Rencana mengajak jalan-jalan si Meng gagal karena Airin jatuh sakit. Padahal, Airin sudah berkali-kali bilang dia tidak apa-apa. Namun, Merapi memilih membatalkan rencana itu dan meminta Airin istirahat.
Badan Airin lumayan hangat, bibirnya juga pucat. Sepertinya, karena dia terus menerus keluar masuk kamar mandi.
Kini, Airin tengah merebahkan tubuhnya di atas sofa. Badannya diselimuti oleh selimut tebal, di atas perutnya, ada si Meng yang tengah tertidur.
Merapi mengusap kening Airin dengan lembut. Setiap kali Airin ingin ke kamar mandi, Merapi akan mengikutinya dan menunggu di depan pintu.
"Pi, gue gak papa, astaga." Airin benar-benar tidak biasa terlalu diperhatikan begini. Mungkin, karena sedaridulu ketika sakit ... Dia lebih terbiasa istirahat sendiri, dan membiarkan sakitnya sembuh dengan sendirinya.
Namun, Airin tidak menyangkal bahwa hatinya terasa hangat. Sekarang, ada orang yang bersedia menjaga dan mengkhawatirkannya.
Sebenarnya, sedaridulu juga Merapi begini. Hanya saja, setelah kehadiran Larissa beberapa waktu lalu, Merapi berubah. Dia masih memiliki sedikit perhatian sebenarnya. Hanya saja, Airin yang pada dasarnya kesal pada Merapi karena dia mementingkan Larissa, Airin tidak sadar pada hal sekecil itu. Tapi tidak seperti saat ini. Khawatirnya terlalu berlebihan.
"Mau beli sesuatu gak? Biar perutnya keisi. Lo daritadi ke kamar mandi terus, tapi lo belum makan lagi."
"Gue buatin sayur sup, ya?" Merapi masih setia mengusap kening Airin dengan lembut.
Airin menghela napas pelan, "Gak papa?"
"Gak papa. Tapi makan, ya?"
Airin mengangguk pelan. Setelahnya, Merapi beranjak. Sebelum benar-benar pergi ke dapur, Merapi menyempatkan diri mengecup kening Airin. "Tunggu, ya," ucapnya pelan.
Merapi buru-buru melangkahkan kakinya ke dapur.
Bersamaan dengan itu, suara langkah kaki dari pintu masuk menuju ruangan tempat Airin istirahat terdengar.
Airin kaget, gadis itu sontak saja beranjak duduk dan meminta si Meng untuk turun. Si Meng akhirnya memilih pindah tempat tidur menjadi di pojok sofa.
Bruk!
Airin mengerutkan alisnya kala melihat Alvin yang di dorong dan jatuh ke lantai. Wajahnya sudah babak belur, Airin sontak menatap ke arah Sebastian yang kini tengah menatap tajam ke arah lelaki itu.
"Sebastian, kamu gila!"
Airin menoleh, dia semakin dibuat heran kala Larissa juga ikut hadir di sini.
"Setelah lo ngaku Larissa hamil anak lo, lo pikir lo bisa bebas gitu aja? Lo pikir, karena lo sahabat gue, gue gak punya keberanian buat hajar lo?" Sebastian membungkuk, mencengkram kerah baju Alvin dan menatapnya tajam.
"Bas, gak usah macem-macem!"
"Diem, Sa. Sebelum lo gua buat kayak dia juga!"
"Rin, mau gua yang hajar, atau lo yang hajar? Biar dia tau penderitaan lo gara-gara kelakuan mereka kayak gimana!" Sebastian menatap Airin.
Oke, Airin paham sekarang. Sepertinya, Sebastian ingin memberi pelajaran yang setimpal pada Alvin dan Larissa. Mengingat Sebastian adalah tepat Merapi menceritakan semuanya, sepertinya, Sebastian sadar awal mula Merapi kasar pada Airin adalah ketika Larissa berbohong bahwa anak yang ada di dalam kandungannya adalah anak Merapi.
"Jadi kamu yang minta seret aku sama Sebastian ke sini?!" Larissa menatap Airin marah. Gadis itu mendorong pundak Airin.
Airin berdecak kesal. "Apaan sih lo. Gak usah banyak tingkah, deh. Anak lo brojol di sini gua gak mau tanggung jawab."
KAMU SEDANG MEMBACA
MERAPI
Teen FictionMerapi itu toxic. Dan Airin itu munafik. Merapi selalu berlaku kasar pada Airin, sedangkan Airin selalu tersenyum menantang dan bersikap seolah-olah apa yang Merapi lakukan tak ada apa-apanya. Merapi pacarnya Airin, tapi dia lebih perduli pada Laris...