Part 36: Buku Harian

401 76 4
                                    




Ramcha menggandeng tangan adiknya menuju ke ruang kerja Sam. Ramkham memberontak pada kakaknya dan berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Ramcha.

"Gak mau kakak. Gak mau. Ramkham takut sama ayah."

"Gak apa-apa, Ramkham. Kakak janji akan melindungimu."

Sam yang kebetulan pada saat itu entah mengapa mengizinkan kedua putranya untuk masuk. Sam menatap ke arah Ramkham. Anak itu langsung bersembunyi dibalik tubuh kakaknya yang lebih tinggi darinya. Tubuhnya gemetar ketakutan ketika matanya bertemu dengan ayahnya.

Namun, ada yang berbeda dari pandangan Sam saat menatap Ramkham. "Ada apa putraku?", untuk pertama kalinya Ramkham mendengar Sam yang berbicara dengan suara lembut. Perlahan-lahan ia berani untuk melihat ke arah ayahnya.

"Ayah. Aku dan Ramkham akan pergi ke Barat. Kami akan pergi ke Kaki Langit.", ucap Ramcha.

"Bukankah Guru memintamu untuk kembali saat usiamu 12 tahun? Kamu masih 10 tahun."

"Aku ingin pergi sekarang. Lebih baik aku mulai berlatih dari sekarang. Aku ingin menjadi lebih kuat.", ujar Ramcha.

"Mengapa adikmu ikut denganmu?"

Ramcha mengeratkan genggaman pada tangan Ramkham. "Karena aku dan Ramkham tidak bisa dipisahkan. Aku sudah berjanji akan melindungi adikku."

Sam menitikkan air mata. Ramkham melihat ayahnya yang tidak seperti ayah yang ia kenal.

"Sekarang kedua putraku juga ingin meninggalkan aku?"

"Ayah..."

"Pergilah.", ucap Sam.

"Baiklah ayah. Kami akan pergi besok. Kami izin pamit.", lalu Ramcha berbalik untuk keluar dari ruangan Sam.

"Tunggu.", panggil Sam. Ia berdiri dari tempat duduknya dan berjalan mendekat pada kedua putranya.

Ramcha langsung pasang badan di depan dan menarik adiknya untuk berdiri di belakangnya. Ramkham kembali gemetar ketakutan ketika ayahnya mendekat. Tangan ayahnya semakin mendekat ke arahnya. Ia kira ia akan dipukul lagi. Namun, ternyata tangan Sam mengusap lembut kepala Ramkham.

Ujung bibir Sam gemetaran. "Maafkan ayah. Bukan salahmu. Ayah yang salah.... Maaf ayah selama ini jahat padamu, Ramkham putraku. Ibumu menahan sakitnya selama ini demi kamu dan ayah malah menyakitimu.", air mata Sam bercucuran.

Ramcha dan Ramkham ikut menangis bersama Sam, lalu keduanya memeluk Sam.

Ramkham untuk pertama kalinya merasakan hangatnya pelukan dari ayahnya. Seketika seluruh rasa takutnya akan ayahnya hilang. "Maafkan ayah... Maafkan ayah... Tak apa jika kamu tak bisa memaafkan ayah, karena kesalahan ayah padamu terlalu besar...", Sam berucap maaf berulang kali pada Ramkham. Ia memeluk erat kedua putranya yang sama-sama mengingatkannya akan Artitthaya. Memang benar bahwa istrinya tidak pergi. Istrinya masih tinggal di dalam diri kedua putranya. Matanya telah dibutakan oleh kesedihan dan amarah.

"Jika kalian masih mengingat ayah. Kembalilah kapanpun, ayah menunggu kalian."

Suatu hal yang menyebabkan Sam kembali tersadar adalah karena ia akhirnya membaca catatan terakhir Artitthaya. Semenjak kepergian istrinya, Sam tidak sanggup membaca buku harian istrinya. Ia membuangnya jauh-jauh dan disaksikan oleh Kiet.

Kiet dengan sengaja menyimpan buku harian itu. Ia pula yang dengan sengaja meletakkan buku itu di atas meja kerja Sam karena berharap semoga buku itu mampu mengubah perlakuan Sam pada putranya, terutama pada Ramkham.

Sam membuka buku harian Artitthaya yang telah diganti sampul luarnya, sehingga Sam membacanya. Semuanya berisi kenangan indah yang dirasakan oleh Artitthaya semasa hidup. Ia mencintai Sam setara dengan anak-anaknya. Ia ingin agar Sam tidak hidup sendiri jika suatu saat dirinya harus pergi.

Artitthaya ternyata selama ini mengetahui bahwa dirinya memiliki peredaran darah yang terganggu karena luka yang pernah ia alami. Tekanan darahnya cenderung rendah, diketahui dari denyut nadinya yang lebih lambat dan terasa lebih berat daripada orang normal. Tabib melarangnya untuk hamil karena akan sangat berisiko. Namun, Artitthaya sendiri yang memilih untuk menanggung risiko itu ketika secara tak terduga mengandung anak kedua. Ia memilih mempertahankan anaknya daripada menggugurkannya.

Sam tidak tahu tentang apa yang diderita Artitthaya. Karena Sam akan menjadi dipenuhi rasa takut dan khawatir semasa hidup. Artitthaya hanya ingin menikmati hidupnya dengan penuh kebahagiaan. Ia tidak ingin memikirkan hal yang belum terjadi.

Artitthaya telah bersiap jika kemungkinan terburuk menimpa dirinya. Ia menulis dalam buku hariannya itu bahwa ia rela menukar nyawanya untuk putranya. Sehingga ia ingin agar Sam Phraya mencintai putranya seperti bagaimana suaminya itu mencintai dirinya.

"Hanya sebuah catatan apabila aku tak lagi ada di sisimu, suamiku. Aku titipkan kedua anakku padamu. Tolong jaga mereka dengan baik. Aku percaya kamu akan mencintai mereka seperti bagaimana aku mencintaimu. Jangan mencintaiku lebih daripada anak-anakmu, Sam. Mereka buah hati kita. Darahku mengalir di dalam mereka dan selamanya aku tinggal di dalam mereka."

Sam membaca ulang catatan di buku harian istrinya itu sembari menyaksikan kedua putranya pergi meninggalkannya.

"Aku pasti mengecewakanmu, Artitthaya. Kamu pasti menangis melihatku dari atas sana...."

The ThroneWhere stories live. Discover now