file audio di akun soundcloud milik Iris hanya itu. Tidak ada tambahan lain, yang cowok itu harapkan dia bisa mendengar lirik yang mengandung makna eforia, membangkitkan semangat.

Lalu, seolah sunyi yang terjadi sebelum badai datang, ketika Jihoon tengah disibukkan dengan kegiatan organisasi kampus dan tugas serupa tiada akhir, ucapan Yoshi menyentaknya. Hanya dalam hitungan detik, mampu membuat seluruh umpatan yang hendak ia lemparkan karena lelah, menguap begitu saja.

"Tapi dalam keadaan yang nggak bernyawa."

Tidak.

Petikan lirik dari lagu yang dipopulerkan oleh Shawn Mendes itu, bukan maksud yang seperti ini, kan?

Thinking back to every night
That we just laid there for a while
And when I looked into your eyes
I never thought I'd say goodbye

Just know it takes it for me
To end this darling

Akhir yang dimaksud itu... bukan akhir yang seperti ini, kan?

Tanpa peduli hujan yang mengguyur dengan derasnya, Jihoon pergi ke rumah gadis itu. Dia mengendarai motornya dengan air mata yang terus mengalir. Rasanya sesak. Sekian lama tidak bertemu, bukan ini yang cowok itu harapkan. Bukan tentang ia yang tak akan bertemu binar mata itu lagi. Bukan tentang ia yang tidak akan bertemu senyum indah itu lagi. Bukan tentang ia yang terlihat cantik ketika hanya tersenyum kecil.

Bukan tentang bagaimana langit memilih untuk membawanya pergi dari pada membawanya kembali.

Orang-orang yang tengah berdoa melihat presensi Jihoon dengan keheranan sebab ia terlihat basah kuyup. Dia memakirkan motornya dengan asal. Masuk ke dalam rumah tersebut dan mendapati bahwa segala denial yang ia harap, segalanya runtuh.

Disana berbaring presensi cantik yang sudah tertidur dalam damai.

"Ji," panggil Yoshi, menarik bahu Jihoon agar dia menepi. Tetesan air dari baju Jihoon yang basah membuat suasana berubah. Yoshi bahkan harus melajukan mobil dengan kecepatan yang sama agar bisa mengejar sahabatnya itu. "Jihoon.."

Cowok itu menggeleng. Berdiri di depan pintu, menatap sosok yang berbaring dengan tak percaya. Perlahan, ia terisak.

Just needed time to, to find my own
But I promise someone will give you all you want
Can give you all you need
And you just gotta see
I never meant to hurt you

"Ah," Jihoon meremas rambutnya. Merutuki diri sebab dia terlalu sibuk hanya untuk menjenguk gadis itu. Dia tidak tahu apa yang gadis itu lalui atau bahkan tidak tahu apakah pengobatannya berjalan lancar atau tidak, yang jelas sekarang dirinya betulan benar-benar menyesal. "Lo nggak bisa menjanjikan seseorang bakal memberi apa yang gue inginkan, ketika orang yang gue mau hanya elo, Ris."

Sunyi.

Suasana duka yang ditemani derasnya hujan itu seolah menambah semua rasa sesak. Tanpa peduli peningnya kepala Jihoon saat ini. "You never meant it, but in the end, you hurt me," gumamnya amat pelan, hingga ia kira, hanya cowok itu yang mampu mendengarnya. "You did great, Ris. Selamat istirahat. I wish I can meet you again in another time."[]

running low | jihoon ✓Where stories live. Discover now