09. Yah, ketinggalan

63 14 8
                                    

Sudah hampir dua bulan sejak Haikal dan Jisey menjadi tetangga sekaligus teman kelas. Itu juga berarti hubungan mereka semakin dekat. Kini, Jisey bisa melihat tingkah Haikal yang lebih menyebalkan dari sebelumnya. Itu pertanda kalau sifat asli Haikal yang selama ini terpendam, semakin lama sudah semakin terungkap.

Seperti kali ini, Jisey sudah bersiap untuk mengikuti kegiatan kepramukaan yang diadakan sekolahnya setiap sebulan sekali di hari Minggu. Dengan pakaian pramuka serta tas gendong, Jisey menunggu Haikal di depan rumahnya. Belakangan ini baik Jisey maupun Haikal sudah sedikit terbiasa jika mereka pulang bersama. Walau sedikit canggung dan perlu meladeni sifat Haikal yang menyebalkan, tapi Haikal selalu mengantarnya sampai tujuan dengan selamat.

"Lama amat lo ngidupin motor atau ngitarin bumi," cibir Jisey.

Haikal menoleh, menatap Jisey dengan alis yang dinaikkan. "Gak suka? Ya udah gue tinggal." Tanpa menunggu jawaban Jisey, Haikal sudah menarik gas motornya dan meninggalkan Jisey beberapa langkah dari sana. Sebenarnya Haikal memang tak bermaksud meninggalkan Jisey, atau yang ada nanti ia akan dimarah habis-habisan oleh sang ayah, tapi perempuan itu keburu berteriak dan ikut berlari menyusul Haikal sepanjang beberapa langkah.

"Haikal kampret!"

Haikal justru tertawa mendengar Jisey mengumpat, yang tentu umpatan itu dituju ke dirinya. Melihat ekspresi Jisey yang menahan kesabaran sepertinya akan menjadi hobi baru Haikal. Dan Haikal berjanji akan membuat Jisey lebih sebal dari saat ini.

"Tenang aja, gue gak bakal ninggalin princess di tengah jalan."

Jisey mencebik, memukul lengan Haikal dengan helmnya. Lagi dan lagi, bukannya kesakitan, Haikal justru semakin tertawa mendapat respon seperti itu dari Jisey. Sudah dibilang, bukan? Kalau menguji kesabaran Jisey itu menyenangkan.

×××

"Nyeeetttt!!!!"

Haikal, Abim, dan Yoyo sedikit terkejut kala mendapati teriakan Wahyu yang tiba-tiba datang dari depan kelas sambil mengumpat dengan wajah frustasi. Tak lupa kepanikan jelas tercetak di wajah tampannya itu.

"Bagi tugas Matematika Wajib, dong! Sumpah demi Mie Ayam yang gue makan tadi malem, gue ak bisa jawab." Wahyu menjelaskan, walau sebenarnya tak ada yang ingin tahu mengenai hal tersebut. Baik ketiga temannya, apalagi Pak Andi sebagai guru Matematika Wajib mereka.

"Halah, bilang aja mau nyontek punya mantan anak IPA kita, si Haikal." Abim menyanggah.

"Halah, lo juga kan mau nyontek!" Tak ingin lama-lama berdebat dengan Abim, Wahyu kembali beralih ke Haikal.

"Bagiiii! Sekaraangg!!! Ini keadaan gawat darur-- Cih! Haikal lo apa-apaan, sih?! Ngapain ngelempar buku princess lo!"

Haikal hanya menunjuk buku itu dengan bola matanya, "Katanya mau nyontek."

Dengan wajah berbinar, Wahyu membuka halaman terakhir buku tulis tersebut, benar saja, di sana lima soal bercabang sebagai tugas beberapa hari lalu sudah diselesaikan Haikal dengan baik, sepertinya. Karena melihat tulisan yang telah tertata rapi semakin meyakinkan Wahyu. Masalah benar atau tidaknya, nanti. Belakangan. Yang terpenting adalah Wahyu harus menyalin tugas Haikal secepat mungkin

Setelah jam istirahat pertama berlalu, akhirnya jam pelajaran Matematika Wajib sudah tiba. Itu artinya, Pak Andi akan datang dalam beberapa detik lagi. Karena Pak Andi memang selalu datang sangat tepat waktu. Hujan atau badai sekalipun sepertinya tak akan menghalangi Pak Andi untuk masuk ke kelas. Bahkan Pak Andi biasanya sudah berjalan dari ruang guru menuju kelas yang akan ia ajar sebelum bel berdering. Tapi untungnya, Wahyu sudah selesai menyalin tugas milik Haikal.

TacendaWhere stories live. Discover now