vii. Wish Come True

4.3K 1.4K 712
                                    

Menunggang kuda di hutan cukup sulit. Banyak sekali rintangan dan hambatan. Jai ingin sekali menunjukkan wujud wolfnya agar leluasa bergerak menuju tempat yang dimaksud oleh pemilik toko daging langganannya. Sayangnya tidak bisa. Dia tidak boleh sembarangan menunjukkan wujud wolfnya terutama di tempat asing seperti ini. Dia tahu hutan ini masih dalam wilayah werewolf, namun bisa saja ada werewolf liar menyerangnya atau orang jahat yang akan berbuat buruk padanya.

Sebenarnya ada satu rahasia Jai yang disembunyikan oleh kerajaan. Bukan perkara Jai anak kandung atau tidak, bukan seperti itu. Ada hal lain yang tidak diketahui warga demi keamanan kerajaan dan kebaikan Jai sendiri. Kedua orang tua serta orang-orang dari kerajaan sengaja menyembunyikannya agar Jai tidak mendapat kebencian berlebih karena rahasianya itu. Jai sudah cukup dibenci, jangan lagi.

Suara tapak kuda terdengar begitu jelas akibat hutan yang sunyi. Angin berhembus sesekali menerpa wajahnya. Orang biasa akan menganggap angin tersebut angin biasa. Lain halnya dengan Jai yang paham kalau angin tersebut bukanlah angin biasa, yaitu angin pertanda musibah sedang terjadi.

Jai tidak tahu kerajaannya tengah diserang. Jai tidak tahu nasib ayah dan ibunya. Jai tidak berpikiran untuk memutar arah kembali ke istana sebab perintah dari pemilik toko daging lebih penting dari kerajaannya. Dia merasa jika dia tidak menuruti perintah pemilik toko tersebut akan terjadi bencana dimana-mana. Mengerikan.

"Aku haus..." gumamnya seraya mencari sumber air. "Kuda, kau juga butuh minum 'kan? Sabar sedikit lagi, ya. Disini tidak ada air..."

Kuda yang ditunggangi tidak merespon karena sibuk berjalan. Dalam lubuk hati kuda yang paling dalam, dia kesal karena Jai menungganginya secara asal dan membuatnya terpisah dari pemiliknya.

Kasihan si kuda, dia terpisah dari majikannya. Padahal majikannya baru saja menikah.

"Kuda, kau dengar suara air? Sepertinya di dekat sini ada sungai."

Si kuda berhenti melangkah. Telinganya bergerak mencari sumber suara. Butuh tujuh detik dia bergeming, rupanya perkataan Jai benar adanya. Ada sungai di dekat sini.

Si kuda melangkah menuju sungai tanpa diperintah. Instingnya untuk minum tak dapat dibendung lagi. Dia kehausan dan kelelahan setelah berjalan berpuluh-puluh kilometer jauhnya.

Semakin lama suara arus terdengar jelas. Senyum Jai merekah kala sungai terlihat di depan mata. Astaga, Jai kagum melihat air sungai yang jernih dan sedikit berkabut. Kalau jernih seperti ini dia tidak perlu khawatir ada buaya atau ular muncul ke permukaan.

"Kuda, minumlah sepuasmu. Lima belas menit lagi kita lanjutkan perjalanan," titahnya seraya turun dari kuda.

Udara disini sejuk sekali. Jai merasa nyaman. Dia berlutut di pinggir sungai lalu membasuh wajahnya tiga kali. Awalnya tidak ada yang aneh, Jai menikmati dinginnya air yang menyentuh kulit. Airnya bersih dan tidak berbau, aman untuk diminum.

Tetapi ketika tangannya hendak masuk ke air, matanya menangkap sesuatu mengambang di tengah sungai mengikuti arus yang tidak terlalu deras. Setelah diperhatikan cukup lama, dia baru sadar itu adalah orang!

"Astaga, kenapa ada orang hanyut di wilayah sepi seperti ini?!"

Jai segera melepas pakaian bagian atas lalu melompat ke sungai untuk menyelamatkan orang itu. Walau dia jarang berenang, kemampuan renangnya tidak bisa dianggap remeh. Dia perenang yang handal.

Setelah berhasil meraih orang itu, Jai berenang ke tepi dan mengangkat tubuh orang itu pelan-pelan lalu membaringkannya ke tanah.

Dia perhatikan wajah pemuda itu. Terlihat masih muda dan pucat. Sesaat Jai bergeming mencium aroma lain dari pemuda itu. Dia mengendus beberapa kali untuk memastikan.

[i] IL: Pure Blood | Enhypen ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang