47 - A s y a M e n g a l a h

209 13 1
                                    

Asya meremas gelisah jemarinya sembari menunggu sang dokter yang tengah memeriksa keadaan Arser di dalam sana agar bisa cepat memberinya kabar. Hingga tak berselang lama akhirnya dokter tersebut pun memunculkan batang hidungnya di hadapan Asya.

Asya lantas berdiri dari duduknya, menghampiri si dokter yang baru saja keluar usai memeriksa keadaan suaminya.

“Bagaimana dengan keadaan suami saya, Dok? Dia baik-baik aja, 'kan?” tanya Asya sembari menatap penuh harap wajah dokter di depannya.

Dokter itu lalu tersenyum. “Syukur Alhamdulillah, Pak Arser sekarang keadaannya baik-baik saja. Dia hanya memerlukan banyak waktu untuk istirahat agar benar-benar bisa memulihkan sebagian ingatannya yang sempat hilang.”

Kening Asya melipat, heran. “Amnesia?”

“Iya. Pak Arser sepertinya sempat mengalami kecelakaan yang membuat benturan keras pada kepalanya mengakibatkan otaknya bekerja sedikit lebih lambat, sehingga membutuhkan waktu cukup lama untuk membuatnya bisa memutar kembali sebagian ingatan-ingatan di kepalanya yang sempat dia lupakan. Kondisi seperti ini biasanya sering kali disebut dengan amnesia sementara, yang mana membuat otaknya melupakan kejadian yang ia alami satu tahun ke belakang. Dan semakin hari otaknya akan mengumpulkan kepingan ingatan yang sempat terpecah sampai akhirnya ingatannya kembali normal.”

Asya terdiam, tertegun lebih tepatnya. Beragam pertanyaan seketika berkeliling tamasya di atas kepalanya yang mana membuat wanita menyematkan satu nama yang sempat Arser ucapkan sebelum dirinya pingsan. Gria. Apa mungkin ingatan yang dimaksud dokter itu adalah Arser memiliki masa lalu dengan Gria?

Griana Alesta.

Nama itu selalu memenuhi isi ruang kepala Asya. Masa lalu Gria dengan suaminya membuat Asya penasaran tingkat dewa. Sebatas hubungan apa wanita itu dengan suaminya? Mana mungkin kalau hanya sebatas bos dan karyawan bisa Arser sebut namanya!

Pasti Asya akan menguak rahasia Arser lagi, dan lagi. Kini Asya duduk di samping brankar tempat tidur Arser. Wanita itu mengambil satu buah tangan suaminya, menggenggamnya dengan erat, kemudian menciumnya hangat. Matanya menatap wajah damai Arser hingga tanpa sadar satu tetes air mata Asya jatuh tepat menembus punggung tangan lelaki itu.

“Sedalam apa masa lalu kamu, Ser?” tanya Asya seraya menempelkan bibirnya di atas punggung tangan Arser yang sedingin es. “Jangan terus-terusan buat aku kecewa dengan mikir yang enggak-enggak soal kamu dengan Gria di masa lalu!”

Lelaki itu masih memejamkan matanya. Entah menyelam bersama mimpi dalam tidurnya atau mungkin otaknya tengah berusaha mengingat sebagian ingatan yang sempat lelaki itu lupakan?

Asya mulai terisak pelan. Tetes demi tetes cairan infus lelaki itu mengiringi air mata Asya yang perlahan jatuh membasahi wajahnya. Demi apapun otak wanita itu buntu untuk memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi jika ingatan yang sempat Arser lupakan kembali.

Mungkinkah Arser memiliki hubungan spesial dengan Gria? Bagaimana dengan kabar Asya jika hal itu ternyata benar?

Asya lantas merunduk dalam, mengusap perutnya yang mulai tampak membesar. “Cepet bangun, Ser. Kasih aku penjelasan, supaya anak kita punya tanggungjawab.”

****

Hitungan waktu terus berjalan, tak terasa sudah dua hari Arser di rawat. Lelaki itu sampai saat ini masih setia di tidurnya. Entah, sampai kapan? Asya berharap suaminya bisa cepat-cepat sadar.

Asya menatap bayangannya dari pantulan kaca besar di depan. Ia sesekali mengelus perutnya yang mulai tampak membesar. Rasanya tidak sabar, akan ada Arser junior untuk melengkapi keluarga kecil mereka.

