xviii. Ivon Isn't Apollo's Son?

4K 1.3K 739
                                    

"Maaf... maaf."

Dalam sekejap Aidyn kembali seperti semula. Dia mundur selangkah demi langkah menjauhi Jai dengan tubuh gemetar. Rasa bersalah menyelimutinya. Dia hampir membunuh Jai, dia hampir membunuhnya.

Lagi-lagi terulang kembali. Lagi-lagi dia hampir membunuh orang lain ketika sisi iblisnya muncul. Aidyn marah dan sedih. Kenapa selalu seperti ini? Kenapa dia tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri?

"Kau pasti membenciku 'kan?" Lirih Aidyn tersenyum getir. Kepalanya menunduk begitu dalam karena tidak berani menatap lawan bicaranya. Dia merasa bersalah.

"Tidak apa-apa, aku juga membenci diriku sendiri. Seperti yang selalu kau katakan, aku aneh," lanjutnya memberanikan diri menatap Jai yang diam di posisinya─berusaha mencerna apa yang terjadi.

Inilah alasan Aidyn tidak mau orang lain tahu siapa dirinya. Dia tidak mau membuat orang lain celaka. Dia memiliki banyak musuh dan sangat berbahaya bila musuh tahu siapa dirinya. Dia tidak pernah bercerita pada siapapun karena dia tidak mau orang lain terseret pada masalahnya. Kematian ibunya saat melindungi dirinya ketika ia kecil dulu menghantuinya hingga sekarang. Dia menyalahkan dirinya. Ibunya tiada karena dirinya.

"Jangan menganggapku teman karena aku bukanlah orang baik yang pantas berteman denganmu."

Jai tersadar dari lamunannya. Dia menggeleng tak menyetujui perkataan Aidyn. "Kau tidak seperti itu..."

"Maafkan aku, Jai..."

Jai tertegun. Dia tidak mencegah dan mengejar Aidyn yang melesat pergi entah kemana. Hatinya bagai tertancap panah begitu dalam. Permintaan maaf nan lirih barusan terdengar sangat menyakitkan.

Sungguh, Jai tidak membenci Aidyn. Justru dia menyalahkan dirinya sendiri karena membuat Aidyn tak sengaja menunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya. Seharusnya Jai tidak melakukan itu. Seharusnya Jai tidak memaksanya untuk bercerita. Aidyn pasti dilanda kesedihan sekarang. Semua ini salahnya, Jai merasa bersalah.

"Apollyon Orpheus Heolstor, ternyata itu namanya. Sayang sekali aku tak sempat melihat wajahnya."

Deg!

"Siapa kau?!" Tanya Jai lantang seraya mengangkat pedangnya ke arah seorang pria di depannya.

Pria tersebut terkekeh menyeramkan. Jai dapat merasakan aura gelap dan pekat seperti Aidyn. Namun aura orang ini terasa lebih jahat dan berbahaya.

"Kau temannya, bukan? Tega sekali dia meninggalkanmu seorang diri disini."

"Siapa kau?!" Tanya Jai mengulangi pertanyaannya. Pedang dia genggam kuat-kuat sembari mencari celah untuk lari sekarang juga. Bukannya dia takut, dia merasa orang di depannya itu sangat berbahaya.

Penampilannya seperti seorang bangsawan. Surainya berwarna hitam legam. Wajahnya terlihat muda. Dia memiliki tanduk di kepala. Tunggu, Jai menyadarinya. Dia iblis!?

"Benar. Aku adalah iblis. Siapa aku? Akulah yang menginginkan temanmu untuk menjadi wadah. Aku beri tahu satu hal padamu. Orang tuamu ada bersamaku, tertarik untuk ikut?"

Mata Jai membelalak lebar. "Lepaskan kedua orang tuaku!" Perintahnya keras.

Jai tidak akan lari. Jai harus membawa kedua orang tuanya kembali dari iblis itu, Thanatos.

"Aku tidak akan melepaskan kedua orang tuamu," ucap Thanatos menyeringai seraya menggerakan tangan kanannya. "Dan aku tidak akan melepaskanmu, pangeran."

Hal terakhir yang Jai ingat adalah tawa Thanatos kepadanya saat bayangan hitam menyakitkan dan menyiksa mengurung tubuhnya. Lalu semuanya gelap.



[i] IL: Pure Blood | Enhypen ✓Where stories live. Discover now