Si Ga-Je 🐷

219 60 10
                                    

"Pagiku mendung!"

"Matahari gak ada!"

"Kulihat mantanku, di sana!"

"Selamat pagi mantanku!"

"Kunantikan dirimu!"

"Tuk ganggu hidupmu, agar kau senang!"

Lagi dan lagi. Gadis dengan rambut diikat satu itu, menghembuskan napasnya kasar.

Menatap ke arah cowok yang nampak tengah menyanyikan lagu 'pagiku cerahku' dengan lirik asli yang sudah diganti sedemikian rupa. Sambil sesekali melakukan gerakan-gerakan yang menurutnya sangat absurd.

"Stres!"

Satu kata, yang ia keluarkan untuk menggambarkan orang di sana itu.

"Stres-stres gitu juga, pernah jadi cowok lo kali, Del!" sahut Naya yang langsung diangguki oleh Cacha.

Adel berdecak pelan, menanggapi tanggapan kedua sahabatnya itu.

Menaikkan atensi matanya. Menatap langit yang nampak agak mendung pagi ini. Bahkan, tadi saat ia berangkat sekolah, ia sempat terkena hujan. Untung saja tidak terlalu rapat, jadi seragamnya tak begitu basah.

"Del, lihat deh, kok si Devira kayak cimat, alias cinta mati gitu sama mantan lo. Kok dia mau ya, dibego-begoin?"

Adel mengembalikan atensi matanya. Menatap ke arah apa yang tadi diucapkan oleh Chaca.

Benar saja, di sana, atau lebih tepatnya di depan pintu kelas Azam --- yang berseberangan dengan kelasnya, Devira nampak bertingkah manja. Merangkul lengan cowok itu dan sesekali merengek seperti anak kecil yang minta dibelikan permen kaki. Membuatnya bergidik geli.

Pantas saja, suara nyanyian absurd cowok itu sudah tak lagi terdengar. Ternyata, ada Devira di sana.

"Ah, biarin aja. Pantas kok, yang satu playboy yang satu cabe. Kayak, perpaduan yang sangat sempurna."

Cacha dan Naya hanya bertukar tatap tanpa suara. Mereka heran, jika Adel sudah tahu kalau Azam itu playboy, lantas mengapa dia mau menjadi pacarnya waktu itu?

Ah sudahlah, biarkan hal itu menjadi urusan gadis itu saja. Dia memang susah ditebak. Bisa melakukan apapun, tanpa sebuah rencana terlebih dahulu.

Adel nampak kembali mengalihkan atensi. Menatap gumpalan awan kelabu, yang menutupi Sang langit pagi.

Omong-omong tentang Devira, ia jadi merasa prihatin dengannya. Dia cantik, cukup popular, anak dari keluarga berada, dan tentunya berduit. Tapi, mengapa Devira mau bertahan dengan cowok itu?

Padahal selain Azam itu playboy, dia juga kere, pelit, medit, bin kikir. Bahkan, Adel masih ingat sewaktu mereka masih menyandang status  berpacaran dulu.

Ia harus menanggung malu ketika Azam menanyakan kembalian alfamart kepada si kasir, yang padahal hanya 500 perak. Terlebih ketika Azam ngotot tidak mau menukarnya dengan permen.

Lumayan buat kuaci, katanya waktu itu.

"H-Hai!"

Seorang cowok berkacamata bulat, dengan gaya rambut belah dua yang tertata rapi, berdiri di hadapan ketiga gadis itu. Senyumannya yang terkesan kaku, disertai lambaian tangan yang terlihat ragu, membuat ketiganya saling menatap beberapa saat.

Dia adalah Jamal Eswanto, atau yang lebih akrab dikenal dengan nama singkatan James. Anak kelas 12 IPA 2, yang katanya menyukai salah satu sahabat Adel, sejak TK. Yaitu Cacha.

"Kenapa James? Lo mau ketemu si Cacha? Nih, ada anaknya." Naya melirik Cacha yang berdiri di sebelahnya.

"Bawa aja ke semak-semak, tapi jangan diapa-apain. Soalnya, dia lebih agresif, ajakin main kelereng aja. Dia jago kok!"

Mantan masa Gitu?Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum