Dua belas : Serangan Dadakan

686 77 61
                                    

Tap vote dulu dong bestie 👌

Happy reading ❤

•••

Hari ini aku disibukkan dengan agenda projek milik Kayla. Yakni memberikan edukasi mengenai higiene sanitasi kepada target sasarannya beberapa ibu ibu rumah tangga di desa ini. Tidak terlalu banyak sebenarnya, hanya ada 10 rumah yang harus kami kunjungi. Namun karena jarak antara satu rumah ke rumah penduduknya lumayan lebar, so lumayan melelahkan.

Jujur, minggu ini bagiku minggu terpadat yang kujalani. Setiap harinya selalu ada jadwal keluar dari base camp, alias tidak ada hari libur kecuali hari minggu. Belum lagi, pada malam harinya belum tentu aku bisa tidur pukul 10, selalu saja diatas pukul 12. Entah itu karena harus mencari referensi guna sebagai informasi pendukung untuk projek keesokan harinya, atau hanya gara gara aku tak sabaran selalu ingin mencicil skripsi milikku.

Contohnya, lihat saja sekarang. Aku berkeinginan harus mencari referensi pendukung tambahan untuk persiapan kegiatan projek milik Adnan besok.

"Masih demam nggak?" Kahiyang datang dengan segelas minuman yang ia berikan padaku. "Ntar malem jangan bikin gue parno kaya kemaren ya."

Sebuah senyuman kecut berhasil ku ulas, "nggak kok. Lo jago banget ngurusin orang sakit, makanya bangun tadi pagi udah baik baik aja. Sorry ya bikin lo panik kemaren." Tak enak hati jelas ku rasakan karena sudah merepotkan Kahiyang.

"Bukan lagi tahu nggak. Gue udah kaya emak emak new bie yang heboh karena nggak punya pengalaman buat nanganin anak pertamanya sakit. Untung gue punya hobi selalu siap sedia bye bye fever."

Kemarin aku berhasil membuat satu rumah ricuh karena teriakan panik Kahiyang ditengah malam untuk mencarikan ku obat demam. Aku sendiri tidak tahu apa penyebabnya, kemungkinan besar karena kelelahan, tapi yang jelas yang aku rasakan kemarin adalah merasa menggigil. Dan saat Kahiyang menyentuh bagian dahiku, ia langsung terkaget karena mengetahui bahwa suhu tubuhku Panas. Jadi setelah itu, benar benar semua anak terpaksa harus bangun karena suara Kahiyang lumayan keras dan berisik untuk menanyai setiap anak, apakah ada yang membawa obat penurun panas atau tidak.

Bersyukur sekali karena tadi pagi ternyata aku sudah sangat merasa lebih baik, ya meskipun tadi siang entah kenapa tiba tiba aku merasa sakit kepala. Namun kali ini aku berniat tidak mengatakannya pada Kahiyang agar ia tak perlu khawatir, dan kebetulan juga mengenai obat sakit kepala aku sudah meminumnya juga. So, bakal aman sih harusnya.

"Beneran nggak ngerasa demam lagi?" Tanya Kahiyang memastikan, sambil ia mengarahkan punggung tangannya pada dahiku. "Muka lo masih kelihatan agak merah soalnya."

"Aman." Kuberikan isyarat berupa gabungan antara ibu jari dan jari telunjuk ke arahnya.

Pasti Aku akan berusaha menampilkan ekspresi baik baik saja, agar Kahiyang tak lagi merasa khawatir padaku. Tak enak pula rasanya jika harus membuat Kahiyang repot lagi karenaku.

"Ini lo mau ngapain lagi emangnya?" Tanyanya curiga.

Tanganku yang berniat membuka tas laptop pun seketika berhenti. Apalagi aku mendapati Kahiyang sudah melayangkan tatapan tajam ke arahku.

"Gue perlu search sesuatu, urgent buat besok soalnya."

"Batu banget sih lo." Aku hanya bisa meringis, "jauhin tangan lo dari laptop sekarang juga atau nggak?"

"Tapi, Yang-"

"Istirahat kenapa sih Pril! Hari ini lo juga udah padet banget kegiatan diluarnya. Gue rasa dilanjut besok pagi pun masih bakal sempet juga." Rasanya sedikit tak tenang saja bila tak membuka laptop tiap malamnya. "Mau nurut sama emak emak new bie satu ini nggak lo?"

Head Over HeelsМесто, где живут истории. Откройте их для себя