Wanita itu lantas tertawa, kemudian kembali menutupi perutnya dengan blouse putih yang dia pakai. Lalu Asya segera duduk di depan meja rias, dan bersolek selayaknya. Hari ini, Asya akan menemui suaminya kembali di rumah sakit.

Asya membuka pouch make-upnya, mengambil lipstick merah dari dalam sana untuk memoles sedikit pada bibir wanita itu yang sudah seperti kehilangan warna alamiah. Pucat, serta pecah-pecah. Setelah itu Asya segera merapikan kembali alat riasnya, kemudian beranjak. Sebelumnya ia sudah memesan ojek online dan kini ojeknya sudah menunggu di luar.

Asya menutup pintu rumahnya, lalu menguncinya dari luar. Ia segera menghampiri si mas ojek yang sudah menunggunya agak lama, memang rada kurang enak, makanya Asya berusaha meminta maaf ketika sudah sampai di depan mas ojek tersebut. “Maaf, ya, Mas? Saya tadi lama. Jadi nungguin, deh.”

“Gak apa-apa, Mbak. Santai aja!” balasnya ramah seraya memberikan helm hitam khusus penumpang ke hadapan Asya.

Asya lantas menerimanya. “Makasih, Mas.” Lalu memakai helm itu pada kepalanya.

“Sudah, Mbak?” tanya mas ojek pada Asya sebelum menghidupkan mesin motornya.

Asya menganggukan kepala. “Udah.”

Motor itu kemudian melaju dengan kecepatan standar menuju rumah sakit besar yang ada di kota metropolitan. Tak sampai sepuluh menit, akhirnya motor itu sampai di depan rumah sakit Mediatama. Asya lantas segera turun dari motornya, lalu melepas helm itu dan memberikannya pada mas ojek yang sudah mengantarnya.

“Terimakasih!” Mas ojek itu tersenyum. “Jangan lupa bintang lima, ya, Mbak!”

“Baik, Mas. Terimakasih kembali.”

“Saya duluan, Mbak,” kata mas ojek itu yang mana kemudian kembali melaju ke jalanan raya untuk menemui orderan selanjutnya. Mungkin?

Asya membalikkan badannya, segera melangkah masuk ke dalam sampai langkahnya mengantarkan wanita itu ke depan ruangan premium, tempat di mana suaminya masih di rawat. Namun, begitu Asya membuka pintu, langkahnya seketika tertahan saat netranya menangkap sosok perempuan di samping brankar suaminya tengah menggenggam tangan dingin lelaki itu dengan erat, bahkan sesekali menciumnya.

Asya lantas tertegun. Gria?

Rasanya kaki Asya langsung lemas sekedar untuk menahan berat tubuhnya agar tetap berdiri melihat itu. Wanita itu memilih untuk mengurungkan niatnya dan segera membalikkan badan dari sana, tetapi kakinya seolah berat untuk melangkah, seakan meminta untuknya tetap berdiri di sana. Bahkan, egonya menyuruh Asya untuk menghampiri mereka daripada kabur dengan perasaan kecewa!

Asya memutar kepalanya, melihat Gria yang kini tengah mencium kening Arser penuh kasih sayang. Wanita itu bahkan membelai wajah Arser, serta mengusap-usap rambut hitam suaminya seperti apa yang pernah Asya lakukan pada lelaki itu.

Asya merunduk, air matanya seketika luruh membasahi wajahnya. Egonya semakin menjadi ketika melihat itu. Asya ingin melabrak Gria, tapi ia tidak ingin terjadi keributan di kala Arser sedang istirahat. Rasa sayangnya pada lelaki itu melebihi egonya, Asya memilih mengalah.

.
.

Hahah, untung masih bisa up lagi. Maaf kalo feel di part ini kurang dapet. Masih inget cerita ini gak, sih? Untuk part selanjutnya, doain ya semoga bisa cepet-cepet up lagi, soalnya sibuk gak ngapa-ngapain nih. 😂

Aku belum kasih cast SYTD kan? Next part ya. Waktu itu aku uncast, gak bisa bayangin Jaehyun soalnya. 😃

See you!

Suami Yang Tak Diinginkan (on going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang