O9. Jalan pertama

1.1K 201 6
                                    



***


"Lo nggak bawa motor, mau bareng kaga?"

Jimin menggeleng cepat, ia lalu menunjuk ke arah parkiran yang terlihat sepi namun disana terdapat Minjeong yang sedang menunggunya.

"Baru gue mau bilang tumben, ternyata udah dijemput" Giselle tersenyum menggoda, "Good luck ngedatenya deh" Lalu segera melambaikan tangannya dan berlari sebelum dirinya sempat memukul punggung sang sahabat.

Omong-omong ngedate, Jimin jadi teringat lagi soal kemarin di rooftop sekolah karena mulutnya yang asal bicara hampir saja mereka jadi canggung padahal mereka baru saja kembali berdekatan.

Alisnya naik sebelah begitu sadar jika Minjeong sudah tidak lagi mengenakan seragam sekolah melainkan jeans, "Lo pulang dulu?"

"Iya kak, aku nggak akan diijinin sama Ning keluar kalau belum ganti baju" Jawabnya lalu menyerahkan helm pada Jimin.

Lucunya, mana harus ijin-ijin dulu lagi sebelum keluar, jadi berasa lagi jalan sama anak bayi di tubuh orang kaku, "Lo emang sedeket itu ya sama Ning? Maksud gue sampe harus ijin segala"

Minjeong mengangguk, "Selain karena Ning sama aku udah sahabatan dari kecil, daddy juga percayanya sama Ning jadi aku harus nurut sama dia"

"Gemesnya" Lalu langsung segera naik ke atas jok, membiarkan Minjeong yang tepat berada di depannya diam-diam tersipu.

"Min? Nggak jadi jalan nih?" Tepuknya di bahu Minjeong.

Minjeong di depan terlihat terkejut lalu kemudian mengangguk patah-patah, "Iya kak, ini mau jalan"

"Mau kemana emangnya?"

"Eh? Kak Jimin sendiri punya saran?" Minjeong kemudian menoleh sambil nyengir, "Soalnya sebenarnya aku juga nggak tau mau kemana hehe"

Jimin mencebik, ingin kesal tapi cengiran Minjeong seolah-olah meredakan kekesalannya, "Gue juga kaga tau mau kemana, kirain lo udah tau"

"Sebenernya ada sih, cuma aku nggak tau Kak Jimin bakal suka atau enggak"

"Gue suka kemana aja, dah buruan berangkat" Asal sama lo.

Minjeong akhirnya mengangguk lalu mulai menjalankan motornya. Sebelumnya Jimin tidak pernah dibonceng motor oleh siapapun, justru dirinyalah yang membonceng orang lain namun dengan Minjeong semuanya seolah berbeda.

Matanya menatap jalanan yang terasa tidak asing di matanya, Jimin memang tinggal disini selama seumur hidupnya tapi dia jelas tahu dengan sempurna jalanan ini.

"Lo ngajak kemana si, Min?" Teriaknya.

"Ada tempat yang ingin aku kunjungi pas sampai disini tapi belum kesampean sampai sekarang" Balas Minjeong dengan sedikit teriak juga dan dianggukinya.

Mungkin memang berdekatan tempatnya. Pikir Jimin.

Perjalanan 20 menit itu terasa sangatlah cepat dan dirinya masih berpikir positif jika tempat yang dipikirannya berdekatan, namun ketika akhirnya Minjeong memarkirkan motornya tidak jauh dari tempat yang dituju barulah Jimin sadar, tempat yang dituju adalah tempat yang sama.

Tempat dimana Jimin bertemu dengan Winter untuk pertama kalinya, tempat dimana Jimin selalu menenangkan dirinya, tempat untuk menyegarkan pikirannya yaitu taman rumah lamanya.

"Lo... lo tau taman ini juga?"

Minjeong mengangguk, "Dulu aku pernah tinggal disini selama 2 tahun sebelum akhirnya pindah ke NYC"

"Mirip... banget" Gumamnya.

"Kenapa kak? Apanya yang mirip?"

