42 - T e r n y a t a P e l a k u n y a S a m

244 21 0
                                    

Vote kencengin, dong, biar semangat!

Asya tersenyum saat melihat suaminya yang kini sudah duduk di depannya dengan satu meja yang menjadi penghalang. Lelaki itu terlihat baik-baik saja dengan kaos tahanan berwarna hijau yang khas.

"Bagaimana kabar kamu, Ser?"

Arser tak menjawab, melainkan menarik napas cukup panjang sembari memalingkan wajahnya dari Asya. "Aku bawain makanan banyak buat kamu, lho!"

Asya membuka rantang plastik di hadapannya, kemudian menghindangkan makanan buatannya itu di atas meja menghadap ke arah Arser. "Ada tahu-tempe kesukaan kamu juga. Aku ambil-"

"Aku nggak laper," ujar Arser memotong cepat kalimat Asya, dan otomatis membuat wanita itu menghentikan aksinya yang akan mengambil tahu-tempe untuk ditaruh di atas wadah plastik.

"Yah, terus gimana, dong? Aku udah masak banyak banget cuma buat kamu," ucap Asya dengan wajah yang menekuk, juga bibir yang cemberut. Susah payah dirinya memasak, namun respon suaminya malah terdengar seperti mencuekinya.

"Bawa pulang lagi aja, aku nggak butuh!"

"Kok, kamu ngomongnya, gitu?" tanya Asya pelan dengan suara yang bergetar, demi apapun hatinya sakit saat Arser menolak makanan yang mati-matian ia buat hanya untuk orang yang ada di hadapannya sekarang. "Ya udah, buat temen-temen kamu aja nggak apa-apa."

"Nggak, mereka udah kenyang! Lebih baik kamu pulang, aku capek mau istirahat!"

"Kamu kenapa, sih? Kata Mama kamu pengin banget meluk aku, sekarang aku udah ada di depan mata kamu, lho. Ayok, peluk!"

"Nggak, karena aku udah nggak mau lihat muka kamu lagi yang sok manis itu!" Mata Asya melotot, ia merasa tersentak dengan ucapan suaminya barusan.

"Maksud kamu?" tanya Asya, meminta penjelasan.

"Kamu pikir aja sendiri!"

"Bagaimana aku bisa mikir kalau sikap kamu aja udah nggak jelas kayak gini. Kamu kenapa, sih?!"

"Kamu yang kenapa!?"

Asya mengkerutkan keningnya, demi apapun ia tidak mengerti apa yang tengah dimaksud oleh suaminya itu.

"Kenapa kamu malah ngasih kesempatan untuk aku tetap hidup?!" Pertanyaan dari Arser benar-benar membuat Asya semakin tidak mengerti dengan apa yang lelaki itu maksud saat ini. "Aku menderita selama ini, apa itu tidak cukup?!"

"Aku nggak tahu apa yang kamu maksud, Ser!"

"Kamu ingat perkataan Sam sebelum nusuk perut aku waktu itu?" tanya Arser mencoba kembali mengingatkan Asya pada kejadian di mana Sam mengatakan kalau dirinya dengan Asya memiliki dendam untuk membunuh Arser. "Dari awal aku emang udah curiga sama kamu! Jadi, ini strategi kamu untuk membunuh aku?"

"Demi apapun aku udah nggak ada niat lagi buat bunuh kamu!"

"Tapi kamu pernah memiliki niat itu, 'kan?!"

"Itu dulu, sekarang beda! Aku sudah mencintai kamu, mana tega aku membunuh kamu, Ser!" jelas Asya mengelak, satu bulir air matanya jatuh dari pelupuk mata, jujur bahkan ia sudah lupa dengan niat untuk membunuh suaminya itu.

"Kalau aku masih memiliki niat untuk membunuh kamu, aku nggak akan mungkin mau hamil anak kamu!"

Arser tersadar, dari perkataan Asya memang ada benarnya juga. Jika, istrinya itu masih memiliki niat untuk membunuh Arser tak akan mungkin ia mau hamil anaknya, bahkan kukuh mempertahankan bayi mereka untuk tidak diberikan kepada Meyra.

"Kenapa kamu diem? Masih mau mengira kalau aku itu pura-pura mencintai kamu? Emang susah membuat kamu untuk percaya sama aku, dan salahku juga karena sudah terlalu banyak mengecewakan kamu. Maaf-"

Suami Yang Tak Diinginkan (on going)Where stories live. Discover now