Bagian 13

68.1K 8.3K 748
                                    

Airin dan Chiko berada di rumah sakit. Saat Airin baru saja selesai makan malam di sebuah warung nasi bersama Chiko, Alvi tiba-tiba menelpon Chiko dan meminta tolong. Sebagai teman yang baik, Chiko tentunya langsung bergegas pergi. Walaupun jujur, Chiko sedikit terkejut kala mendengar Alvin berada di rumah Larissa.

Airin memilih ikut. Tapi, sebelum itu Chiko bertanya apakah Merapi ada di sana? Dan Alvin menjawab, Merapi sudah lama pergi. Dia butuh bantuan segera, Larissa tidak baik-baik saja. Pun dengan kondisi Alvin.

Dan kini, di dalam ruangan Larissa, Airin menatap ke arah wanita itu dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada.

"Semua gara-gara kamu, Airin. Kalau aja kamu pergi dari kehidupan Merapi, semuanya enggak akan kayak gini. Merapi enggak akan dorong aku sampai-sampai aku hampir aja kehilangan anakku!"

Airin mendengkus mendengarnya. "Udah di tolongin bukannya makasih malah marah-marah gak jelas lo."

"Aku gak minta kamu tolongin!"

"Gue juga ogah kali nolongin lo." Airin menjawab cepat.

Mendengar itu, Larissa lantas melirik ke arah Chiko. Senyum sinis tiba-tiba saja terukir di bibirnya. "Kamu ngapain sama Chiko? Selingkuh dari Merapi? Gak tahu diri banget, Merapi pengen sama kamu sampai nyakitin aku, dan kamu malah main sama sahabat Merapi?"

"Terserah lo, deh." Airin mengibaskan tangannya. Kemudian, gadis itu melirik ke arah Chiko. "Gue ke luar duluan. Perut gue mendadak mules denger dia ngomong."

"Airin!"

Airin mengabaikan teriakan Larissa dan memilih melangkah pergi meninggalkan ruangan itu.

Baru saja berjalan beberapa langkah dari pintu, Airin dikejutkan dengan Alvin yang kini berdiri di depannya.

"Udah diobatin?" tanya Airin.

Alvin mengangguk pelan. Cowok itu melirik ke arah ruangan kemudian kembali menatap Airin. "Rin, boleh bicara sebentar?" tanya Alvin.

"Soal apa?"

"Larissa, Merapi," jawab Alvin.

Airin memutar bola matanya malas. Gadis itu akhirnya mengangguk. "Yaudah, ngomong aja."

Alvin mengajak Airin untuk duduk di kursi koridor. Ketika keduanya sudah sama-sama berada di sana, Alvin menarik napas panjang dan mengembuskannya secara perlahan. "Merapi yang bikin gue kayak gini," kata Alvin.

"Lo dipukulin? Kenapa?" tanya Airin menebak. Karena, dia bisa melihat bagaimana babak belurnya wajah Alvin sekarang.

Alvin mengangguk. "Iya. Gue yang salah."

"Terus, lo mau ngomongin apa? Gak usah bertele-tele deh, Bang."

"Merapi marah karena gue ngasih tau kalau ... Anaknya Larissa itu anak gue."

Airin terdiam. Gadis itu menatap ke arah Alvin dengan tubuh yang mematung. Kemudian, dia terkekeh pelan. "Terus?" tanya Airin.

"Gue minta maaf, Rin. Gue sadar apa yang gue lakuin itu malah bikin hubungan lo sama Merapi enggak baik-baik aja."

"Bagus kalau lo sadar. Lo jebak Merapi? Atau gimana, sih?" tanya Airin masih mencoba terlihat santai. Walau sebenarnya, Airin ingin marah. Ingin menunjukkan pada Alvin bagaimana perlakuan Merapi pada Airin setelah Larissa kembali pada kehidupan Merapi.

Alvin mengangguk. "Gue miskin, Rin. Pendapatan gue cuman cukup buat diri gue sendiri. Gue terpaksa lakuin itu, gue---"

"Dan jadiin Merapi tumbal atas apa yang lo lakuin, gitu? Lo tau, bukan Larissa yang kena imbasnya, bukan lo. Tapi gue!" Airin mendongakkan kepalanya. Gadis itu mengembuskan napasnya secara perlahan.

MERAPIDonde viven las historias. Descúbrelo ahora