"Hah?" Jimin menggeleng, "Bukan apa-apa"

Kemudian keduanya duduk di kursi dekat dengan sebuah terowong kecil, tempat dimana dirinya dan Winter berteduh dari salju saat itu. Jimin masih ingat sekali saat itu, di antara salju turun pertemuan pertama mereka dan cadelnya Winter saat mengenalkan namanya.

"Kak Jimin bengong?"

"Eh? Sorry sorry, gue keinget sesuatu tiba-tiba," Sesalnya sebab ini sudah kedua kalinya Jimin kembali melamun, "Gue juga pernah tinggal disini soalnya jadi inget yang dulu-dulu"

"Serius kah? Terus kenapa Kak Jimin pindah?"

"Kenapa ya dulu?" Ia kemudian menengadah, "Seinget gue appa tuh harus pindah cabang walaupun masih satu kota tetep jauh jaraknya jadi kita pindah,"

"Lo sendiri? Kenapa pindah?"

"Aku dulu anak tunggal dan cuma berdua sama daddy, kami pindah juga karena harus cari kehidupan baru biar nggak terlalu sedih sama mommy yang udah meninggal. 2 tahun kemudian akhirnya daddy nikah lagi sama mommy Jung dan disitu barulah aku ketemu sama Ning, Mashiho, sama 2 kakak kembar tiriku yang lain"

Wajah Minjeong tenang sekali, seolah-olah ceritanya bukanlah suatu masalah sama sekali padahal jika itu dirinya, mungkin tidak bisa menceritakan setenang itu.

"Terus kenapa lo balik lagi kesini?" Bibir Jimin mengatup begitu pertanyaan terasa begitu pribadi, "Maksud gue, it's okay kalo lo nggak mau jawab, cuma bukannya lo pasti nyaman ya di NYC?"

Minjeong tersenyum kecil lalu menggeleng, "Aku masih punya janji buat seseorang penting disini"

Raut wajah Jimin langsung berubah seketika mendengar ucapan Minjeong, seseorang yang penting ya? Ini sih udah harus mundur bukan?

"Sepenting apa buat lo?"

"Rasanya kalau dibandingin dunia dan seisinya masih lebih penting orang itu, bahkan nggak bisa dibandingkan sama apapun. Dia sepenting itu buat aku"

"Ah gitu..." Raut wajah Jimin memang terlihat biasa saja, namun tidak dengan perubahan suaranya, "Terus lo udah ketemu dan nepatin janji itu?"

Minjeong menggeleng namun raut wajahnya berubah menjadi lebih mendung, "Belum, tapi kita udah sering ketemu dan ngobrol walaupun orang itu nggak tau kalau itu aku"

"Kalo gitu sini cepet kasih tau gue siapa orangnya, masa dia nggak tau kalo itu lo sih?! Padahal dia itu udah dianggap sebagai orang penting bagi lo" Gerutunya yang kemudian dibalas dengan tawa halus Minjeong.

Jimin hanya tidak tahu jika yang dimaksud Minjeong adalah dirinya. Orang penting yang tidak ada bandingannya bahkan jika perbandingannya itu dunia. Orang yang Jimin cemburui adalah dirinya sendiri.

"Kak Jimin lucu"

"Gue? Lucu?" Tunjuknya kemudian pada dirinya sendiri, "Ini serius tau, bakal gue samperin kalo sampe tau orangnya"

"Iya, Kak Jimin lucu,"

Minjeong tidak lagi menjawab tapi tetap tertawa melihat perbuatannya dan Jimin bersyukur, setidaknya bisa menghibur gadis di depannya, gadis yang sepertinya sempat bersedih meskipun terlihat baik-baik saja.

"Lagipula Kak Jimin nggak boleh sampe tau, soalnya Kak Jimin kenal dekat sama orang itu" Lanjutnya.

Kali ini perkataan Minjeong meninggalkan beribu pertanyaan dipikirannya. Jimin ingin bertanya, tapi wajah cerah Minjeong yang mengajaknya untuk membeli street food disana membuatnya mengurungkan niat. Kenal dekat? Apakah itu salah satu sahabatnya? Atau orang lain yang dikenalnya?


***

Forever [Yj.Km]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang