Bagian 18

851 54 0
                                    

Bab 18

Selesai membeli pembalut, Ara berniat ingin langsung pulang, akan tetapi Kang-Dae malah membawanya ke tempat lain. Ara nurut saja, saat Kang-Dae menuntunnya menyusuri beberapa toko dengan berbagai barang berbeda dalam setiap tokonya.

"Kita mau kemana?" tanya Ara.

Kang-Dae tidak menjawab melainkan terus mengajaknya berjalan hingga langkahnya pun terhenti pada sebuah butik dengan nama "Louis Boutique".

"Kenapa kesini?" tanya Ara lagi. Ara menolak saat Kang-Dae mengajaknya masuk.

Kang-Dae menghela napas tanpa melepas genggaman pada tangan Ara. "Apa kau lupa?"

"Lupa apa?"

"Bukankah kita akan menikah?"

Ara spontan ternganga. Hampir saja ia menjerit, tapi buru-buru hilang suara saat Kang-Dae melotot.

"Cepat masuk!" perintah Kang-Dae kemudian.

"I-iya." Ara tidak bisa membantah.

Akhirnya mereka berdua masuk ke dalam sebuah butik. Baru saja beberapa langkah masuk, beberapa karyawan segera berbaris seperti tengah menyambut. Mereka berderet, menangkup tangan masing-masing lalu menunduk sopan.

"Halo Tuan Kang-Dae." Tidak jauh dari para karyawan yang tengah menyambut, datang seorang wanita berparas gemuk dengan rambut diikat ekor kuda. Dia tersenyum ramah.

"Apa seisitimewa ini sampai-sampai mekeka menyambut Kang-Dae?" batin Ara. "Sepertinya Kang-Dae sangat terkenal."

"Hello miss Yuri," Kang-Dae tersenyum lantas menjabat tangan. "Kau semakin segar saja."

Yuri tertawa dengan ledekan yang terlontar dari mulut Kang-Dae. Satu tangan bahkan sampai menepuk lengan Kang-Dae hingga membuat Ara tersenyum.

"Inikah wanitamu?" tanya Yuri.

"Ya!" Kang-Dae menjawab dengan mantap dan terlihat binar indah di matanya. "Bukankah cantik?" lanjutnya.

Mendengar kata itu, jantung Ara terasa berhenti untuk beberapa detik. Bulu kuduk sepertinya sudah menegak dan ludah tertelan begitu saja.

"Dia sedang memujiku?" batin Ara.

"Tentu saja dia cantik," sahut Yuri. "Dia akan sempurna saat bersamamu."

Ara melihat bagaimana Yuri menatapnya dengan senyum ramah. Senyum layaknya seorang sahabat, padahal baru pertama kali bertemu.

"Ayo ikut denganku," Yuri merebut tangan Ara dari gengganan Kang-Dae.

Ara yang bingung mendongak, menatap Kang-Dae. "Kemana?"

"Ikut saja," kata Kang-Dae.

Ara tidak ada pilihan lain selain ikut kenana Yuri akan membawanya. Sementara Ara dan Yuri berpindah ke tempat lain, Kang-Dae memilih duduk pada gazebo dekat dinding kaca. Ia duduk sambil memainkan ponselnya.

"Apa Kang-Dae bersikap baik padamu?" tanya Yuri seraya menutup pintu.

Ara tengah berdiri sambil menyapu pandangan ke seluruh ruangan yang hampir dipenuhi dengan manekin berbalut gaun pengantin.

"Terkadang dia menyebalkan," kata Ara.

Yuri terkekeh. "Dia baik kok. Kau tidak usah khawatir." Yuri melenggak, kemudian meraih satu kursi. "Duduklah!"

Ara tersenyum lalu duduk. "Terimakasih."

Yuri ikut duduk di kursi lain. Mereka kini ngobrol saling berhadapan. Meski begitu, mata Ara ternyata tengah fokus memandangi gaun-gaun mewah dan super megah di ruangan ini.

