Bab 53

5.4K 914 138
                                    

Suara bel istirahat berbunyi. Di tempatnya, Aji mengeluarkan buku materi dan mulai mempelajarinya. Buku yang telah ia sulap menjadi berbahasa asing itu telah setia menemaninya sejak tiga hari lalu.

"Aji, ayo." Fanya menghampiri kekasihnya.

Tanpa menoleh, lelaki itu menjawab. "Nggak dulu, ya."

Dengan kesal, gadis di depannya itu menghentakkan kakinya dan balik kanan. Sudah hari ke empat Aji tidak memerhatikannya. Bahkan pesan yang ia kirim hanya dibalas dengan singkat oleh kekasihnya itu.

Tak lama kemudian, Damar datang. "Ayo, ke kantin."

"Lagi belajar," jawab Aji tanpa menoleh sedikit pun.

"Lanjut nanti aja. Ayo."

Masih tanpa menoleh, lelaki yang masih disibukkan dengan bacaan di depannya itu berkata, "gak punya duit."

"Mana dompet lo?"

Aji memberikan dompetnya. Dengan cepat, Damar memeriksa benda berwarna hitam itu. Hanya ada beberapa kartu dan kertas nota pembelian. Tanpa permisi, ia mengecek isi tas milik sahabatnya.

"Gak bawa makan?"

Aji menggelengkan kepalanya. "Nggak."

Damar pun melangkah meninggalkan ruang kelas, membiarkan sahabatnya kembali berkutat dengan materi yang telah disampaikan oleh guru. Lima menit kemudian, ia datang dengan sepiring nasi dan sepotong ayam kremes.

"Makan," ucap Damar.

Aji melirik. "Nggak usah."

"Gak usah sok nolak. Gue bawa piring kanting, loh."

Sudah menjadi peraturan sekolah bahwa siswa tidak diperbolehkan membawa peralatan makan milik kantin ke luar dari kantin.

"Ini makanan kesukaan lo. Yakin gak mau?"

Aji menutup bukunya. Tersenyum menatap sahabatnya. "Kenapa gak dari kemarin?"

Damar tertawa. "Tumben gak cerita."

Lawan bicaranya itu hanya tersenyum tipis. "Gue makan dulu."

***

Setelah selesai, Aji menemani Damar mengembalikan peralatan makan. Di perjalanan, Damar melontarkan beberapa pertanyaan.

"Nilai lo jelek?"

"Iya."

"Lo dihukum, gak dibawain makan siang?"

"Nggak."

"Lo dihukum, gak dikasih duit jajan?"

"Nggak juga."

Damar menghentikan langkah kakinya. "Duit lo mana?"

Aji mengeluarkan gawainya. Ia menunjukkan notifikasi sejumlah uang yang masuk. Uang yang baru diterimanya pagi tadi.

"Dari Kakek." Ia menunjukkan notifikasi yang lain, sejumlah uang masuk dengan nominal yang berbeda. "Ini duit jajan tambahan dari papa."

Damar tertawa kecil. "Lebih banyak duit dari kakek lo."

"Kakek duitnya banyak, gak tau buat apa." Aji ikut tertawa. Tawa pertamanya sejak empat hari lalu.

"Duit lo banyak, kenapa gak dijadiin cash?" Damar kembali melangkahkan kakinya.

"Duit jajan mingguan dari mama udah gua jadiin cash."

"Dompet lo kosong."

"Waktu Kaela ke sini, gak bawa uang. Jadi pake duit gua."

WasanaWhere stories live. Discover now