"Kang-Dae sudah cerita banyak tentangmu," Yuri membuka obrolan. "Sepertinya dia begitu tertarik denganmu."

Bukan nanpak senang, Ara malah tersenyum getir. Selama ini Kang-Dae tidak pernah macam-macam, hanya saja untuk menikah dengannya dalam waktu dekat rasanya terlalu aneh. Mengingat rumah tangganya yang hancur, bagi Kang-Dae harusnya berpikir ulang sebelum menikah.

"Kau tidak suka dengannya?" tanya Yuri lirih.

Ara tersenyum lagi lalu dilanjutkan dengan menggeleng. "Tidak juga. Aku hanya sedikit ragu dengannya. Dia tiba-tiba ingin menikahiku, dengan alasan saling menguntungkan."

Yuri tertawa. "Dan kau percaya?"

Dua pundak Ara terangkat bersamaan. "Aku orang menyedihkan, terlalu mustahil kalau orang setenar Kang-Dae memilihku."

"Tapi kenyataannya begitu. Kau harus tahu kalau Kang-Dae tidak pernah main-main selama tidak dipermainkan."

Ara menatap jeli, tanganannya terlihat saling memilin di atas pangkuan. "Apa maksudnya?"

"Kau pasti sudah tahu tentang kegagalan rumah tangga Kang-Dae kan?"

Ara mengangguk.

"Dulu, dia begitu mencintai istrinya. Dia rela melakukan apapun untu istrinya. Tapi sekali ia dikhianati, maka hancur sudah. Rasa cinta itu langsung menghilang."

Ara masih tidak paham dengan inti pembicaraan ini. Sesungguhnya Ara tidak peduli dengan masa lalu Kang-Dae, tapi yang ia ingin tahu adalah apa tujuan pernikahan ini. Mengingar hancurnya rumah tangga, tentu Ara tidak mau mengulang untuk yang kedua kalinya.

"Kang-Dae?" tegur seseorang tiba-tiba.

Kang-Dae yang sedang duduk memainkan ponsel lantas menoleh mendongak. Ia tidak bersuara apapun selain menatap wanita yang menegurnya itu.

"Sedang apa kau di sini?" tanya Sora. Tidak dipersilahkan, Sora langsung duduk di ruang kosong di samping Kang-Dae.

Kang-Dae segera bergeser. "Tidak usah terlalu dekat," katanya.

Sora seketika tersenyum getir dengan reaksi Kang-Dae yang terkesan jijik.

"Berhentilah bersikap acuh padaku," sergah Sora. "Semua sudah selesai, tidak bisakah kita bersikap biasa saja?"

Kang-Dae mendengkus kecil. "Itu kau! Aku, tidak!"

Kang-Dae berdiri. Namun, saat hendak membuka kakinya, Sora meraih tangan Kang-Dae dengan cepat.

"Kudengar kau mau menikah?" tanya Sora.

Kang-Dae menoleh, lantas melepas tangan dari genggaman Sora. "Bukan urusanmu!"

Lagi-lagi Sora meraih tangan Kang-Dae, tidak membiarkan pergi. "Bicaralah sebentar denganku. Aku mohon, setidaknya beri aku waktu untuk minta maaf."

Tidak disangka, dari kejauhan Ara sedang mengamati mereka berdua. Yuri yang berdiri di belakang, menepuk pelam pundak Ara seraya mengusap pelan.

"Hampiri saja mereka," kata Yuri pelan.

Ara menoleh dan kembali masuk ke dalam. "Tidak, mereka perlu bicara berdua."

Sora masih memohon, kembuat Kang-Dae akhirnya menghela napas. Kang-Dae menoleh ke arah pintu di mana ada Ara dan Yuri di sana. Kang-Dae tidak melihat Ara, tapi Yuri yang berdiri di ambang pintu seraya memberi anggukan.

"Baiklah, kita bicara di luar," kata Kang-Dae kemudian. "Hanya lima menit," imbuhnya.

***

Suami Idaman (TAMAT)Where stories live. Discover now